Ada ungkapan yang mengatakan bahwa sabar juga ada batasnya.
Padahal, sabar itu hendaknya tidak perlu memakai batas. Sabar adalah hal yang
utama yang harus kita miliki. Karena Allah subhanahu wata'ala sendiri
menjanjikan pahala tanpa batas untuk orang yang sabar. Jika sabar ada batasnya
itu adalah hal yang bisa dimaklumii, mungkin Rasulullah shollallahu 'alaihi
wasallam akan berhenti berdakwah karena besarnya tekanan orang-orang kafir.
Berkaitan menguatkan kesabaran, ada kisah menarik yang bisa
kita simak dari seorang tabiin bernama Abul Hassan.
Suatu ketika Abul hasan datang ke mekah untuk berhaji.
Tiba-tiba beliau melihat wanita paruh baya yang berseri wajahnya.
Kemudian Abul Hassan berkata kepada dirinya sendiri, “Demi
Allah, belum pernah aku melihat wajah secerah wajah wanita ini. Sepertinya dia
tidak pernah mengenal rasa sedih dan musibah.”
Tak disangka gumaman Abul Hassan terdengar oleh si wanita.
Kemudian wanita itu berkata, “Kamu salah. Demi Allah aku mengalami dukacita dan
musibah yang panjang. Tapi aku berusaha bersabar di atas musibah yang terus
datang.”
Abul Hassan bertanya, “Apa yang terjadi?”
Wanita itu menjawab, “Pada suatu hari kedua anak lelakiku
yang masih kecil melihat suamiku menyembelih kambing. Kemudian anakku yang
sudah agak besar berkata kepada adiknya.”Hai adikku, maukah aku tunjukkan
kepadamu bagaimana cara ayah menyembelih kambing?”
Kemudian adiknya menjawab, “Baiklah kalau begitu.”
Lalu disuruhnya adiknya berbaring dan disembelih lehernya.
Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancar desar dari luka di
leher adiknya. Anak lelakiku itu berlari ke bukit karena takut dan tak lama
setelah itu dia dimakan oleh serigala. Suamiku mencarinya tapi mati karena
terpeleset di lembah. Aku merasa khawatir karena suamiku tidak juga datang,
akhirnya aku menyusulnya, tapi aku meletakan bayiku di rumah. Setelah aku
pergi, bayiku merangkak dan menuju periuk yang berisi air panas. Ditariknya
periuk itu dan tumpahlah air panas mengenai badannya.
Semua musibah ini terdengar oleh anak perempuanku yang telah
menikah yang tinggal di daerah lain. Setelah itu dia jatuh pingsan hingga
menemui ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara, suamiku dan keempat anakku
sudah tiada.
Lalu Abul Hassan bertanya, “Bagaimana bisa kamu bisa sabar
setelah musibah yang datang bertubi-tubi?”
Wanita itu menjawab, “Tidak ada gunanya berkeluh kesah.
Sabar bisa memperbaiki jiwa dan membuahkan pahala. Sementara mengeluh tidak akan
mengubah apa yang sudah terjadi. Sehingga aku memilih untuk sabar dibanding
mengeluh.”
Nah, dari kisah ini hendaknya kita mengambil pelajaran
tentang sabar dan keutamaannya. Karena sabar dan mengeluh itu dua pilihan, maka
hendaknya kita memilih sabar. Mengeluh tidak akan mengubah musibah. Mengeluh
tidak akan bisa mengembalikan apa yang telah hilang dari hidup kita. Mengeluh
tidak akan membuat kita menjadi lebih baik, alih-alih membuat Allah murka.
Sabar tidak bisa mengembalikan apa yang telah hilang. Tapi
sabar akan membuahkan pahala dan bisa saja Allah mengganti yang hilang dari
hidup kita dengan sesuatu yang lebih baik, karena kesabaran kita. Seperti
kesabaran Yusuf yang berbuah kekuasaan. Seperti kesabaran Ayub yang berbuah
kesembuhan dan kembalinya harta dan keluarga.
No comments:
Post a Comment