Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Wednesday, August 30, 2017

    Hidayah yang Kedua

    Namaku Maurice Alexander. Aku merasa Allah telah memberiku anugerah yang sangat besar dengan memberiku kesempatan untuk mengenal islam dan mengucapkan Syahadat.

    Sebelum aku menyadari adanya jalan keselamatan yang menuntunku dari segala jalan yang semu, aku memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Akan tetapi aku tidak menemukan jalan yang pasti untuk bisa aku tempuh. Aku tidak menemukan keyakinan yang memuaskan ketika aku datang ke gereja. Bahkan gereja manapun yang aku hadiri. Tidak peduli katolik atau anglikan.

    Aku merasa selalu ada kemunafikan dari para pengunjung gereja. Dimana mereka merasa terbebas dari dosa hanya karena penebusan dosa Yesus Kristus. Sehingga mungkin saja ada orang yang berpikiran bahwa dia bebas untuk melakukan kesalahan. Tidak perlu khawatir engkau masuk neraka, asalkan engkau percaya kepada yesus, maka engkau akan selamat. Bagiku, ini benar-benar tidak masuk akal.

    Yang tidak lebih aku mengerti adalah mengapa kita harus melalui Yesus atau pendeta untuk menemui Tuhan? Kenapa tidak langsung kepada Tuhan?

    Aku menjalani hidup sebagaimana yang harus aku lakukan sebagaimana mestinya. Aku mengakui sebagai seorang Kristen, hanya karena itu adalah agama yang telah orang tuaku kenalkan selama hidupku. Aku bekerja keras, berusaha jujur dan merawat keluarga, serta berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain. Semua itu kulakukan bukan karena panggilan agama atau karena ajaran Yesus, tapi karena aku manusia yang sudah sepantasnya hidup wajar dalam kehidupan.

    Pada tahun 1977, aku bertemu dengan seorang perempuan yang luar biasa. Bermula dari dirinyalah aku bisa berubah dan menemukan jalan hidupku. Dia adalah seorang mahasiswi dari London. Sama halnya seperti diriku, dia bukan seorang Kristen yang taat, dan bahkan lebih cenderung seorang agnostic.

    Tapi perempuan ini menjelaskan kepadaku tentang islam yang dia ketahui. Saat itu kami sedang berdiskusi tentang agama-agama yang kami ketahui. Dan dia mengutarakan berbagai hal yang dia ketahui tentang islam. Dia mengetahui itu semua dari teman muslimnya.

    Dia mengatakan bahwa hanya ada satu Tuhan dan bahwa manusia dilahirkan untuk menyembahnya. Tidak ada konsep trinitas yang membingungkan. Dan yesus adalah seorang Rasul yang diutus Tuhan untuk bani Israel dan Maria adalah gadis suci yang mengalami cobaan. Aku kira ini benar-benar masuk akal.

    Dia juga menjelaskan kepadaku bahwa semua aktifitas seorang muslim bernilai ibadah di hadapan Tuhan. Mereka bekerja bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi juga karena atas dasar ketaatan. Allah memerintahkan untuk bekerja.

    Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 1977 kami menikah dan tak lama lama setelah itu, dengan hati yang penuh keyakinan kami mengucapkan dua kalimat syahadat di masjid terdekat. Betapa bahagianya kami saat itu. Kami memulai har-hati kami dengan keyakinan baru yang kami pegang.
    Fatalnya, aku ternyata belum sepenuhnya menjalankan islam. Aku mengira bahwa berislam hanya cukup dengan bersaksi Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Setelah aku mengucapkannya, aku tak lagi merasa ada yang kurang dari diriku. Aku merasa cukup dengan dua persaksian tersebut. Tanpa pernah melakukan shalat, puasa dan hukum-hukum syariat lainnya. Keadaan ini berlanjut sampai tahun 1987.

    Akan tetapi, di satu hari saya mulai membaca buku-buku tentang islam hanya karena ingin mengajari anakku tentang agama yang dianut oleh orang tuanya sebelum dia benar-benar masuk sekolah umum. Saat itu umurnya tiga tahun.

    Dari sinilah aku menyadari bahwa selama ini aku belum benar-benar menjadi muslim. Aku meminjam buku-buku tersebut dari teman muslimku dan ternyata banyak hal yang belum aku ketahui. Ternyata tidak hanya cukup mengucapkan syahadat untuk menjadi seorang muslim.

    Aku sadar, aku belum benar-benar memenuhi kewajibanku kepada Allah. Aku pikir hanya dengan bersaksi tidak ada yang layak disembah selain Allah telah mencukupi.

    Mulai saat itu, seakan-akan aku kembali mengenal islam seperti pertama kali aku mengenalnya dari istriku sebelum menikah dengannya. Seakan-akan ini adalah hidayah Allah untuk yang kedua kalinya. Aku benar-benar beruntung. Allah tidak membiarkanku melangkah setengah jalan.

    Mulai saat itu, aku belajar untuk shalat, membayar zakat, dan berziarah ke tanah Mekah untuk melaksanakan rukun islam yang kelima, dan tentunya bergabung dengan komunitas muslim di sekitarku. Aku ingin menjadi bagian dari jamaah yang solid. Hal ini bisa menambah keimanan dan kekuatanku.


    Aku dan istriku sepertinya harus kembali memulai lembaran baru dalam hidup kamu. Lembaran pertama, kami mengenal islam dan mulai menjadi seorang muslim dengan mengucapkan syahadat. Dan lembaran berikutnya, kami telah sadar bahwa kami harus benar-benar menjadi muslim seutuhnya. Semua berkat Hidayah-Nya.

    No comments:

    Post a Comment