Syahadat dalam bahasa Arab memiliki lebih dari satu makna tergantung konteks kalimatnya. Beberapa makna yang dapat kita temukan dalam kamus bahasa arab di antaranya adalah:
Syahida : melihat, hadir, mengetahui.
Syahida lahi bi… : ikrar, menyatakan, mengakui.
Syahida bi… : berjanji, bersumpah.
Syahidallahu : Allah mengatahui.
Janji dan sumpah hanya akan dilakukan ketika orang benar-benar mengetahui dan yakin dengan apa yang ia nyatakan. Karenanya, ia pasti akan mempertahankan dan memperjuangkan ikrarnya secara sungguh-sungguh. Pernyataan iman berupa syahadatain yang benar adalah persaksian iman yang didasarkan atas ma’rifah, ilmu, pengetahuan, berdasar dalil, bukti, dan argumentasi.
“Karena itu ilmuilah (ketahuilah) bahwa tidak ada tuhan selain Allah”.
Dapat dikatakan bahwa setelah melalui proses pencerahan dengan memperhatikan dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di alam semesta amapun ayat-ayat suci di dalam Kitab-Nya, orang akan dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah itu ada dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Setelah itu, dengan kesadaran yang mendalam ia menyatakan kekaguman, pengagungan, ikrar, dan sumpahnya dengan mengucap, asyhadu anlaa ilaaha illallah. Ia tolah tuhan lain apa pun bentuk dan wujudnya, hanya Allah saja yang ia akui sebagai ilah (tuhan). Ia tidak bermain-main saat mengucapkan persaksiannya itu. Ia mengucapkan dengna penuh kesadaran bahkan kesediaan untuk menjalani segala resiko. Itulah yang disebut iman.
Hadits menyebutkan bahwa iman itu merupakan keyakinan dalam hati yang diucapkan secara lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Iman harus terdiri atas ketiga hal tersebut. Kalau pembenaran (pengakuan) dengan hati saja dan tidak dinyatakan dengan kata-kata, ini disebut kekafiran. Orang-orang kafir –pada waktu itu– bukan tidak mengetahui kebesaran Allah, bahkan mereka sangat memahaminya. Karena keengganannya menyatakan pengakuan hatinya itulah mereka disebut kafir (orang yang menutupi keyakinan hatinya dengna pengingkaran melalui ucapan dan perbuatan). Demikian juga, keimanan tidak benar kalau hanya terdiri atas ucapan dan amal nyata tanpa keyakinan hati, karena ketaatan lahiriyah yang tidak sama dengan keyakinan hati berarti kemunafikan.
Keimanan yang terdiri atas tiga hal itulah keimanan yang dapat menjamin konsistensi. Apapun yang terjadi tidak akan menggoyahkannya bahkan ketika harus menghadapi cobaan yang terberat sekalipun.
Abu Umar Sufyan bin Abdullah bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku sesuatu dalam Islam yang dengan itu aku tidak perlu bertanya lagi kepada orang lain!”
Rasulullah menjawab,
“Katakan! Aku telah beriman kemudian istiqomahlah!” (HR. Muslim)
Konsistensi dalam iman dan ketaatan adalah anugerah Allah yang sangat mahal harganya karena ia akan memunculkan keberanian, ketenangan, dan optimisme sehingga seseorang bebas dari rasa takut, keresahan, dan kecemasan, dalam menjalani kehidupan. Itulah kebahagiaan yang sebenarnya.
No comments:
Post a Comment