Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Friday, August 3, 2018

    Udah Maafin Aja


    Sahabat hijrah yang berbahagia, menjadi seorang pemaaf itu hal yang keren lho. Dengan menjadi pribadi yang pemaaf, hidup kita jauh lebih tentram dan tentunya disukai orang-orang. Sahabat, mungkin ketika ada orang yang menyakiti kita, kita terpancing untuk membalas sikap buruknya. Atau bahkan lebih parah lagi, walaupun orang yang bersangkutan tidak sengaja menyakiti kita, kita masih ingin membalasnya. Sudahlah sob, maafkan saja.
    Memang sih wajar jika kita merasa jengkel ketika ada orang lain yang berbuat seenaknya sama kita, tapi dibalik itu semua, sifat pemaaf adalah sifat yang mulia dan nggak boleh kita anggap remeh. Apalagi islam telah menekankan kita untuk menjadi seorang pemaaf.
    Nggak percaya? Mari kita simak quran surat Fushilat ayat 34 berikut,
    وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
    Tentu tidaklah sama antara kebajikan dengan kejahatan. Balaslah dengan cara- cara yang lebih baik, niscaya dalam sekejap antara dirimu dan orang yang memusuhimu akan terjalin hubungan baik, seakan-akan dia adalah pembelamu yang paling setia”
    Nah sob, di ayat ini disebutkan untuk membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan. Coba saja, ketika ada orang yang membuat kita jengkel atau menyakiti kita, balaslah dengan kebaikan. Pasti dia akan malu atau setidaknya sikapnya berubah. Bahkan bisa jadi menjadi teman.
    Memang terasa berat sih ketika kita harus memaafkan, apalagi membalasnya dengan kebaikan. Misalkan memberi hadiah atau mengunjunginya. Atau ketika dia cemberut kita balas dengan senyum, ketika dicaci maki, kita balas dengan kata-kata yang lembut dan tatapan yang menentramkan. Memang perlu sikap lapang dada untuk melakukannya.
    Kalau kita berat melakukannya, maka itu berarti kita bukan termasuk orang yang istimewa, kita orang rendahan yang berada di bawah standar dari kesholihan. Karena memaafkan adalah sifat orang sholeh. Makanya Allah subhanahu wata'ala berfirman di dalam quran surat Fushilat ayat 35,
    وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
    Sikap itu tidaklah dikaruniakan kecuali kepada orang-orang yang bersabar dan tidaklah dikatuniakan kecuali kepada orang- orang yangdapat keberuntungan besar”
    Marilah kita belajar menjadi orang-orang yang berjiwa besar, agar kita beruntung besar.
    Sahabat hijrah, pribadi yang pemaaf identik dengan kesabaran dari menahan amarah dan keinginan untuk membalas dendam. Orang yang pemaaf tidak akan pernah menuruti kemarahan dan kejengkelan yang timbul. Dia juga tidak akan pernah memelihara sikap dendam.
    Sahabat, cukup Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menjadi teladan bagi kita dalam mengelola kesabaran dan menjadi pribadi yang lapang dada.
    Di dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan,
    “Rasulullah sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap seorang wanita ataupun pelayan, melainkan di waktu beliau shollallahu 'alaihi wasallam  sedang berjihad fisabilillah, yakni di medan pertempuran melawan kaum kafir. Beliau juga tidak pernah membalas keburukan orang yang menyakiti beliau, kecuali jika ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka beliau memberikan pembalasan karena mengharapkan keridhaan Allah Ta'ala.
    Bahkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Bukhori disebutkan bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seorang Nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucuran darah, dan ia mengusap darah dari wajahnya sembari mengatakan,
     اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
     “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”.
    Sahabat hijrah yang berbahagia, Selain meneladani Rasulullah, kita juga bisa meneladani para Sahabat rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dalam hal memaafkan. Hal yang harus kita tiru adalah kelapangan dada Abu Bakar as-shidiq dalam memaafkan kerabatnya yang menyebarkan berita bohong tentang putrinya sendiri, yakni Ibunda Aisyah radiyallahu anhu.
    Disebutkan bahwa Bakar as-Shiddiq Radhiallahu ‘anhu dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sering memberikan sedekah kepada fakir miskin, terutama yang masih ada hubungan kekerabatan dengannya. Satu di antara orang yang biasa dia santuni adalah Misthah bin Utsatsah, anak bibinya yang tergolong miskin.
    Sayangnya Misthah kurang berhati-hati menjaga lidahnya. Pada saat beredar fitnah bahwa ‘Aisyah binti Abu Bakr Radhiallahu ‘anhuma telah berselingkuh, Misthah ikut serta menyebarkan fitnah tersebut. Sehingga ketika turun ayat yang menjelaskan bahwa tuduhan itu merupakan berita bohong, Abu Bakar marah kepada Misthah serta bersumpah tidak akan berbuat baik dan memberi bantuan nafkah lagi kepadanya.

    Namun rupanya Allah tidak menyukai sikap Abu Bakr tersebut. Allah subhanahu wata'ala  kemudian memberikan teguran kepada Abu Bakr karena bersumpah untuk tidak akan berbuat baik lagi kepada Misthah.
    Teguran Allah subhanahu wata'ala tertuang di dalam quran surat an-Nur ayat 22,
    وَلَا يَأْتَلِ أُوْلُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
    Yang artinya,
    Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
    Setelah Abu Bakr mendengar ayat tersebut beliau berkata, “Benar, demi Allah aku senang bila Allah mengampuni dosa-dosaku dan aku akan memberi nafkah kepada Misthah lagi.”
    Nah sahabat hijrah, di ayat tersebut ada kalimat,
    أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
    Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
    Nah sob, dari penggalan ayat ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain pasti akan diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala. Pastinya kita ingin diampuni oleh Allah kan? Nah, salah satu jalan untuk mendapatkan ampunan Allah subhanahu wata'ala adalah dengan memaafkan kesalahan orang lain. Kita memaafkan kesalahan orang lain, dan Allah subhanahu wata'ala memaafkan atau menghapus dosa-dosa kita. Subhanallah sob, siapa yang nggak mau diampuni oleh Allah?
    Sahabat hijrah yang berbahagia, terkadang keengganan untuk memberi maaf akan menguat ketika ada kesempatan untuk membalas dendam terhampar luas. Ditambah lagi jika status sosial yang membuat kesalahan itu berada di bawah kita. Untuk itu kita harus menjaga diri dan meminta kepada Allah subhanahu wata'ala untuk menjaga kita dari keburukan rasa dendam.
    Karena sahabat hijrah, Untuk bisa memaafkan orang yang telah berbuat zalim kepada kita butuh kebesaran jiwa dan kelapangan hati.
    Mungkin sobat hijrah ada yang bertanya, lho, bukannya di dalam islam itu ada konsep keadilan? Bukankah kita diperbolehkan menuntut balas atas keburukan yang kita terima? Lalu bukanlah di dalam islam juga ada qishosh?
    Memang sih dalam syariat Islam diperbolehkan untuk menuntut balas terhadap kejahatan yang ditimpakan kepada kita dengan balasan yang serupa. Namun memaafkan merupakan sikap yang jauh lebih baik dan lebih mulia daripada membalas kejahatannya meski dengan balasan yang serupa.
    Ingat lho sob, Allah subhanahu wata'ala berfirman di dalam quran surat asy-Syuro ayat 40,
    وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
    Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.”
    Kemudian di surat yang sama di ayat yang ke 43 Allah subhanahu wata'ala juga berfirman,
    وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
    Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.”
    Sikap mulia inilah yang dicontohkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq. Atas petunjuk dari Allah, dia lebih memilih memaafkan anak bibinya dengan tulus daripada membalas kejahatannya meski dia berada pada pihak yang benar dan juga mampu untuk melakukan pembalasan karena status sosial jauh lebih tinggi daripada anak bibinya itu. Akhlaq mulia yang dimiliki Abu Bakr ini patut kita teladani dan kita tumbuhsuburkan dalam pribadi kita.
    Akhir kalam, semoga kita menjadi generasi muda yang pemaaf ya sob. Semoga bermanfaat.
    Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh.


    No comments:

    Post a Comment