Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Friday, August 3, 2018

    Tinggalkan yang Meragukan


    Sahabat hijrah yang berbahagia, diantara hal yang diajarkan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya adalah menjauhi syubhat. Mungkin sahabat bertanya-tanya, apa sih yang dimaksud syubhat. Yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah halal atau haram.
    Lalu gimana dong kalo kita ngadepin permasalahan yang samar kayak gitu? Jika kita menemukan perkara semacam itu, maka lebih utama untuk ditinggalkan.
    Nah sahabat, berkaitan dengan hal ini ada hadits Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang berbunyi,
    إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
    Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yakni yang masih samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
     فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
    Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
     وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
    Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.
     كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
    Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.”
    Hadits riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim
    Nah sahabat hijrah, dari hadits ini kemudian ulama membagi hukum menjadi tiga macam hukum. Ulama bernama Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah mengatakan bahwa hukum dibagi menjadi tiga hukum. Apa saja tiga jenis hukum itu? Yang pertama adalah perkara halal yang telah jelas dalilnya. Yang kedua adalah perkara haram yang telah jelas dalilnya. Yang ketiga adalah perkara syubhat yang tidak diketahui apakah halal atau haram.
    Jadi intinya sahabat, ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits yang tadi kita simak, yaitu halal, haram, dan syubhat.
    Bahkan sahabat, Sebagian ulama sampai-sampai melarang penggunaan kata halal dan haram secara mutlak kecuali pada perkara yang benar-benar ada dalil tegas yang tidak butuh penafsiran lagi.
    Sementara itu, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menjelaskan bahwa ketika kita menemukan perselisihan ulama, maka kita hendaknya memilih pendapat dari ulama yang paling wara’ dan yang paling baik diantara mereka.
    Sementara itu, Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan bahwa Jika terdapat suatu masalah yang terdapat perselisihan ulama. Sebagian menfatwakan boleh, sebagian lagi mengharamkannya. Kedua fatwa tersebut sama-sama membawakan dalil, maka perkara ini dianggap sebagai syubhat karena tidak diketahui sisi halal dan haramnya. Perkara tersebut ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian dan wara’ sampai jelas akan hukum masalah tersebut. Jika akhirnya diketahui perkara tersebut adalah haram, maka ia segera tinggalkan. Jika diketahui halal, maka ia boleh melakukannya. Adapun perkara yang tidak jelas, masih syubhat, maka sikap hati-hati dan wara’ adalah meninggalkannya.
    Nah sahabat hijrah, di hadits yang tadi kita simak ada kalimat,
    فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
    Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
    Nah, di kalimat ini kita bisa mengambil dua faidah besar. Apa itu sob, yakni yang pertama meninggalkan perkara syubhat bisa mensucikan atau menjaga agama kita. Kemudian yang kedua bisa menjaga kehormatan kita. Oleh karena itu, kita nggak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atau menyatakan haram dan halal sampai jelas perkaranya. Jika memang tidak ada dalil yang menjelaskan kehalalan atau keharamannya, maka itu berarti perkara syubhat. Apalagi kalo ulama masih memperdebatkannya dan belum ada ijma atau kesepakatan antara ulama ahlus sunnah. Jelas ya sob?
    Kemudian di hadits tersebut juga disebutkan,
    وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
    Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.
    Nah sob, ini menunjukkan bahwa jika seseorang bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman. Di situ juga dicontohkan ada gembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
    Coba aja kita lihat kambing yang digembalakan di sekitar pagar kebun, ketika si kambing mendekati pagar, lama-lama dia akan melewati pagar karena melihat tanaman yang hijau di dalam pagar. Nah ini perumpamaan yang bagus nih sob, supaya kita jauh-jauh dari dekat pagar hal-hal yang diharamkan.
    Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan bahwa orang yang terjerumus dalam syubhat bisa terjatuh pada yang haram dilihat dari dua sisi:
    Pertama, barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia mudah-mudahan memilih suatu yang masih syubhat alias samar, itu bisa mengantarkannya pada yang haram.
    Kedua,  kebanyakan orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya karena hilang dari dirinya cahaya ilmu dan cahaya sifat wara’, jadinya ia terjatuh dalam keharaman  dalam keadaan ia tidak tahu. Bisa jadi ia berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan.
    Memang sih sob, orang yang lebih suka meremehkan hal-hal yang syubhat karena memang ingin hal yang mudah-mudah, dia meremehkan perkara syubhat dengan alasan-alasan yang terkesan meremehkan. Ah, nggak ada dalil haramnya kok. Kalo ada dalil haramnya baru akan saya tinggalkan.
    Sebagian orang mengatakan bahwa selama masih ada khilaf atau perselisihan ulama, maka kita boleh memilih pendapat mana saja yang kita suka. Padahal nggak boleh kayak gitu, perbedaan pendapat di kalangan ulama bukan dijadikan alasan untuk memilah dan memilih fatwa yang kita sukai, yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Karena kalo sikap kita kayak gini, ya kita sama aja meremehin.
    Oleh karena itu sob, Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa Jika perkaranya syubhat atau samar, maka sepatutnya ditinggalkan. Jika seandainya hal yang ditinggalkan itu haram, berarti telah berlepas diri. tapi jika ternyata halal, maka kita insya Allah mendapatkan ganjaran karena meninggalkannya karena takut terjerumus pada keharaman.
    Sebagaimana kambing yang digembalakan di pinggir pagar, kambing-kambing itu tidak akan sadar ketika masuk ke dalam pagar, karena memang mereka tergoda oleh daun-daun yang ada di dalam pagar. Kita umpamakan yang dipinggir pagar itu perkara syubhat, dan yang didalam perkara haram. Jika kita sudah terbiasa melakukan hal-hal syubhat, maka bisa saja kita terjerumus ke dalam perkara haram.
    Nah sahabat hijrah, sekian pemaparan tentang pentingnya meninggalkan perkara syubhat. Semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh

    No comments:

    Post a Comment