Suatu malam, seperti biasa Khalifah Umar berkeliling
memeriksa rakyatnya, kali ini beliau ditemani Abdullah ibn Mas’ud. Pada tempat
yang terpencil, mereka melihat kerlip dan sayup-sayup terdengar suara nyanyian.
Keduanya lalu berjalan menuju arah kerlip itu yang ternyata
berasal dari sebuah rumah. Umar mengetuk rumah tersebut, akan tetapi tidak ada
seorang pun yang menjawab ketukan pintunya.
Dikisahkan dari buku yang berjudul ‘The Great of Two Umars’
bahwa Umar ra lantas memanjat ke atap rumah, da melihat seorang lelaki tua
sedang duduk santai dan di hadapannya terdapat cawan minuman. Selain itu ada
seorang wanita yang sedang bernyanyi.
Sang Khalifah menampakkan diri seraya menghardik, “Belum
pernah aku melihat pemandangan seburuk yang aku lihat malam ini! Seorang tua
yang menunggu ajalnya! Hai musuh Allah, apakah engkau mengira Allah akan
menutup aibmu, padahal engkau berbuat maksiat?”
Orang tua itu membela diri, “Tidak ada seorang muslim pun
yang berhak berbicara dengan sesamanya dengan cara demikian. Mungkin aku telah
berbuah salah, tetapi pikirkanlah berapa kesalahan yang telah engkau perbuat.
Pertama, engkau telah mengintip, meskipun Allah memerintahkan, ‘Dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain.’ (al-Hujurat: 12).
Kedua, engkau masuk melalui atap, meskipun Allah
memerintahkan, ‘Masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya.’ (Al-Baqarah: 189).
Ketiga, engkau masuk tanpa seizin pemiliknya dan mengabaikan salam, meskipun
Allah telah memerintahkan, ‘Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.’ (An-Nur: 27)
Mendengar jawaban tersebut, Khalifah Umar merasa sangat malu,
dan mengundurkan diri seraya berkata, “Baiklah, aku memaafkan kesalahanmu.”
Tapi, si pemilik rumah berujar, “Ini merupakan pelanggaranmu yang keempat
karena seharusnya engkau berkata, bahwa engkau memaafkan yang salah dalam
pandangan Allah?”
Umar hanya menjawab, “Engkau benar!” Lalu, ia pun keluar
menggigit pakaiannya sambil menangis, “Celaka engkau, Umar, jika Allah tidak
mengampunimu. Ada orang yang bersembunyi dari keluarganya. Sekarang dia
berkata, ‘Umar mengetahuiku.’ Kemudian, keluarganya menguntitnya.”
Selama beberapa waktu, orang tua itu tidak pernah menghadiri
majelis Khalifah Umar. Suatu hari, dia datang dan duduk di barisan paling
belakang, seakan-akan dia mau bersembunyi dari pandangan Khalifah Umar. Namun,
malang baginya, sang khalifah melihatnya dan memanggilnya. Kontan saja, orang
tua itu berdiri dan berpikir bahwa khalifah akan mempermalukannya.
Di luar dugaan, Khalifah Umar berkata padanya, “Dekatkan
telingamu padaku!” Lalu, ia berbisik padanya, “Demi yang telah mengutus
Muhammad dengan hak sebagai Rasul, tidak seorang pun akan kuberi tahu apa yang
telah kusaksikan pada dirimu. Begitu pula Ibnu Mas’ud yang bersamaku malam
itu.”
“Ya Amirul Mukminin, dekatkan juga telingamu,” ujar orang tua
itu, lalu giliran dia berbisik, “begitu juga saya. Demi yang mengutus Muhammad
dengan hak sebagai Rasul, aku tidak pernah kembali pada perbuatan itu sampai
aku datang ke majelis ini.”
Mendengar itu, Khalifah Umar bertakbir dengan keras, “Allahu
Akbar!” Tentu saja, orang-orang yang hadir heran dan tidak mengetahui alasan
Umar bertakbir. Akhirnya, kedua sahabat itu bersyukur karena telah berhasil
menyembunyikan aib sesama muslim.
Seperti kisah di atas, tutuplah aib saudaramu dan jangan lupa
mendoakannnya, agar segera bertobat di jalan Allah SWT.
No comments:
Post a Comment