+Felix Siauw
Soal selera itu tak bisa dipaksakan, dan memang tak bisa didikte. Namanya juga selera, dan syariat tentu membolehkan pilihan dalam masalah selera, tak harus sama semuanya
Saya suka makan mie, bukan berarti yang lain harus makan mie semuanya, saya tak suka makan kepala ikan, bukan berarti semua orang harus tidak suka makan kepala ikan
Soal selera itu hukumnya sudah jelas, itu adalah pilihan. Kecuali seleranya makanan haram, itu lain cerita. Tapi selama hal itu boleh dalam syariat, selera sah-sah saja
Kita merasa jalan kaki itu sehat, bukan berarti kita harus mengutuk orang yang naik mobil lalu mengatakan dia malas olahraga, sekali lagi, selera tidak bisa dipaksakan
Kita nyaman makan nasi dengan tempe, garam dan kecap manis, ya lakukanlah, tak perlu sambil menyindir orang yang makan ayam goreng lantas tak mau hidup sederhana
Selera tak bisa memaksa, selama itu syar'i tidak mengapa. Ada yang nyaman dengan batik, ada yang nyaman dengan jubah, ada yang suka dengan sandal, ada juga sepatu
Apalagi bila berhadapan dengan sesama Muslim yang memilih selera yang berbeda dengan kita, seharusnya kita jaga lisan kita dari menyakiti sesama yang beriman
Bila kita memilih meyakini pendapat bolehnya wajah wanita terbuka, ya jangan menyakiti mereka yang berpendapat memakai cadar dengan sebutan ninja hatori atau taliban
Bila kita memilih pendapat meyakini cadar itu sunnah, ya tak perlu mengatakan yang tak bercadar tak tahu malu, mengumpul dosa jariyah, dan segala yang menyakiti telinga
Selera itu tak bisa memaksa, selama dalam koridor syariat, itu keindahan yang Allah berikan pada kita, berkata-katalah yang baik, atau lebih baik kita diam saja
Bisa jadi kita sudah betul, tapi jadi salah karena kesombongan perkataan kita. Boleh jadi mereka tak lebih betul dari kita, tapi tawadhu mereka jadi jalan pahala lebih besar
No comments:
Post a Comment