Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Wednesday, June 26, 2019

    Jangan Malu Ketika Menagih Utang


    Apa hukumnya tidak menagih hutang bagi si pemberi hutang? Saya ingin menagih utang saya tapi sungkan.
    +6281380260213

    Utang adalah kewajiban sesama manusia yang harus dibayarkan. Allah subhanahu wata'ala  tidak akan mengampuni dosa seseorang yang masih punya tanggungan utang atau hak adami. Bahkan, ruhnya masih tergantung antara langit ketika meninggal dunia kalau utangnya belum dibayar atau belum diikhlaskan oleh yang memberikan utang, sebagaimana sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam “Ruh seorang mukmin yang meninggal dunia akan terus menggantung selama hutangnnya belum dilunasi” (HR. Turmudzi)

    Lalu bagaimana hukumnya menagih hutang bagi si pemberi hutang? Tentu saja dia memiliki hak untuk menagih utang. Karena itu adalah hartanya. Sehingga dia tidak perlu malu atau sungkan ketika menagih utang. Karena kita temukan banyak yang merasa malu ketika menagih utang. Padahal dia sendiri membutuhkan uang tersebut. Sementara dia melihat bahwa orang yang dia utangi memiliki kemampuan untuk membayarnya.

    Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi si pemberi hutang ketika menagih hutang.
    Pertama, cara menagih utang. Hendaknya menagih hutang dengan cara yang baik dan lembut. Boleh menyuruh orang lain untuk menagih hutangnya dengan dinasihati supaya berlaku baik ketika menagihnya.

    Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori disebutkan yang artinya,
     “Allah subhanahu wata'ala  akan memberikan kasih sayangNya kepada orang yang bermurah hati ketika menagih utang” (HR. Bukhari).

    Selain itu, jika yang meminjami uang melihat bahwa orang yang dia utangi tidak mampu atau kesulitan membayar utangnya, maka alangkah baik jika ia kembali menangguhkan pembayaran hingga orang yang bersangkutan mampu membayar utangnya atau bahkan memutihkan utangnya. Karena menyedekahkan utang terhadap orang yang menemui kesulitan atau kesukaran ketika mengembalikannya, itu lebih baik.

    Allah subhanahu wata'ala berfirman di dalam quran surat al-Baqoroh 280,

    “Dan, menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”
    Tetapi juga boleh menagih dengan agak “keras” dengan beberapa alasan jika memang orang yang berhutang tidak membayar, padahal dia mampu membayarnya. Hal ini sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, berkata,

    “Seseorang menagih utang kepada Rasulullah saw, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para sahabat hendak memukulnya, maka Nabi shollallahu 'alaihi wasallam  berkata, ‘Biarkan dia. Sesungguhnya dia punya hak, berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya’. Mereka para sahabat berkata ‘kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dan untanya’. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam  bersabda ‘Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya’. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling baik dalam pelunasan utang” (HR. Bukhari).

    Kedua, Anda tidak salah ketika menagih atau mengingatkan. Karena kewajiban orang yang punya piutang mengingatkanya dan menagihnya. Dan tetap boleh menagih lagi di lain waktu. Bahkan, kalau memang ada unsur kesengajaan dia tidak mau bayar sedangkan dia sudah punya untuk membayarnya, maka anda boleh menyita harta miliknya.

    Hal ini sesuai hadis dari Abu Hurairah radiyallahu anhu  berkata, telah bersabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam : “Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya” (HR. Ibnu Majah).

    Ketiga, menunda utang bagi orang mampu itu haram dan kezaliman. Hal ini berdasarkan dalil bahwa rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Menunda-nunda hutang padahal mampu adalah kezaliman” (HR. Thabrani dan Abu Dawud).

    “Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari” (HR. Baihaqi).

    Mestinya kita merenungi hadits dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang berbunyi,

     “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya di hari kiamat nanti karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah).

    Kesimpulannya, Piutang Anda yang ada di teman Anda, boleh Anda tagih sampai dia membayar kalau dia memang mampu dan Anda membutuhkan. Tetapi kalau Anda mengikhlaskan dan menyedekahkannya, tentu itu lebih balk. Semoga kita selamat dan tak terlilit utang.

    No comments:

    Post a Comment