Sahabat hijrah yang berbahagia, diantara hal yang diajarkan
oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya adalah menjauhi
syubhat. Mungkin sahabat bertanya-tanya, apa sih yang dimaksud syubhat. Yang
dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah halal atau
haram.
Lalu gimana dong kalo kita ngadepin permasalahan yang samar
kayak gitu? Jika kita menemukan perkara semacam itu, maka lebih utama untuk
ditinggalkan.
Nah sahabat, berkaitan dengan hal ini ada hadits Rasulullah
shollallahu 'alaihi wasallam yang berbunyi,
إِنَّ
الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ
يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun
jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yakni yang masih samar yang
tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
وَمَنْ
وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia
bisa terjatuh pada perkara haram.
كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ
أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى
اللَّهِ مَحَارِمُهُ
Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di
sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja
memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah
perkara-perkara yang diharamkan-Nya.”
Hadits riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim
Nah sahabat hijrah, dari hadits ini kemudian ulama membagi
hukum menjadi tiga macam hukum. Ulama bernama Ibnu Hajar al-Asqolani
rahimahullah mengatakan bahwa hukum dibagi menjadi tiga hukum. Apa saja tiga
jenis hukum itu? Yang pertama adalah perkara halal yang telah jelas dalilnya.
Yang kedua adalah perkara haram yang telah jelas dalilnya. Yang ketiga adalah
perkara syubhat yang tidak diketahui apakah halal atau haram.
Jadi intinya sahabat, ada tiga hukum yang disebutkan dalam
hadits yang tadi kita simak, yaitu halal, haram, dan syubhat.
Bahkan sahabat, Sebagian ulama sampai-sampai melarang
penggunaan kata halal dan haram secara mutlak kecuali pada perkara yang
benar-benar ada dalil tegas yang tidak butuh penafsiran lagi.
Sementara itu, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menjelaskan bahwa
ketika kita menemukan perselisihan ulama, maka kita hendaknya memilih pendapat
dari ulama yang paling wara’ dan yang paling baik diantara mereka.
Sementara itu, Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan bahwa Jika
terdapat suatu masalah yang terdapat perselisihan ulama. Sebagian menfatwakan
boleh, sebagian lagi mengharamkannya. Kedua fatwa tersebut sama-sama membawakan
dalil, maka perkara ini dianggap sebagai syubhat karena tidak diketahui sisi
halal dan haramnya. Perkara tersebut ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian
dan wara’ sampai jelas akan hukum masalah tersebut. Jika akhirnya diketahui
perkara tersebut adalah haram, maka ia segera tinggalkan. Jika diketahui halal,
maka ia boleh melakukannya. Adapun perkara yang tidak jelas, masih syubhat,
maka sikap hati-hati dan wara’ adalah meninggalkannya.
Nah sahabat hijrah, di hadits yang tadi kita simak ada
kalimat,
فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Nah, di kalimat ini kita bisa mengambil dua faidah besar. Apa
itu sob, yakni yang pertama meninggalkan perkara syubhat bisa mensucikan atau
menjaga agama kita. Kemudian yang kedua bisa menjaga kehormatan kita. Oleh
karena itu, kita nggak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atau menyatakan
haram dan halal sampai jelas perkaranya. Jika memang tidak ada dalil yang
menjelaskan kehalalan atau keharamannya, maka itu berarti perkara syubhat.
Apalagi kalo ulama masih memperdebatkannya dan belum ada ijma atau kesepakatan
antara ulama ahlus sunnah. Jelas ya sob?
Kemudian di hadits tersebut juga disebutkan,
وَمَنْ
وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia
bisa terjatuh pada perkara haram.
Nah sob, ini menunjukkan bahwa jika seseorang
bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara
tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman. Di
situ juga dicontohkan ada gembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar
tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
Coba aja kita lihat kambing yang digembalakan di sekitar
pagar kebun, ketika si kambing mendekati pagar, lama-lama dia akan melewati
pagar karena melihat tanaman yang hijau di dalam pagar. Nah ini perumpamaan
yang bagus nih sob, supaya kita jauh-jauh dari dekat pagar hal-hal yang
diharamkan.
Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan bahwa orang yang terjerumus
dalam syubhat bisa terjatuh pada yang haram dilihat dari dua sisi:
Pertama, barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia
mudah-mudahan memilih suatu yang masih syubhat alias samar, itu bisa mengantarkannya
pada yang haram.
Kedua, kebanyakan
orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya karena hilang dari dirinya
cahaya ilmu dan cahaya sifat wara’, jadinya ia terjatuh dalam keharaman dalam keadaan ia tidak tahu. Bisa jadi ia
berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan.
Memang sih sob, orang yang lebih suka meremehkan hal-hal yang
syubhat karena memang ingin hal yang mudah-mudah, dia meremehkan perkara
syubhat dengan alasan-alasan yang terkesan meremehkan. Ah, nggak ada dalil
haramnya kok. Kalo ada dalil haramnya baru akan saya tinggalkan.
Sebagian orang mengatakan bahwa selama masih ada khilaf atau
perselisihan ulama, maka kita boleh memilih pendapat mana saja yang kita suka. Padahal
nggak boleh kayak gitu, perbedaan pendapat di kalangan ulama bukan dijadikan
alasan untuk memilah dan memilih fatwa yang kita sukai, yang sesuai dengan apa
yang kita inginkan. Karena kalo sikap kita kayak gini, ya kita sama aja
meremehin.
Oleh karena itu sob, Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa Jika
perkaranya syubhat atau samar, maka sepatutnya ditinggalkan. Jika seandainya
hal yang ditinggalkan itu haram, berarti telah berlepas diri. tapi jika
ternyata halal, maka kita insya Allah mendapatkan ganjaran karena
meninggalkannya karena takut terjerumus pada keharaman.
Sebagaimana kambing yang digembalakan di pinggir pagar,
kambing-kambing itu tidak akan sadar ketika masuk ke dalam pagar, karena memang
mereka tergoda oleh daun-daun yang ada di dalam pagar. Kita umpamakan yang
dipinggir pagar itu perkara syubhat, dan yang didalam perkara haram. Jika kita
sudah terbiasa melakukan hal-hal syubhat, maka bisa saja kita terjerumus ke
dalam perkara haram.
Nah sahabat hijrah, sekian pemaparan tentang pentingnya
meninggalkan perkara syubhat. Semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
No comments:
Post a Comment