Kita mungkin pernah berdebat bahkan sampe jotos jotosan hanya karena membela sesuatu yang tak perlu untuk dibela......Merasa handphone nya paling canggih, paling keren, paling kuat, dan paling mahal.
Tapi kita lupa bahwa di sekitar kita masih banyak orang orang yang mungkin belum atau tidak seberuntung kita yang bisa menikmati teknologi dengan mudah.....
Apalagi kalo kita mau sedikit membuka hati dan pikiran. Bahwa ternyata, dibalik gadget kita yang canggih dan mahal itu, tertanam bulir bulir keringat dan tetesan darah anak anak di bawah umur asal Kongo.
Mereka yang bekerja keras di bawah tekanan "rezim dan mafia" sebagai penambang kobalt (bahan baku pembuat batre gadget dan Smartphone).
Kobalt adalah sejenis logam tambang berwarna perak yang banyak dipakai sebagai bahan baku baterai gadget mobile nyaris semua vendor raksasa dunia. Baru-baru ini, lembaga hak asasi manusia Amnesty International mempublikasikan fakta menyesakkan dada soal penambangan kobalt di Kongo, Afrika.
Amnesty International menggugat banyak perusahaan smartphone besar seperti Apple, Samsung, Microsoft, LG, Sony, Lenovo atas penggunaan kobalt yang berasal dari pemasok yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur, bahkan sampai usia 7 tahun.
"Etalase-etalase glamor berisi gadget dan pemasaran mewah teknologi saat ini sangat kontras dengan gambaran anak-anak yang menggotong karung besar berisi batu dan penambangan yang merayap dalam terowongan buatan tangan, mengabaikan resiko penyakit paru-paru yang bisa mereka derita," ujar Mark Dummett, ilmuwan dari Amnesty International.
Menurut lembaga HAM itu, saat ini ada 40.000 anak-anak yang bekerja di tambang-tambang kobalt di Kongo. Yang lebih tak berperi kemanusiaan, gaji anak-anak itu pasca 12 jam bekerja hanya USD 1 atau Rp 13 ribuan. Bandingkan dengan keuntungan miliaran dollar yang dikantongi perusahaan-perusahaan smartphone itu.
Memang, sekitar 50 persen kobalt yang digunakan untuk baterai Li-Ion berasal dari negara-negara di Afrika. Jadi, ada kemungkinan besar, baterai smartphone yang Anda gunakan saat ini berasal dari keringat anak-anak penambang di Afrika.
Cobalt adalah mineral penting dalam baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang digunakan untuk ponsel pintar, laptop dan mobil listrik. Diperkirakan bahwa ada lebih dari setengah dari total pasokan kobalt dunia berasal dari DRC.
Laporan mengungkapkan bahwa penambang di wilayah selatan dari DRC menjual bijih mereka untuk pedagang independen, yang kemudian menjualnya kepada perusahaan besar untuk pengolahan dan ekspor.
Salah satu pembeli terbesar dari kobalt di wilayah ini adalah Kongo Dongfang Pertambangan Internasional (CDM), peneliti Amnesty internasional mengaku dalam laporannya. CDM merupakan anak perusahaan Zhejiang Huayou Cobalt yang berbasis di Zhejiang Huayou China. Salah satu produsen kobalt terbesar di dunia.
"CDM adalah tempat proses peleburan biji cobalt sebelum di ekspor ke Huayou Cobalt di Cina, yang kemudian akan diproses lebih lanjut," kata laporan AI (Amnesty Internasional). Produk kobalt diproduksi di Huayou Cobalt kemudian dijual ke produsen komponen baterai di Cina dan Korea Selatan. "Mereka, pada gilirannya, akan menjual kepada pembuat baterai yang mengaku memasok teknologi dan perusahaan pembuat mobil, termasuk Apple, Microsoft, Samsung, Sony, Daimler dan Volkswagen," kata kelompok hak asasi internasional tersebut.
Dalam sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh kelompok kampanye HAM global yang berbasis di London, pada 19 Januari dan berjudul, "This is what we die for: Human rights abuses in the Democratic Republic of the Congo power the global trade in cobalt," Amnesty International (AI) mendokumentasikan kondisi berbahaya di mana sebagian anak-anak masih berusia tujuh tahun dan orang dewasa yang bekerja untuk mengekstrak kobalt dari tambang.
Republik Demokratik Kongo, begitu juga dengan pemasok dan pembuat ponsel dan laptop seperti Apple Inc dan Samsung Electronics Co tidak sepenuh hati (sungguh sungguh) memeriksa pemasok mereka dan darimana mereka memperoleh mineral dari tambang yang mengandalkan pekerja anak anak di bawah umur, kata Amnesty International.
Kongo, sebagai salah satu produser kobalt terbesar di dunia, diperkirakan telah menambang lebih dari 67.735 metrik ton bahan baku cobalt pada tahun lalu. Sementara mayoritas adalah hasil dari operasi industri, sebanyak 20 persen berasal dari tambang rakyat di wilayah Katanga Tenggara, di mana orang dewasa dan anak-anak bekerja dalam kondisi yang berbahaya, Amnesty dan Afrika Resources Watch, sebuah organisasi non-pemerintah Kongo, mengatakan dalam laporannya.
Amnesty mengatakan Apple tidak langsung menjawab pertanyaannya tentang pembelian komponen yang mengandung kobalt yang diproses oleh pemasok utamanya yaitu China. Perusahaan sedang mengevaluasi "puluhan bahan yang berbeda, termasuk kobalt, untuk mengidentifikasi risiko tenaga kerja dan lingkungan serta peluang bagi Apple untuk membawa perubahan yang efektif, terukur dan berkelanjutan," mereka mengatakannya kepada Amnesty. Apple, yang berbasis di Cupertino,california menolak berkomentar lebih lanjut ketika di hubungi bloomberg news
Organisasi hak asasi manusia Amnesty International menuduh Apple, Samsung dan Sony, dan yang lainnya, gagal melakukan pemeriksaan dasar untuk memastikan anak-anak melakukan penambangan mineral yang tidak semestinya digunakan dalam produk mereka.
Dalam laporan yang diterbitkan hari Selasa, pengawas mengatakan bahwa anak-anak berumur tujuh tahun bekerja dalam kondisi berbahaya untuk mengekstrak kobalt - komponen penting dari baterai lithium-ion - di DRC.
Berdasarkan dokumen investor publik yang tersedia dan wawancara dengan 87 orang, Amnesty menjelaskan kobalt ditambang di negara Afrika, setengah dari pasokan dunia bersumber dari sana, itu dijual ke perusahaan mineral yang besar, seperti Kongo Dongfang Pertambangan (CDM), sepenuhnya dimiliki anak perusahaan dari raksasa mineral Cina Zhejiang Huayou Cobalt Ltd (Huayou Cobalt).
Perusahaan-perusahaan mengolah bijih, sebelum menjualnya ke perusahaan di Cina dan Korea Selatan, di mana itu digunakan untuk membuat baterai. Amnesty International mengklaim bahwa produsen besar, termasuk Apple, Sony dan Samsung, menggunakan bagian yang mengandung kobalt.
- Apple mengatakan sedang mengevaluasi jika ada kobalt yang berasal dari Huayou atau di mana pun di DRC, mereka mengatakan "kerja di bawah umur tidak pernah ditolerir dalam rantai pasokan kami dan kami"
- Samsung mengatakan "tidak CDM atau Huayou Cobalt terdaftar sebagai pemasok dan dengan demikian Samsung tidak melakukan transaksi bisnis dengan kedua perusahaan tersebut ".
- Sony mengatakan sedang melakukan proses pencarian fakta, tetapi "sejauh ini tidak bisa menemukan hasil yang jelas bahwa produk kami mengandung kobalt berasal dari Katanga di Kongo Kami akan terus penilaian dan memperhatikan hal ini.."
- Daimler, sebagai pemilik Mercedes Mercedes, mengatakan pengadaan perusahaan tidak "terlibat dalam kegiatan mineral atau pembelian komoditas di Republik Demokratik Kongo. Mengenai kasus tertentu di tangan, kita bisa memastikan bahwa kita tidak bersumber dari DRC atau perusahaan secara langsung. "
- Volkswagen mengatakan: "Untuk pengetahuan terbaik kami, kobalt dalam baterai kami tidak berasal dari DRC, CDM atau Huayou Cobalt mereka bukan merupakan bagian dari rantai pasokan kami.."
- Microsoft mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi "dengan jaminan mutlak" jika ada rantai pasokan yang terlibat. "Karena kami rantai pasokan kami sangat komplek, kami tidak dapat mengatakan dengan kepastian yang mutlak bahwa tidak ada sumber kobalt kami dapat ditelusuri ke bijih ditambang di wilayah Katanga," kata Microsoft.
- LG menegaskan bahwa Huayou adalah salah satu pemasok kobalt. "Kami meminta pemasok kami dari bahan katoda untuk mengkonfirmasi apakah mereka menggunakan kobalt berasal Katanga di DRC, dan salah satu pemasok 2-tier kami, Zheijiang Huayou Cobalt Co, Ltd (Huayou Cobalt), telah mengkonfirmasi bahwa produk mereka mengandung kobalt berasal Katanga di Kongo. "
Etalase-etalase glamor berisi gadget dan pemasaran mewah teknologi saat ini sangat kontras dengan gambaran anak-anak yang menggotong karung besar berisi batu dan penambangan yang merayap dalam terowongan buatan tangan, mengabaikan resiko penyakit paru-paru yang bisa mereka derita," ujar Mark Dummett, ilmuwan dari Amnesty International.
"Ini adalah paradoks utama dari era digital, perusahaan yang paling inovatif di dunia yang mampu memasarkan perangkat sangat canggih tanpa diminta untuk menunjukkan darimana sumber dan bahan baku untuk komponen mereka," kata Emmanuel Umpula, direktur eksekutif Afrewatch (Afrika Resources Watch), yang bergabung di Amnesty untuk penelitian masalah ini.
LALU APA YANG BISA KITA LAKUKAN SEBAGAI KONSUMEN DAN PENGGUNA GADGET (SMARTPHONE)?
Ini memang sebuah ironi, ibarat buah simalakama......Sebagai pengguna smartphone dan gadget lainnya yang terindikasi menggunakan batre hasil dari ekspolitasi pekerja anak anak di bawah umur. Kita tidak perlu membuang atau tidak lagi menggunakan smartphone kita sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap mereka yang harusnya bertanggung jawab (terutama perusahaan pembuat smartphone, supplier batre, dan para pengusaha tambang di Kongo.
Cara yang paling bijaksana dan paling realistis adalah :
1. Mohon untuk tidak sering sering mengganti gadget atau smartphone (pergunakan smartphone sesuai fungsi dan bijaksana)
2. Ini lebih kepada bentuk simpati dan empati, maka perlakukan dan gunakan smartphone sebagaimana mestinya, wajar, dan tidak berlebihan
3. Jika ada petisi mohon untuk ikut serta mengisinya
4. Lakukan apapun bentuk perjuangan kita baik melalui protes, somasi, dan tindakan lainnya yang memungkinkan.
5. Berdoa kepada Tuhan semoga kejahatan kemanusiaan ini segera dihentikan (sebab tak ada yang mustahil bagi Tuhan untuk bertindak dengan cara-Nya sendiri.
Sumber: Facebook
Monday, March 21, 2016
Slider
No comments:
Post a Comment