Anda mengenal Taliban? Kini, sebutlah mereka dengan nama dan predikat yang memang layak mereka sandang: Imarah Islam Afghanistan. Nama ini tercatat 61 kali disebutkan oleh delegasi Taliban, dalam perundingan damai di Moskow, Rusia.
Bagi pengamat Barat, ketakutan terbesar pasca penarikan mundur pasukan AS di Afghanistan adalah naiknya kembali Taliban sebagai “penguasa” Afghanistan. Jika hal tersebut menjadi kenyataan, maka ini adalah kedua kali Taliban mengontrol Afghanistan, setelah lebih dari 17 tahun yang lalu, kekuatan adidaya Amerika Serikat memaksa mereka melepaskan kendali atas Afghanistan.
Betapa gemilangnya pencapaian Taliban dalam 17 tahun terakhir. Selama masa tersebut, mereka berhasil membalikkan keadaan. Dari semula tertekan dan bersembunyi di pegunungan Tora Bora, hingga kini berhasil merebut kota-kota dan berbalik memukul mundur pasukan AS dan Afghanistan.
Untuk sampai di titik saat ini, tentu Taliban telah melalui tahap-tahap yang tidak mudah. Selain membentuk kekuatan tempur, Taliban juga melayani masyarakat Afghanistan. Untuk hal ini, kita bisa melihat kembali video dokumenter yang dibuat oleh Al Jazeera, berjudul “This is Taliban Country”.
Taliban menghadirkan berbagai solusi untuk masyarakat Afghanistan. Mulai dari konsultasi keagamaan, dan konsultasi permasalahan antar individu, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Dalam menyelesaikan permasalahan antar individu, masyarakat Afghanistan di daerah yang dikontrol Taliban, lebih suka menyelesaikan permasalahan mereka kepada hakim-hakim yang diutus oleh Taliban, karena terbukti keadilannya.
Salah satu masalah terbesar di Afghanistan adalah korupsi. Hal ini juga menjadi sebab berbaliknya dukungan masyarakat Afghanistan untuk Taliban. Mungkin, belajar dari kasus Afghanistan inilah, korupsi, dan juga pelanggaran HAM, baru-baru ini, telah disebut oleh para peneliti Barat sebagai dua faktor utama yang dapat membangkitkan “terorisme” dan pemberontakan.
Sayangnya perjalanan Taliban dalam merebut kembali tanah Afghanistan yang dijajah pasukan asing ini jarang diamati oleh umat Islam, kecuali hanya sebagian kecil. Padahal, perjuangan Taliban ini adalah contoh nyata tentang sebuah gerakan Islam yang menempuh jalan perjuangan dengan jihad dan anti-demokrasi.
Hari ini memang demokrasi dicitrakan sebagai sebuah sistem yang paling adil dan cocok diterapkan di dunia. Umat Islam pun lebih sibuk berdebat tentang hukum fikih demokrasi dan pemilu, sebagai manifestasi utama demokrasi.
Padahal, demokrasi ini digunakan sebagai alat bagi Amerika untuk menghegemoni dunia internasional, termasuk negeri-negeri kaum muslimin. Mungkin kita perlu memandang demokrasi menggunakan konteks lain di luar fikih, terlepas dari halal-haramnya demokrasi. Bahwa jika kita menolak dan anti terhadap demokrasi, itu bukan karena haramnya demokrasi, tetapi karena kita hendak melawan hegemoni Amerika.
Dengan tegaknya kekuasaan Taliban di Afghanistan, jika benar-benar terjadi, kita akan menemukan dua hal yang cukup penting bagi umat Islam.
Pertama, bila Imarah Islam Afghanistan tegak, kita akan menemukan sebuah contoh bagaimana sebuah wilayah dikelola dengan model “imarah”, bukan negara-bangsa. Dengan menggunakan model “imarah” ini, Taliban melepaskan diri dari jebakan nasionalisme dan negara-bangsa.
Mungkin visi cemerlang inilah yang menyebabkan pemimpin Al Qaeda, baik Osama Bin Laden, maupun Ayman Az Zawahiri mengikat sumpah setianya kepada pemimpin Taliban. Bahkan, dalam pidato terakhirnya, Ayman menyebut Taliban sebagai embrio khilafah, yang akan mempersatukan kaum muslimin.
Kedua, Imarah Islam Afghanistan akan menjadi contoh nyata bagaimana syariat Islam diterapkan secara melembaga dalam bingkai “negara”. Hal ini akan membuat peradaban Barat takut. Sebab, dunia internasional akan menyaksikan bagaimana syariat Islam diterapkan sebagai sebuah hukum positif, sehingga penduduk planet ini akan menemukan contoh dan alternatif lain, selain nilai moral dan hukum Barat, yang selama ini dijadikan sebagai standar di seluruh jengkal planet bernama Bumi ini.
Ketiga, mungkin, sebentar lagi, kita akan memiliki menara suar lain di dunia, selain Turki dan presidennya, Recep Tayyib Erdogan, yang akan dipandang sebagai representasi kekuatan Umat Islam.
Ya, selama ini Turki dan Erdogan selalu digadang-gadang sebagai pahlawan Islam di era modern dan ditunggu tanggapan dan komentarnya terkait isu-isu mengenai penindasan dan penderitaan umat Islam di berbagai penjuru dunia.
Turki dan Erdogan memang patut diberi respek terhadap usaha-usaha mereka dalam menjadi tuan rumah bagi pengungsi, dalam pembelaannya terhadap Palestina, dan banyak kebaikan lainnya. Hanya saja, mereka masih terbelenggu oleh ikatan tatanan internasional yang Amerika-centris.
Akhirnya, perkembangan Taliban ini sebenarnya patut menjadi perhatian, bahkan teladan, bagi aktivis Islam, dan semua orang yang tertarik terhadap perjuangan penegakan syariat Islam. Lagi pula, bukankah sudah sepantasnya kita turut senang hati terhadap kemenangan mujahidin?
Disadur dari >> https://www.kiblat.net/2018/12/28/mengambil-teladan-dari-taliban/
No comments:
Post a Comment