Asslamualaikum. Pak, saya mau bertanya, bagaimana seorang
suami yang tidak menafkahi istrinya selama 10 tahun sampai sekarang. Semua
kewajiban ditanggung sama istri, padahal masih ada tanggungan anak yang masih
kecil kelas 3 SMA. Belum ditambah dengan cicilan rumah. berat sekali saya
menghadapinya. Sementara suami tenang-tenang saja. jika dikasih tahu dia malah
marah. Gaji dihandel sendiri. ibu merasa sakit hati dan capek dengan keadaan
seperti ini. Malah saya dan suami diam-diaman lebih sebulan. Pertanyaanya,
bagaimana kalau saya menolak bersenggama sebagai bentuk protes. Apakah saya
berdosa? Terimakasih
Ibu Nelly Nata Garden Mustika Jaya Bekasi
=
Jawaban
Perlu kita ketahui bahwa suami maupun istri, masing-masing
memiliki hak dan kewajiban yang sebanding dengan posisinya. Karena itu, bentuk
hak dan tanggung jawab masing-masing berbeda. Kaidah baku ini Allah nyatakan
dengan tegas dalam al-Quran, tepatnya di dalam quran surat al-Baqoroh ayat 228,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Para istri memiliki hak yang sepadan dengan kewajibannya,
sesuai ukuran yang wajar.”
Diantara tanggung jawab terbesar suami adalah memberi nafkah
istri. Allah berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) di atas sebagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (QS. An-Nisa’: 34).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berpesan,
فاتَّقوا الله في النِّساء؛ فإنَّكم أخذتموهنَّ
بأمانة الله، واستحْلَلْتم فروجَهنَّ بكلمة الله، ولهُنَّ عليكم رزقُهن وكسوتُهن بالمعروف
“Bertaqwalah kepada Allah dalam menghadapi istri. Kalian
menjadikannya sebagai istri dengan amanah Allah, kalian dihalalkan hubungan
dengan kalimat Allah. Hak mereka yang menjadi kewajiban kalian, memberi nafkah
makanan dan pakaian sesuai ukuran yang sewajarnya.” (HR. Muslim).
Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
ancaman keras bagi suami yang tidak memperhatikan nafkah istrinya. Dari
Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
كفى بالمرْء إثمًا أن يضيِّع مَن يقوت
“Seseorang dikatakan berbuat dosa, ketika dia menyia-nyiakan
orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud Ibnu Hibban).
Para ulama sepakat suami wajib memberi nafkah istri, Kecuali
untuk istri yang nusyuz atau membangkang. Sebaliknya, istri diperintahkan untuk
mentaati suaminya. Selama suami tidak memerintahkan untuk maksiat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ
شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ
مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu,
melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati
suaminya, maka dia dipersilahkan untuk masuk surga dari pintu mana saja yang
dia kehendaki.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan, “Tidak ada
hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita –setelah hak Allah dan Rasul-Nya-
daripada hak suami”
Ketika salah satu tidak memenuhi kewajiban, maka yang terjadi
adalah kedzaliman. Suami yang tidak memenuhi kewajibannya, dia mendzalimi
istrinya dan sebaliknya. Hanya saja, dalam keluarga, Islam tidak mengajarkan
membalas pengkhianatan dengan pengkhianatan. Karena masing-masing akan
mempertanggung jawabkan tugasnya di hadapan Allah kelak di hari kiamat.
Sehingga, ketika suami tidak melaksanakan kewajibannya untuk
istrinya, Islam tidak mengajarkan agar tindakan itu dibalas dengan meninggalkan
kewajibannya. Karena yang terjadi, justru timbul masalah baru.
Syaikh Khalid bin Abdul Mun’im ar-Rifa’i mengatakan,
“Jika salah satu pasangan tidak menunaikan kewajibannya
kepada yang lain, bukan berarti dia harus membalasnya dengan tidak menunaikan
kewajibannya kepada pasangannya. Karena masing-masing akan dimintai pertanggung
jawaban disebabkan keteledorannya, pada hari kiamat.”
Pelanggaran yang dilakukan oleh suami, tidak boleh dibalas
dengan pelanggaran dari istri. Sehingga dua-duanya melanggar. Karena itu,
solusi yang diberikan pelanggaran balas pelanggaran, tapi diselesaikan dengan
cara yang baik, antara bersabar atau pernikahan dihentikan.
Lalu apa yang harus dilakukan wanita?
Syaikh ar-Rifa’i mengatakan bahwa ketika suami tidak
menafkahi istrinya, ada dua pilihan untuk si wanita, antara bersabar atau
melakukan gugat cerai. Jika dia pilih bersabar, maka istri wajib untuk memenuhi
kewajibannya kepada suaminya. Termasuk hak untuk melayani di ranjang. Dan jika
istri memilih talak atau meminta cerai, maka istri tidak berdosa.
Keputusan ada di tangan ibu. Jika ibu merasa sudah tidak
sabar dan tidak kuat menanggung rasa sakit karena kedzaliman suami, maka ibu
memiliki hak untuk menggugat cerai. Tetapi jangan lupa untuk melakukan shalat istikharah
sebelum mengambil keputusan.
No comments:
Post a Comment