Jika sudah tertimpa sakit, memang tak ada gunanya mengeluh
atau menyesali keadaan. Pilihan yang paling masuk akal adalah menjadikan
keadaan tersebut sebagai momen berharga bagi perbaikan diri.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bn Muhammad al-Ghazali
mencatat beberapa hal yang harus dilakukan oleh seseorang ketika menderita
sakit.
Pertama, memperbanyak ingat kematian (al-iktsâr min dzikril
maut). Meski tidak selalu, sakit sering menjadi tanda seseorang akan menemui
ajal. Inilah saat tepat si sakit menumbuhkan kesadaran bahwa kelak ia kembali
ke hadirat-Nya. Kendati mengingat kematian seharusnya memang dilakukan setiap
saat.
Kedua, memantapkan diri untuk bertobat dari
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Sakit adalah momen introspeksi dan
membenahi kekurangan yang banyak diperbuat dalam keadaan sehat.
Ketiga, tidak berhenti memuji Allah, memanjatkan
kerendahhatian diri dan doa. Bermujahadah disertai dengan sikap tawadu akan
membuat sakit bukan semata penderitaan melainkan jembatan yang sangat bernilai
bagi peningkatan mutu ketakwaan.
Keempat, menampakkan diri sebagai pribadi yang lemah dan
butuh kepada Allah. Sakit adalah di antara sekian banyak gejala bahwa manusia
memiliki kelemahan. Karena itu, di kala sakit sudah selayaknya ia menjadikan
momen ini untuk penegasan akan kelemahan itu.
Kelima, berobat namun tanpa meninggalkan permohonan
kesembuhan kepada Sang Pembuat Obat. Manusia tetap diharuskan berikhtiar untuk
mencapai kesembuhan dirinya, di saat bersamaan juga harus diiringi permintaan
tolong kepada Allah karena pada hakikatnya kesembuhan itu Dialah penciptanya.
Keenam, menampakkan rasa syukur ketika sedang kuat. Artinya,
sisa energi yang masih ada mesti disyukuri karena itu berarti masih ada
anugerah kesehatan di tengah kondisi sakit. Bandingkan ketika ia ditimpa sakit
yang menyebabkan ia koma alias tak sadarkan diri.
Ketujuh, sedikit mengeluh. Mengeluh adalah hal yang
manusiawi kala seseorang menderita sakit. Namun menjadi tak wajar ketika
keluhan tersebut diumbar terus-menerus. Selain tak memiliki manfaat signifikan,
keluhan hanya akan memperkeruh suasana kejiwaan baik pada diri si sakit maupun
orang-orang yang turut menolongnya.
Kedelapan, menghindari jabat tangan. Kalimat ini bisa
dimaknai secara luas bahwa orang sakit, terutama yang mengidap penyakit
menular, harus sadar akan potensi dirinya menulari orang lain. dengan kata
lain, ia tak boleh bersikap atau melakukan kegiatan yang bisa menyebabkan orang
lain tertular, salah satu di antaranya adalah kontak fisik secara langsung.
Kecuali bila kontak fisik itu diyakini tak akan menimbulkan penularan penyakit.
Wallahu a’lam. []
Sumber: Islampos
Merintih Ketika Sakit
Ibnu Taimiyah pernah memberikan pelajaran yang sangat indah tentang sabar di kala sakit.
Beliau rahimahullah berkata,
Sabar yang indah (yang baik) adalah seseorang bersabar tanpa mengeluh (merintih) rasa sakit pada makhluk. Oleh karena itu, pernah dibacakan kepada Imam Ahmad bin Hambal kala ia sakit bahwa Thowus sangat tidak suka merintih tatkala sakit. Setelah itu Imam Ahmad tidak pernah mengeluh lagi (pada makhluk dengan merintih sakit) sampai waktu ia meninggal dunia.
Adapun mengeluh kepada Allah, Sang Khaliq maka itu tidak menafikan sabar yang jamil (yang indah). Bahkan Ya’qub pernah berkata,
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
“Bersabarlah dengan sabar yang baik” (QS. Yusuf: 18)
Ya’qub berkata,
إنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إلَى اللَّهِ
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS. Yusuf: 86)
www.rumaysho.com
No comments:
Post a Comment