Dulu saya bekerja sebagai sopir taksi, tepatnya pada tahun2004
dan 2008 sebagai pekerjaan sementara sampai saya bisa mencari pekerjaan lain
yang lebih menjanjikan.
Suatu hari, saya berkendara di jalan sekitar Alexandria
sembari mendengarkan lantunan suara Syaikh Mishari Rasyid yang tengah
melantuntkan surat al-Hadid. Saat itulah seorang pria yang kira-kira berusia
60-an menghentikan saya dan meminta untuk mengantar dia ke Karmuz (salah satu
lingkungan tertua di Alexandria.) Dia masuk ke mobil dan saya mulai berkendara
ke tempat tujuannya.
Saya memusatkan perhatian saya pada jalan yang saya lalui,
tapi saya memperhatikan bahwa pria itu sedang kesal. Dia menggoyang-goyang
lututnya dan menggosok kedua tangannya. Memperhatikan kaset yang memutar
murotal dari waktu ke waktu. Dia terus melakukan hal yang demikian sampai
Syaikh Mishari Rasyid membaca ayat berikut,
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(Al-Hadid 57:16)
Dari sinilah cerita itu dimulai.
Pria itu menangis tersedu-sedu, seakan ada beban yang
menghimpit seluruh relung hatinya. Dia tidak menghentikan tangisnya sehingga
mau tidak mau saya menghentikan mobil di sisi jalan untuk menenangkannya. Saya
berusaha berbicara dengannya tapi dia tidak pernah menjawab; dia hanya terus
menangis dan menangis.
Kupikir kaset muratal Alquran yang kuputar adalah alasan
tangisnya, jadi aku mematikan kaset tersebut. Namun, orang tua tersebut meminta
untuk memutar ulang ayat terakhir. Ketika saya melakukannya, dia mulai meratap
lagi. Saya harus menunggu sampai Syaikh menyelesaikan bacaan muratalnya.
Saat itulah pria itu mulai tenang dan mengawali ceritanya;
Maafkan aku anakku. Nama saya Mus'ad. Sebelumnya, saya pernah
menderita penyakit jantung dan anak-anak saya sering mengajak saya ke dokter yang
kebetulan adalah tetangganya ketika saya mengalami serangan jantung di malam
hari. Suatu malam, saya mendapat
serangan jantung dan kami mendatangi dokter seperti biasa, tapi dia pura-pura
tidur dan tidak pernah membuka pintu untuk kami.
Jadi, anak-anak saya membawa saya ke rumah sakit umum dan seperti
yang Anda tahu, tidak ada perawatan yang optimal yang ditawarkan di rumah sakit
umum. Bagaimanapun, saya memberi tahu anak-anak saya bahwa saya membaik.
Sebenarnya, saya hanya ingin mereka pulang karena mereka bekerja di pagi hari
dan mereka tidak mungkin melewatkan pekerjaannya.
Setelah kami sampai di rumah, rasa sakit itu sangat akut.
Saya merasakan sakit yang luar biasa. Jadi, saya meninggalkan rumah saya dan
duduk di sisi Mahammadyah (sebuah kanal air tua di Alexandria).
Berjam-jam, saya terus berdoa kepada Allah dan dengan
sungguh-sungguh meminta Dia untuk menyembuhkan saya dari penyakit jantung ini. Sembari
berurai air mata, saya berkata:
"Ya Allah, Engkau membuatku menderita karena aku tidak
berdoa, tolong, sembuhkanlah aku dan aku tidak akan meninggalkan satu rakaat
pun. Aku tak akan pernah meninggalkan shalat lagi.”
Rasa sakit saya meningkat lagi. Saya kembali menangis akibat
rasa sakit yang tak tertahankan dan antara rasa putus asa. Saya mulai berbicara
dengan nada memaksa “Hentikan! Tidakkah Engkau merasa kasihan padaku ?! "
Beberapa saat kemudian, saya merasa sedikit lebih baik, rasa
sakit itu berangsur mereda dan saya mulai tertidur. Ketika saya terbangun, saya
merasa jauh lebih baik.
Sejak hari itu, saya belum pernah mengalami rasa sakit atau
krisis jantung lagi.
Tapi saya tidak pernah shalat satu rakaat pun. Saya telah
melanggar nadzar saya.
Saat Anda memutar muratal tadi, saya merasa bahwa Allah Yang
Maha Kuasa sedang berbicara kepada saya. Dia menegur saya karena kelalaian saya.
Dia menegur saya karena telah mengingkari janji saya kepada-Nya.”
Apakah Anda berpikir bahwa saya menangis karena saya takut
bahwa Dia akan menyiksa saya dengan penyakit jantung?
Tidak, Demi Allah, tidak! saya hanya merasa malu dan malu
pada diri saya sendiri. Allah memenuhi keinginan saya tapi saya tidak pernah
menepati janji saya.
Pria tua itu menuntaskan kisahnya diselingi oleh air mata
yang terus merembes dari kelopak matanya. Hingga akhirnya dia meminta saya
melanjutkan perjalanan, mengantarkannya ke tempat tujuan. Sungguh, hari itu
saya mendapat pelajaran berharga dari kisahnya. Allah akan memberi hidayah dan
peringatan lewat jalan yang tidak pernah saya sangka. Mungkin pria tua itu
mendapat pelajaran dari sakit jantungnya, dan Allah kembali menegurnya dari muratal
yang saya putar di dalam taksi saya. Dan saya mendapat pelajaran dari kisahnya.
No comments:
Post a Comment