Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Wednesday, August 9, 2017

    Efek Maksiat Terhadap Kekhusyu'an


    Ust. Oemar Mita

    Hilangnya kekhusyukan dalam beribadah disebabkan oleh maksiat-maksiat yang dilakukan. Semakin banyak maksiat, maka semakin sulit kita memaknai ibadah-ibadah kita, semakin terasa hambar, kosong, dan sekedar rutinitas. Hilang makna. Akhirnya terasa membosankan, karena kita kehilangan kenikmatan dan hikmah darinya. Kemalasan pun melanda, sulit tergerak ketika kewajiban harus tertunaikan. Lalu apa yang terjadi? Benar sekali, ia menjadi kefuturan, bahkan bisa jadi hingga ibadah-ibadah itu pun ditinggalkan. fasik!

    Setiap maksiat itu akan selalu meninggalkan bekas, baik dalam ingatan, perilaku, kepribadian (akhlaq), entah langsung atau tidak. Dikatakan dalam Qs. Al Muthofifin 14,
    “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang telah mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka…”

    Ada kata ‘ron’ di sana, apa itu ‘ron’? Ron adalah karat. Setiap maksiat demi maksiat, ia akan memberikan bekas dalam hati berupa karat-karat yang bisa-bisa menutupi hati seluruhnya. Satu maksiat meninggalkan satu titik, dua, tiga, maksiat, bertambahlah titik-titik karat itu, semakin banyak, semakin bertambah, selalu seperti itu, apalagi bila ia tak segera dibersihkan.

    Taubat, dan amal-amal shalih itulah pembersihnya…

    ”Sungguh beruntung orang yang menyucikannya….”
    (QS. Asy-Syams: 9)

    Jiwa tak selalu suci bersih. Adakalanya ron-ron akan menutupi hati, namun barangsiapa rajin menyucikan jiwanya, selalu, maka ia lah orang-orang yang beruntung itu.

    “Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya…”
    (QS. Asy Syams: 10)

    Banyaknya maksiat, serta banyaknya karat-karat yang menutupi hati, maka hilang sudah kekhusyukan dan kenikmatan beribadah, hilanglah makna, dan terasa membosankan, futur sudah, bahkan bisa-bisa fasik pula jadinya… na’udzzubillahimindzaalika…

    Namun, begitulah akibatnya. Ketika itu terjadi, maka satu musibah besar telah menimpa, sangat besar. Bila tak jua disadari, maka musibah besar kedua bisa melanda pula,‘sulitnya hati dinasihati’. Saat orang tua menegur, saat teman mengingatkan, saat mendengar ceramah ustadz, saat membaca buku, sukarnya ilmu diperoleh, sulitnya hati tergerak karena nasihat-nasihat itu. Ia telah tertutup ron-ron/karat-karat maksiat. Pintu kebenaran tertutup sudah, dan kesesatan menjadi ancaman. Benar-benar musibah yang besar. Berhati-hatilah!!.

    Waspadalah jika ni’mat ibadah itu tak lagi kita rasakan!!. Resahlah jika kekhusyukan telah hilang dalam setiap amal!!. Segeralah mengingat-Nya, berlari mendekat pada-Nya, sungguh ampunan-Nya terhampar luas, lebih luas dari samudera, bahkan jika langit dan bumi dihamparkan!!. Bertaubatlah, dan bersihkan jiwa, hingga terasai lagi khusyukan dan kenikmatan mengabdi pada-Nya!!.

    Cobalah juga kita kembali merenungi jati diri kita, perbaiki niat dan motivasi awal kita. Untuk siapa kita beribadah? Untuk apa kita beribadah? Manfaat apa yang diraih bila kita beribadah? Apa kerugiannya bila tidak melaksanakannya? Ulang-ulangi terus pertanyaan ini dan camkan jawabannya. Apakah dari semua jawaban lebih banyak manfaatnya buat kita atau untuk orang lain?

    _Barokallohu fiikum_

    No comments:

    Post a Comment