Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Sunday, March 25, 2018

    Suraqah bin Malik, Menanti Janji Rasulullah

    Ketika para pembesar Quraisy menghentikan pelacakan terhadap Rasulullah SAW dan sahabatnya, Abu Bakar Shiddiq, yang telah berhasil hijrah ke Madinah.

    Mereka kemudian membuat pengumuman ke segenap kabilah yang terpencar-pencar sepanjang jalan antara Makkah dan Madinah.

    “Siapa yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati ke hadapan para pembesar Quraisy, akan diberi hadiah seratus ekor unta betina yang bagus,” demikian bunyi pengumuman itu.

    Suraqah bin Malik Al-Madlaji mendengar pengumuman itu dibacakan. Ketika itu sedang berada di balai desa kampung halamannya, Qudaid, di pinggiran Kota Makkah.

    Tiba-tiba seorang utusan Quraisy datang menyiarkan pengumuman berhadiah besar yang disediakan oleh kaum Quraisy, yaitu seratus ekor unta betina muda yang hampir beranak, bagi siapa yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati ke hadapan para pembesar Quraisy.

    Setelah mendengar hadiah seratus ekor unta betina pilihan, maka timbullah sikap tamak Suraqah. Dia bertekad hendak merebut hadiah besar itu. Karena tamak, niatnya itu tidak diungkapkannya kepada siapa pun. Tetapi dipendamnya sendiri dalam hati, supaya ia tidak didahului orang lain.

    Kebetulan, sebelum Suraqah berangkat hendak melacak Nabi Muhammad SAW, seorang laki-laki datang ke balai desa. Dia mengabarkan bahwa belum lama berselang dia bertemu dengan tiga orang di tengah jalan. Keras dugaannya ketiga-tiganya ialah Muhammad, Abu Bakar dan seorang penunjuk jalan.

    “Tidak mungkin!” kata Suraqah membantah. “Mereka adalah Bani Fulan yang tadi lewat di sini mencari unta mereka yang hilang.”

    “Mungkin begitu!” kata yang lain mengiyakan pendapat Suraqah.

    Kemudian Suraqah diam. Siasatnya tidak menimbulkan perhatian orang-orang yang berada di balai desa. Ketika orang beralih membicarakan masalah lain, dengan perlahan-lahan dia menyelinap keluar dari kumpulan mereka. Lalu dia segera pulang ke rumahnya.

    Sesampainya di rumah diperintahkannya pelayan menyiapkan kuda. Kemudian disuruhnya membawa kuda itu ke lembah dengan sembunyi-sembunyi dan menambatkannya di sana. “Hati-hati agar tidak kelihatan oleh orang lain. Siapkan juga senjataku, dan kamu keluar dari pintu belakang,” kata Suraqah memerintah pelayannya. Suraqah menyusul kemudian.

    Sesampainya di lembah, Suraqah mengenakan baju besi, menyandang pedang, dan memasang pelana. Kemudian dia berpacu sekencang-kencangnya, menyusul Nabi Muhammad SAW untuk mendapatkan hadiah besar yang disediakan kaum Quraisy.
    Suraqah bin Malik memang terkenal sebagai penunggang kuda yang cekatan. Perawakannnya tinggi besar. Kedua matanya tajam, sebagai pencari jejak yang cermat, pandai dan berpengalaman.

    Jalan-jalan yang sukar dilalui, dapat ditempuhnya dengan sigap. Dia sabar dan hati-hati. Kudanya tangkas dan terlatih baik.

    Suraqah memacu kudanya dengan pesat. Tetapi tanpa terduga-duga, tiba-tiba kaki kudanya tersandung, dan dia jatuh terguling dari punggung kuda. “Kuda sialan!” katanya menyumpah kesal.

    Tanpa memedulikan rasa sakit, dinaikinya kembali kudanya dan segera berpacu. Belum jauh dia lari, kudanya tersandung pula kembali.

    Hatinya kesal dan merasa sial. Karena itu dia bermaksud hendak pulang saja kembali dan mengurungkan niatnya. Tetapi karena tamak akan beroleh hadiah 100 ekor unta, diteruskannya juga pelacakan itu.

    Belum begitu jauh dia berpacu dari tempatnya jatuh yang kedua, dia melihat Rasulullah SAW  bersama sahabatnya. Lalu diulurkannya tangannya hendak mengambil busur. Tetapi ajaib, tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan.

    Kaki kudanya terbenam ke pasir. Debu berterbangan di sekitarnya menyebabkan matanya kelilipan dan tidak dapat melihat. Dicobanya menggerakkan kuda tetapi tidak berhasil. Kaki kudanya seperti lekat di bumi bagai dipaku.

    Dia berpaling kepada Rasulullah dan sahabatnya sambil berseru dengan suara memelas, “Hai kalian berdua, berdoalah kepada Tuhanmu supaya dia melepaskan kaki kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian!”

    Rasulullah berdoa, maka bebaslah kaki kuda Suraqah. Tetapi karena tamaknya, maka setelah dia bebas, digertakkannya kudanya dengan tiba-tiba hendak menyerang Rasulullah tanpa memedulikan janjinya. Namun malang baginya, kaki kudanya terbenam pula kembali lebih parah dari semula.

    Suraqah memohon belas kasihan kepada Rasulullah dan berkata, “Ambillah perbekalanku, harta dan senjataku. Aku berjanji demi Allah kepada kalian berdua, akan menyuruh kembali setiap orang yang berusaha melacak kalian di belakangku.”

    “Kami tidak butuh perbekalan dan hartamu. Cukuplah kalau engkau suruh kembali orang-orang yang hendak melacak kami!” jawab Rasulullah SAW.

    Kemudian Rasulullah berdoa, maka bebaslah kaki kuda Suraqah. Ketika hendak kembali, dia berkata, “Demi Allah, saya tidak akan mengganggu Tuan-tuan lagi!”

    “Apa yang engkau kehendaki dari kami?” tanya Rasulullah.

    “Demi Allah, ya Muhammad! Saya yakin agama yang Tuan bawa akan menang dan pemerintahan Tuan akan tinggi. Berjanjilah kepadaku, apabila aku datang nanti ke kerajaan Tuan, maka Tuan akan bermurah hati kepada saya. Tuliskanlah itu untuk saya,” pinta Suraqah.

    Rasulullah menyuruh Abu Bakar menulis pada sepotong tulang, lalu diberikannya kepada Suraqah sambil berkata, “Bagaimana, hai Suraqah, jika pada suatu waktu engkau memakai gelang kebesaran Kisra?”

    “Gelang kebesaran Kisra bin Hurmuz?” tanya Suraqah terkejut.

    “Ya, gelang kebesaran Kisra bin Hurmuz!” jawab Rasulullah meyakinkan.

    Sumber : Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
    Suraqah kembali pulang dengan santai. Di tengah jalan dia bertemu dengan kelompok orang-orang yang hendak melacak kepergian Rasulullah.

    “Kembalilah kalian semuanya! Telah kuperiksa seluruh tempat dan jalan- jalan yang mungkin dilaluinya. Namun, aku tidak menemukan si Muhammad. Padahal, kalian tidak sepandai aku mencari jejak,” ujar Suraqah kepada mereka.

    Mendengar ucapan Suraqah yang tegas itu, mereka kembali dengan kecewa. Suraqah merahasiakan pertemuannya dengan Rasulullah dalam pelacakannya, sampai dia yakin benar Rasulullah dan sahabatnya telah tiba di Madinah, dan aman dari jangkauan musuh-musuhnya. Setelah itu, baru disiarkannya.

    Ketika Abu Jahal mendengar berita tentang pertemuan Suraqah dengan Rasulullah tersebut, dia mencela Suraqah dan menghinanya sebagai pengecut yang tak tahu malu, bodoh karena menyia- nyiakan kesempatan yang baik.

    Suraqah menjawab, “Hai Abu Hakam! Demi Allah, seandainya engkau menyaksikan dan mengalami peristiwa yang kualami ketika kaki kudaku amblas ke dalam pasir, engkau akan yakin dan tak akan ragu sedikit pun, bahwa Muhammad itu jelas Rasulullah. Nah, siapa yang sanggup menantangnya, silakan!”

    Suatu hari, Suraqah menyiapkan kudanya. Dia pergi menghadap Rasulullah SAW hendak menyatakan imannya di hadapan beliau. Tidak lupa dia membawa sepotong tulang bertulis perjanjian Rasulullah kepadanya sepuluh tahun yang lalu.

    Suraqah bercerita, “Saya temui Rasulullah di Ji’ranah (sebuah desa antara Makkah dan Thaif, tetapi lebih dekat ke Makkah). Saya datang menghadap, ketika beliau sedang berada di perkemahan pasukan berkuda kaum Anshar. Mereka menghalangiku masuk dan memukulku dengan pangkal tombak. ‘Berhenti! Berhenti! Hendak ke mana engkau? cegah mereka.

    Tetapi aku tidak peduli, dan terus menyeruak di antara mereka hingga sampai ke dekat Rasulullah. Beliau sedang menunggang unta. Lalu kuangkat tulang bertulis perjanjian beliau kepadaku, seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, saya Suraqah bin Malik. Dan ini tulang bertulis perjanjian Tuan kepadaku dahulu!”

    ‘Mendekatlah ke sini, hai Suraqah! Mendekatlah! Hari ini adalah hari menepati janji dan hari perdamaian!’ seru Rasulullah. Setelah berhadapan dengan beliau, aku menyatakan iman dan Islam kepadanya.”

    Tidak berapa lama kemudian, hanya lebih kurang sembilan bulan sesudah Suraqah menyatakan Islamnya di hadapan Rasulullah, Allah SWT memanggil Nabi-Nya ke hadirat-Nya. Alangkah sedihnya Suraqah ketika mengetahui Rasulullah telah tiada.

    Dia teringat kembali masa lalu, ketika dia berniat membunuh Nabi dan Rasul yang mulia, hanya karena mengharapkan seratus ekor unta di dunia. Padahal sekarang, andaikata dikumpulkan untuknya seluruh unta di muka bumi, lebih berharga berharga ujung kuku Nabi baginya.

    Tanpa disadarinya, dia mengulang ucapan Rasulullah kepadanya, “Bagaimana hai Suraqah, jika engkau memakai gelang kebesaran Kisra?”

    Suraqah tidak pernah ragu, suatu saat pasti dia akan memakai gelang tersebut.
    Hari demi hari berjalan terus. Tampuk pemerintahan kaum Muslimin kini berada di tangan Khalifah Umar bin Khathab Al-Faruq.

    Pada masa pemerintahannya yang penuh berkah itu, tentara kaum Muslimin bergerak maju menggetarkan kerajaan Persia, menyusul gerakan-gerakan kemenangan sebelumnya.

    Benteng demi benteng direbutnya. Pasukan-pasukan musuh yang menghalang melintang ditumpasnya tuntas. Tahta demi tahta dijungkirbalikkannya. Harta rampasan bertumpuk. Dan kekuasaan raja-raja Persia pindah ke tangan mereka.

    Pada suatu hari, akhir masa pemerintahan Khalifah Umar, beberapa utusan panglima Sa’ad Abi Waqqash (penakluk Persia) tiba di Madinah. Mereka melaporkan kemenangan-kemenangan yang dicapai tentara Muslimin, dan menyetorkan kepada Khalifah seperlima harta rampasan yang diperoleh dalam perang Sabilillah.

    Setelah harta rampasan perang bertumpuk di hadapan Khalifah Umar, ia memandang kebingungan. Dalam tumpukan itu terdapat antara lain mahkota raja-raja bertahtakan mutiara mutu manikam. Pakaian-pakaian kebesaran kerajaan bersulam benang emas bertabur intan permata, sangat indah tiada terperi. Kalung-kalung mutiara dan intan berlian.

    Di samping itu terdapat pula dua buah gelang kebesaran Kisra cantik tiada tandingan. Dan berbagai macam perhiasan raja-raja, ratu dan pangeran. Semuanya serba indah tiada ternilai harganya.

    Khalifah membolak-balikkan tumpukan itu, memeriksa dengan tongkat beliau. Kemudian dia berpaling kepada orang-orang yang hadir di sekitarnya, lalu berkata, “Alangkah jujurnya orang-orang yang menyetor semua ini!”

    Ali bin Abi Thalib yang turut hadir ketika itu menyahut, “Ya Amirul mukminin, lantaran anda bersih, maka rakyat akan bersih pula semuanya. Tetapi bila anda curang, mereka akan turut curang pula seperti anda!”

    Sesudah itu, Khalifah Umar Al-Faruq memanggil Suraqah bin Malik. Lalu dipakaikannya kepada Suraqah pakaian kebesaran Kisra, lengkap dengan celana dan sepatunya. Kemudian disisipkannya pedang dengan ikat pinggang kebesaran Kisra.

    Diletakkannya mahkota di kepala Suraqah. Sesudah itu dipakaikannya pula gelang kebesaran kerajaan di kedua tangan Suraqah. Kaum Muslimin memuji kagum dengan mengucapkan kalimat takbir, “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

    Khalifah berdiri mematut-matut Suraqah seraya berkata, “Wah, wah! Alangkah hebatnya anak Arab dusun Madlaji memakai mahkota dan gelang kebesaran Kisra!”

    Kemudian Khalifah menadahkan tangan sambil berdoa, “Ya Allah, telah Engkau tahan harta ini semuanya terhadap Muhammad Rasul-Mu. Padahal, beliau lebih Engkau kasihi dan lebih mulia daripadaku. Engkau tahan pula harta ini semua terhadap Abu Bakar Ash-Shiddiq. Padahal beliau lebih Engkau cintai dan lebih mulia daripadaku. Kini Engkau berikan semua ini kepadaku. Aku berlindung kepada-Mu dari pemberian-Mu ini, agar semua ini tidak mencelakakanku dan umat ini.”

    Setelah itu, harta tersebut dibagi-bagikannya kepada kaum Muslimin.

    Sumber : Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni

    No comments:

    Post a Comment