Aku adalah seorang gadis Amerika yang dibesarkan di sebuah
keluarga Kristen yang sangat taat dan fanatik. Pada saat aku berusia 16 tahun,
aku menjadi seorang gadis Kristen yang taat dan saleh. Bahkan gereja seperti
rumah kedua bagiku. Aku sangat menikmatinya.
Aku juga telah membaca dan mempelajari alkitab secara
teratur. Semakin aku dalam mempelajarinya, semakin aku bingung dengan alkitabku
sendiri. Aku menemukan banyak kesalahan di dalam alkitab. Banyak cerita yang
saling bertentangan di dalamnya. Jadi aku bertanya kepada nenek atau pastor
gereja tentang hal itu. Akan tetapi aku tidak pernah mendapatkan jawaban yang
solid. Alih-alih seakan-akan mereka tidak suka aku bertingkah aneh dan
mempertanyakan alkitab. Itu seperti aku dianggap membangkang terhadap ajaran
Yesus Kristus.
Aku diingatkan oleh pastorku untuk tidak mempermasalahkan
hal-hal yang sepele di dalam alkitab. Dia mengatakan bahwa itu di luar nalar
kita sebagai manusia. Jadi untuk sementara aku berusaha memendam rasa penasaran
di dalam hatiku.
Kemudian di awal umur 20-an aku diangkat sebagai pastor muda
di gereja lokal dimana aku tinggal. Pada saat inilah, studiku terhadap ajaran
alkitab semakin menguat. Semakin aku mempelajarinya, pertanyaan-pertanyaan yang
dulu sempat aku pendam kembali muncul ke permukaan. Hal ini membuatku merasa
gelisah.
Karena aku tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari
gereja, aku memutuskan untuk mendaftar ke Bible College. Aku yakin bahwa aku
akan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku selama ini.
Akan tetapi itu hanya menjadi harapan dan mimpi. Karena saya
tidak menemukan jawaban yang saya inginkan. Karena itu, aku berusaha
meringankan beban yang ada di pikiranku dan memutuskan untuk turun dari jabatan
“pastor muda”. Aku merasa tidak bisa lagi memimpin para remaja menuju jalan
Yesus. Bagaimana aku memimpin mereka, sementara aku sendiri merasa bingung
dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Akulah yang sebenarnya
membutuhkan pemimpin.
Suatu malam aku menyalakan TV dan kebetulan langsung menuju
CNN. Mereka melaporkan peristiwa langsung dari Irak. Lalu, di latar belakang
aku melihat wanita terindah yang pernah aku lihat.
Dia dihiasi hanya hitam dari kepala sampai kaki. Dia sangat
sederhana, dan bagiku itu membuatnya cantik sekali. Aku tahu bahwa dia seorang wanita
Muslim tapi aku tidak tahu seperti apa keyakinan yang dianut oleh setiap
muslim.
Aku merasa terkesan dengan pakaian yang dipakai oleh
wanita-wanita muslim. Bagiku mereka begitu unik dan lebih tepatnya terjaga dan
terhormat. Hal ini memicu minatku untuk mengetahui kultur muslim lebih jauh. Di
hatiku terbersit keinginan untuk menjadi seperti wanita itu. Terlihat saleh dan
sederhana. Aku merasa heran kenapa gereja tidak mempermasalahkan wanita-wanita
yang bebas memamerkan tubuh mereka. Padahal aku tahu bunda Maria pun berpakaian
tertutup. Dari sinilah pencarianku dimulai.
Aku langsung berselancar di internet. Kata kunci yang pertama
kali aku masukan adalah “busana wanita muslim”. Inilah saat aku menemukan dua
kata yang baru. “Jilbab” dan “Niqab”. Wikipedia juga menyebut wanita yang
memakainya sebagai Hijabis atau Niqabis.
Suatu sore aku mengikuti komunitas memasak dengan remaja
putri di sekitar rumahku. Tanpa sengaja aku bertemu dengan tetangga jauh yang
sudah lama tidak bertemu. Rupaya dia sibuk dengan pekerjaannya. Entah kenapa,
obrolan kami tiba-tiba beralih topik menjadi pembicaraan masalah agama dan
spiritualitas.
Dia berkata, "Anda tahu bahwa orang Kristen biasanya
akan menghadap Tuhan ketika dia mempunyai masalah saja. dia akan pergi ke
gereja ketika dia mulai merasa frustasi.”
Aku hanya mengangguk setuju tapi tidak yakin apa maksud dari
kata-kata yang dia lontarkan.
Tetanggaku itu menambahkan, "Ya, Anda tahu orang-orang
Muslim itu ibadah 5 kali sehari tanpa pernah berhenti. Dan kita orang Kristen tidak
bisa meluangkan waktu untuk beribadah sekali dalam sehari.”
Jujur, kata-kata tersebut terus terngiang-ngiang di telinga
saya, bahkan hingga acara selesai. Setelah aku pulang, tanpa menunggu lagi aku
langsung membuka computer dan mencari tentang kepercayaan muslim dari sambungan
internet. Setelah membaca beberapa artikel dari website islam, aku merasa kagum
pada keyakinan mereka. Aku merasa,keyakinan meraka begitu rasional.
Tapi aku memastikan bahwa tidak ada yang tersembunyi di dalam
keyakinan mereka. Aku tidak akan gegabah menerima islam sebagai agama yang
benar sebelum benar-benar mengetahuinya secara mendalam.
Beberapa minggu berikutnya aku pergi ke masjid terdekat, yang
kebetulan berjarak 50 mil jauhnya, meminta informasi. Mereka menyambutku dengan
antusias, memperlakukanku dengan baik. Sebelum pulang, mereka memberiku
beberapa buku untuk mengenal islam lebih dalam. Setelah itu, aku membaca buku
yang diberikan oleh masjid tersebut hingga pagi.
Setelah beberapa bulan meneliti dan membaca, aku memutuskan
untuk menjadi seorang muslim. Aku merasakan kedamaian yang telah lama hilang
dari hidupku. Aku juga menemukan jawaban-jawaban dari semua pertanyaan yang
telah menggangguku selama bertahun-tahun. Kini aku berusaha untuk membaca dan
memahami al-quran, mengikuti halaqoh islam dimana aku mengucapkan syahadat. Masjid
yang sama ketika aku mendapatkan buku-buku tentang islam. Dan tentunya, aku
menutup kepalaku dengan hijab.
Jujur, selama menjadi seorang Kristen, aku tidak suka memakai
pakaian yang ‘menantang’. Dan sekarang, setelah menjadi seorang muslim, aku
merasa nyaman dengan pakaianku. Lagi pula, dari sinilah awal mula Allah
memberiku petunjuk dengan kebenaran. Ya, aku kagum dengan Hijab, dan sekarang
aku memakainya karena rasa cintaku kepada Allah
Kisah Latasha sebagaimana dimuat aboutislam.net. alih bahasa
oleh Husni Mubarok
No comments:
Post a Comment