Dikisahkan bahwa Muhammad bin Sirin pernah membeli madu. Tapi dia tidak langsung membayarnya saat itu. Madu yang dibelinya satu gentong besar yang isinya sangat banyak. Ketika beliau membuka gentong itu, ternyata di dalamnya ada bangkai tikus. Muhammad bin Sirin pun membuang madu itu dan tidak menggunakannya. Semua madu itu dibuangnya begitu saja.
Kemudian orang-orang berkata kepada Muhamamd bin Sirin, Wahai Ibnu Sirin, kenapa kamu tidak mengembalikan madu itu kepada penjualnya. Kamu telah dicurangi si pedagang karena membeli madu yang didalamnya ada bangkai tikus.”
Muhammad bin Sirin menjawab, “Jika aku mengembalikannya, aku khawatir pedagang itu akan menjualnya lagi kepada yang lain.”
Kemudian yang lain berkata, “Wahai Muhammad bin Sirin, tinggal kamu angkat tikusnya, yang lainnya jual!”
“Kenapa kok harus semuanya dibuang?”
Dia menjawab, “Demi Allah saudaraku, aku tidak tahu tetesan yang mana yang telah tercemar bakteri dan kotoran tikus. Jika saya menjualnya, maka saya telah menipu. Lebih baik saya rugi di dunia daripada saya dihisab sama Allah di hari Kiamat.”
Muhammad bin Sirin lebih memilih untuk rugi di dunia daripada rugi di akhirat.
Kemudian keesokan harinya, penjual madu datang menagih uangnya. “Wahai Ibnu Sirin, saya ingin mengambil uangku,” ujar si pedagang madu.
Tapi sayangnya, Ibnu Sirin belum punya uang untuk bayar. “Saya belum punya uang.”
“Lalu bagaimana?” tanya si penjual madu.
“Beri saya waktu,” pinta Ibnu Sirin.
Akhirnya Muhammad bin Sirin diberi waktu untuk membayar. Waktu berjalan dan pedagang itu kembali menagih. Tapi ternyata Muhammad bin Sirin masih belum punya uang untuk membayar. Akhirnya Muhammad bin Sirin diadukan ke hakim dan beliau dipenjara karena tidak mampu membayar hutang.
Penjaga penjara tahu bahwa Muhammad bin Sirin seorang ulama. Dia merasa kasihan kepada beliau. Penjaga penjara itu pun berkata, “Wahai Syaikh, kamu bisa pulang malam hari dan tidur bersama keluargamu. Silakan besok anda datang kembali di pagi hari sehingga orang-orang tidak ada yang tahu.”
Ibnu Sirin menjawab, “Demi Allah, saya akan tetap tinggal di dalam penjara sampai hutang saya terbayar.”
Hingga akhirnya Muhammad bin Sirin dibebaskan karena ada orang yang membayar hutangnya.
Kemudian orang-orang berkata kepada Muhamamd bin Sirin, Wahai Ibnu Sirin, kenapa kamu tidak mengembalikan madu itu kepada penjualnya. Kamu telah dicurangi si pedagang karena membeli madu yang didalamnya ada bangkai tikus.”
Muhammad bin Sirin menjawab, “Jika aku mengembalikannya, aku khawatir pedagang itu akan menjualnya lagi kepada yang lain.”
Kemudian yang lain berkata, “Wahai Muhammad bin Sirin, tinggal kamu angkat tikusnya, yang lainnya jual!”
“Kenapa kok harus semuanya dibuang?”
Dia menjawab, “Demi Allah saudaraku, aku tidak tahu tetesan yang mana yang telah tercemar bakteri dan kotoran tikus. Jika saya menjualnya, maka saya telah menipu. Lebih baik saya rugi di dunia daripada saya dihisab sama Allah di hari Kiamat.”
Muhammad bin Sirin lebih memilih untuk rugi di dunia daripada rugi di akhirat.
Kemudian keesokan harinya, penjual madu datang menagih uangnya. “Wahai Ibnu Sirin, saya ingin mengambil uangku,” ujar si pedagang madu.
Tapi sayangnya, Ibnu Sirin belum punya uang untuk bayar. “Saya belum punya uang.”
“Lalu bagaimana?” tanya si penjual madu.
“Beri saya waktu,” pinta Ibnu Sirin.
Akhirnya Muhammad bin Sirin diberi waktu untuk membayar. Waktu berjalan dan pedagang itu kembali menagih. Tapi ternyata Muhammad bin Sirin masih belum punya uang untuk membayar. Akhirnya Muhammad bin Sirin diadukan ke hakim dan beliau dipenjara karena tidak mampu membayar hutang.
Penjaga penjara tahu bahwa Muhammad bin Sirin seorang ulama. Dia merasa kasihan kepada beliau. Penjaga penjara itu pun berkata, “Wahai Syaikh, kamu bisa pulang malam hari dan tidur bersama keluargamu. Silakan besok anda datang kembali di pagi hari sehingga orang-orang tidak ada yang tahu.”
Ibnu Sirin menjawab, “Demi Allah, saya akan tetap tinggal di dalam penjara sampai hutang saya terbayar.”
Hingga akhirnya Muhammad bin Sirin dibebaskan karena ada orang yang membayar hutangnya.
No comments:
Post a Comment