Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh pak Ustadz
Saya mau tanya, bagaimana hukumnya menantu laki-laki usia 55
tahun mencium pipi kiri dan kanan ibu mertuanya yang berusia 62 tahun. Baru 4
bulan ini ibu saya memiliki menantu ini. Terimakasih.
Berkaitan dengan permasalahan ini kita harus tahu bahwa
menyentuh wanita yang bukan mahrom adalah haram hukumnya. Bahkan Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam pun tidak menjabat tangan para wanita ketika membaiat mereka.
Aisyah radiyallahu anha berkata,
وَاللَّهِ مَا أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- عَلَى النِّسَاءِ قَطُّ إِلاَّ بِمَا أَمَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى
وَمَا مَسَّتْ كَفُّ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَفَّ امْرَأَةٍ قَطُّ وَكَانَ
يَقُولُ لَهُنَّ إِذَا أَخَذَ عَلَيْهِنَّ « قَدْ بَايَعْتُكُنَّ ». كَلاَمًا.
“Demi Allah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali
sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh
tangan mereka. Ketika baiat, beliau
hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” (HR.
Muslim).
Kemudian di dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ
مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh
lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR.
Thabrani).
Nah, hadis ini sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan
tersebut, walau hadis tersebut dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama
lainnya. Yang diancam dalam hadis di atas adalah menyentuh wanita. Sedangkan
bersalaman atau berjabat tangan sudah termasuk dalam perbuatan menyentuh.
Adapun berjabat tangan dengan wanita yang masih ada ikatan
mahram, maka ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah membolehkannya. Dalam
pendapat lainnya ulama Hanabilah membolehkan menyentuh mahram selama bukan di
aurat dan selama aman dari fitnah atau godaan syahwat. Alasannya, menyentuh
mahram -selain pada aurat- adalah lebih cenderung pada sifat ingin memupuk rasa
kasih sayang, amat jarang sentuhan yang
terjadi adalah dengan syahwat atau rangsangan. Jika menyentuh wanita saja
dibolehkan, maka demikian halnya dengan bersalaman atau berjabat tangan.
Adapun ibu mertua adalah mahram muabbad bagi menantunya,
artinya haram dinikahi selamanya meskipun istri atau anak dari mertua telah
cerai atau meninggal dunia. Sebagaimana disebutkan dalam penggalan ayat
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu …” Wanita yang haram
dinikahi lainnya disebutkan dalam kelanjutan ayat di antaranya,
وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ
ibu-ibu isterimu
(mertua) (QS. An Nisa’: 22-23).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Adapun ibu mertua,
maka ia menjadi mahrom ketika terjadinya akad nikah dengan anaknya, walau si
anak sudah atau belum disetubuhi.”
Jika demikian, maka seorang pria boleh berjabat tangan
dengan ibu mertua selama aman dari fitnah dan godaan syahwat. Jika ternyata
menimbulkan syahwat atau fitnah, maka tentu hukumnya haram dan harus dihindari.
No comments:
Post a Comment