Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Wednesday, December 20, 2017

    Penumpang Taksi yang Menangis

    Dulu saya bekerja sebagai sopir taksi, tepatnya pada tahun2004 dan 2008 sebagai pekerjaan sementara sampai saya bisa mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

    Suatu hari, saya berkendara di jalan sekitar Alexandria sembari mendengarkan lantunan suara Syaikh Mishari Rasyid yang tengah melantuntkan surat al-Hadid. Saat itulah seorang pria yang kira-kira berusia 60-an menghentikan saya dan meminta untuk mengantar dia ke Karmuz (salah satu lingkungan tertua di Alexandria.) Dia masuk ke mobil dan saya mulai berkendara ke tempat tujuannya.

    Saya memusatkan perhatian saya pada jalan yang saya lalui, tapi saya memperhatikan bahwa pria itu sedang kesal. Dia menggoyang-goyang lututnya dan menggosok kedua tangannya. Memperhatikan kaset yang memutar murotal dari waktu ke waktu. Dia terus melakukan hal yang demikian sampai Syaikh Mishari Rasyid membaca ayat berikut,

    Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.

     (Al-Hadid 57:16)

    Dari sinilah cerita itu dimulai.

    Pria itu menangis tersedu-sedu, seakan ada beban yang menghimpit seluruh relung hatinya. Dia tidak menghentikan tangisnya sehingga mau tidak mau saya menghentikan mobil di sisi jalan untuk menenangkannya. Saya berusaha berbicara dengannya tapi dia tidak pernah menjawab; dia hanya terus menangis dan menangis.

    Kupikir kaset muratal Alquran yang kuputar adalah alasan tangisnya, jadi aku mematikan kaset tersebut. Namun, orang tua tersebut meminta untuk memutar ulang ayat terakhir. Ketika saya melakukannya, dia mulai meratap lagi. Saya harus menunggu sampai Syaikh menyelesaikan bacaan muratalnya.

    Saat itulah pria itu mulai tenang dan mengawali ceritanya;

    Maafkan aku anakku. Nama saya Mus'ad. Sebelumnya, saya pernah menderita penyakit jantung dan anak-anak saya sering mengajak saya ke dokter yang kebetulan adalah tetangganya ketika saya mengalami serangan jantung di malam hari.  Suatu malam, saya mendapat serangan jantung dan kami mendatangi dokter seperti biasa, tapi dia pura-pura tidur dan tidak pernah membuka pintu untuk kami.

    Jadi, anak-anak saya membawa saya ke rumah sakit umum dan seperti yang Anda tahu, tidak ada perawatan yang optimal yang ditawarkan di rumah sakit umum. Bagaimanapun, saya memberi tahu anak-anak saya bahwa saya membaik. Sebenarnya, saya hanya ingin mereka pulang karena mereka bekerja di pagi hari dan mereka tidak mungkin melewatkan pekerjaannya.

    Setelah kami sampai di rumah, rasa sakit itu sangat akut. Saya merasakan sakit yang luar biasa. Jadi, saya meninggalkan rumah saya dan duduk di sisi Mahammadyah (sebuah kanal air tua di Alexandria).

    Berjam-jam, saya terus berdoa kepada Allah dan dengan sungguh-sungguh meminta Dia untuk menyembuhkan saya dari penyakit jantung ini. Sembari berurai air mata, saya berkata:

    "Ya Allah, Engkau membuatku menderita karena aku tidak berdoa, tolong, sembuhkanlah aku dan aku tidak akan meninggalkan satu rakaat pun. Aku tak akan pernah meninggalkan shalat lagi.”

    Rasa sakit saya meningkat lagi. Saya kembali menangis akibat rasa sakit yang tak tertahankan dan antara rasa putus asa. Saya mulai berbicara dengan nada memaksa “Hentikan! Tidakkah Engkau  merasa kasihan padaku ?! "

    Beberapa saat kemudian, saya merasa sedikit lebih baik, rasa sakit itu berangsur mereda dan saya mulai tertidur. Ketika saya terbangun, saya merasa jauh lebih baik.

    Sejak hari itu, saya belum pernah mengalami rasa sakit atau krisis jantung lagi.

    Tapi saya tidak pernah shalat satu rakaat pun. Saya telah melanggar nadzar saya.

    Saat Anda memutar muratal tadi, saya merasa bahwa Allah Yang Maha Kuasa sedang berbicara kepada saya. Dia menegur saya karena kelalaian saya. Dia menegur saya karena telah mengingkari janji saya kepada-Nya.”

    Apakah Anda berpikir bahwa saya menangis karena saya takut bahwa Dia akan menyiksa saya dengan penyakit jantung?

    Tidak, Demi Allah, tidak! saya hanya merasa malu dan malu pada diri saya sendiri. Allah memenuhi keinginan saya tapi saya tidak pernah menepati janji saya.

    Pria tua itu menuntaskan kisahnya diselingi oleh air mata yang terus merembes dari kelopak matanya. Hingga akhirnya dia meminta saya melanjutkan perjalanan, mengantarkannya ke tempat tujuan. Sungguh, hari itu saya mendapat pelajaran berharga dari kisahnya. Allah akan memberi hidayah dan peringatan lewat jalan yang tidak pernah saya sangka. Mungkin pria tua itu mendapat pelajaran dari sakit jantungnya, dan Allah kembali menegurnya dari muratal yang saya putar di dalam taksi saya. Dan saya mendapat pelajaran dari kisahnya.

    No comments:

    Post a Comment