Pak ustadz,
bagaimana caranya supaya rejeki kita diberkahi oleh Allah subhanahu wata'ala.
Terimakasih sebelumnya
Perlu kita
sadari bersama bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyiapkan rezekinya bagi
setiap hambaNya semua orang telah ditentukan kadar rezeki yang akan
diperolehnya.
Namun, meski
begitu, rezeki itu tetaplah harus dicari. Dengan berusaha dan bertawakal kepada
Allah, maka rezeki akan didapatkan.
Tentunya
berusaha untuk memperoleh rezeki itu sudah mampu dilakukan banyak orang. Tapi,
mereka yang mengais rezeki dengan tetap mengikuti adab-adab Islam bisa dibilang
semakin jarang, banyak orang yang menghalalkan segala cara.
Padahal,
dengan memakai adab-adab dalam mencari rezeki, maka rezeki itu akan lebih
berkah. Lantas, apa sajakah adab-adab itu?
Pertama,
tujuan kita bekerja adalah untuk menopang ibadah kita
Allah Ta’ala
tidaklah menciptakan kita kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Allah beriman,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Dan tidaklah
Allah menciptakan alam semesta dan seiisinya kecuali supaya menjadi pendukung
kita beribadah untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Allah berfirman,
وَابْتَغِ
فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al
Qashshash: 77).
Oleh karena
itu, hendaklah kita camkan bahwa niat kita berusaha dan bekerja adalah untuk
mendukung ibadah kita kepada Allah. Kita bekerja untuk mendapatkan uang, untuk
menutupi aurat kita, bisa kuat beribadah shalat, haji, shadaqah, untuk
silaturrahmi ke rumah saudara, membiayai anak yatim, menjaga diri dari
meminta-minta dan lain sebagainya.
Kedua,
mencari rezeki yang halal
Rezeki yang
haram merupakan sebab seseorang terjerumus ke dalam neraka. Sebagaimana sabda
Rasulullah ﷺ, “Setiap jasad yang tumbuh
dari yang haram maka neraka lebih pantas untuknya,” (HR. Ath-Thabrani, dalam
Shahihul Jami).
Ketiga,
tidak bertawakkal kepada sebab datangnya rezeki dan usaha dalam mencarinya
Mengambil
sebab adalah disyari’atkan, akan tetapi bertawakkal dan berserah diri kepada
sebab dan menganggap bahwa sebab tersebut yang dengan sendirinya memberi
manfaat maka ini adalah kesyirikan. Yang seharusnya adalah mengambil sebab dan
tetap bertawakkal kepada Allah yang telah menciptakan sebab tersebut. Kalau
Allah menghendaki maka kita akan diberi rezeki dengan sebab tersebut, dan kalau
Allah menghendaki maka kita tidak diberi rezeki dengan sebab tersebut.
Keempat,
merasa cukup dengan pemberian Allah (Qanaah)
Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Bukanlah
kekayaan itu dari banyaknya perhiasan dunia, akan tetapi kekayaan yang
sebenarnya adalah kekayaan jiwa (merasa cukup dan kaya dengan pemberian
Allah),” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Kelima,
berdoa
Hal inilah
yang dilakukan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam Sebagaimana
diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha bahwasanya Nabi shollallahu
'alaihi wasallam setiap selesai salam dari shalat subuh beliau mengatakan,
اللّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّبًا وَ عَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah
aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang baik, dan amal
shaleh yang diterima,” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani).
Keenam,
jangan sampai kesibukkan kita dalam mencari rezeki melalaikan kita dari
menuntut ilmu, beribadah, dan berdakwah
Mencari rezeki
dan menuntut ilmu bukanlah 2 hal yang bertentangan bagi siapa yang diberi
taufik oleh Allah dan memiliki kesungguhan. Dari Umar bin Khaththab beliau
berkata, “Dulu aku dan tetanggaku dari kaum Anshar tinggal di qabilah Umayyah
bin Zaid di Awali Al-Madinah, kami bergantian pergi ke tempat Rasulullah, hari
ini aku yang pergi, kemudian besok dia yang pergi. Kalau aku yang pergi maka
aku akan kembali kepadanya dengan membawa kabar hari itu baik wahyu maupun yang
lain, dan kalau dia yang pergi maka juga melakukan yang demikian,” (HR.
Al-Bukhari).
Namun ini
semua tidak bisa dilakukan kecuali seseorang memiliki qanaah, kalau tidak maka
akan terbengkalai ilmu, ibadah, dan dakwahnya.
No comments:
Post a Comment