Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Wednesday, December 27, 2017

    Yesus Meninggal, Siapa yang Mengatur Alam Semesta?

    Aku adalah seorang katolik yang taat. Tapi kedua anakku lebih memilih menjadi muslim. Entahlah, mungkin mereka menemukan jalan mereka sendiri. Mau tak mau aku harus merelakan mereka sesuai apa yang mereka inginkan.

    Aku mengunjungi putriku yang tinggal di Arab Saudi. Pertama kali aku menginjakan kaki di negeri tersebut, aku mulai jatuh cinta dengan negaranya, cuaca dan orang-orangnya. Aku tidak ingin pulang setelah enam bulan tinggal di sana. Jadi aku minta perpanjangan waktu.  Aku selalu mendengar alunan adzan lima kali dalam sehari. Dan aku merasa takjub ketika orang-orang mulai menutup toko-toko mereka dan bergegas menuju masjid.

    Meskipun sangat menyentuh, tapi bagiku saat itu, kristen adalah agamaku yang harus aku pegang kuat dan telah diwariskan dari kedua orang tuaku dahulu. Saat itu aku menganggap tak ada yang lebih baik dari kristen walau islam pun menurut yang aku lihat tidak terlalu buruk.

    Aku membaca alkitab secara rutin di setiap harinya. Setiap pagi dan sore aku setia mengucapkan Rosario. Tidak pernah ada yang mengusikku tentang apa yang aku lakukan. Putriku juga tidak pernah mempersoalkan semua apa yang aku lakukan. Tidak juga berbicara tentang islam dan mengajakku untuk ikut agama yang dia anut. Mereka menghormatiku dan mengizinkan aku untuk mempraktekan agamaku sendiri.

    Anak lelakiku yang tinggal di negara tetangga datang ke arab Saudi untuk mengunjungiku. Dia tahu bahwa aku telah lama tinggal di rumah saudari kandungnya, sehingga dia menyempatkan diri untuk datang. Aku sangat senang kala itu. Tapi rasa bahagia itu terusik ketika anak lelakiku itu mulai berbicara tentang agama dan Keesaan Tuhan. Aku marah.

    Aku katakan padanya bahwa aku telah berada di Arab Saudi selama hampir satu tahun dan tidak pernah ada yang berani berbicara kepadaku tentang agama yang aku anut. Dan dia di malam kedua kehadirannya mulai berani berkhotbah. Anak lelakiku merasa bersalah dan meminta maaf kepadaku. Tapi dia dengan jujur mengatakan bahwa betapa dia menginginkan aku menjadi seorang muslim.

    Sekali lagi aku katakan kepadanya bahwa aku tidak akan pernah menjadi seorang muslim. Lalu entah bagaimana, anak lelakiku itu mulai mengawali perbincangan dengan sesuatu hal yang lain. Yang tidak pernah dia utarakan.

    Dia bertanya kepadaku tentang trinitas dan bagaimana bisa aku percaya kepada sesuatu yang sama sekali tidak masuk akal. Dia mengatakan bahwa sudah saatnya aku mempertanyakan keimananku kepaada Yesus. Tapi aku mengatakan kepada anak lelakiku bahwa segala sesuatu tidak selalu harus masuk akal. Aku menjelaskan kepada anak lelakiku bahwa yang terpenting adalah iman. Jangan bicara tentang masuk akal atau tidak masuk akal. Dia akhirnya menerima jawabanku. Aku merasa senang karena  bisa memenangkan diskusi tersebut.

    Di hari berikutnya anak lelakiku menyuruhku untuk menjelaskan tentang mukjizat Yesus kepadanya. Aha! Pikirku, ini saat yang tepat untuk membungkam anak lelakiku yang kurang sopan santun ini. Maka aku mulai menjelaskan tentang kelahiran Yesus Kristus, Perawan Maria, Yesus yang mati untuk dosa-dosa kita, Allah menggerakan Roh-Nya di dalam diri Yesus, Yesus sebagai Allah dan Yesus sebagai anak Allah.

    Kemudian anakku bertanya:

    “Mom, jika Yesus mati untuk dosa-dosa kita pada hari jumat, kemudian seperti yang kau katakan, dia dibangkitkan tiga hari kemudian, yakni di hari minggu, lalu siapa yang mengatur alam semesta selama tiga hari tersebut?”

    Aku hanya terdiam dan memikirkan pertanyaan anakku. Aku sadar bahwa ini memang tidak masuk akal.

    Lalu aku jawab:

    “Yesus adalah anak Tuhan Allah. Yesus dan Tuhan adalah sama satu sama lain.”

    Kemudian anakku menjawab, “Sapi memiliki anak sapi, bernama sapi kecil. Kucing memiliki anak kucing bernama kucing kecil. Manusia memiliki anak bernama manusia kecil. Bila Tuhan memiliki anak laki-laki, lalu apa dia? Tuhan kecil? Jika demikian, apakah Mom memiliki dua Tuhan?”
    Lalu anakku masih bertanya, “Mungkinkah Mom bisa menjadi Tuhan?”

    Aku mengatakan padanya bahwa itu pertanyaan konyol. Tentu saja manusia tidak mungkin bisa menjadi Tuhan. Saat itu aku benar-benar marah karena anakku ini banyak bertanya. Walau aku akui pertanyaannya sangat masuk akal

    Kemudian anakku mulai bertanya lagi, “Apakah Yesus manusia?”

    Aku hanya diam. Karena walau bagaimana pun anak lelakiku ini memiliki argumen yang kuat. Jika aku katakan bukan manusia, jelas Yesus seorang lelaki yang memiliki tubuh dan jiwa layaknya manusia.

    “Karena itulah, Yesus tidak akan pernah bisa menjadi Tuhan.”  Cecar anak lelakiku.

    Aku hanya terdiam. Aku mengakui bahwa dia memang lebih masuk akal. Tapi aku butuh waktu untuk memikirkan itu semua.

    Hingga pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di benakku. Pertanyaan itu lahir dari pertanyaan anakku yang telah memojokkan diriku hingga tidak bisa berkata-kata.

    Yesus bermula dari ketiadaan, kemudian dia ada. Lalu bagaimana mungkin dia yang menciptakan? Lalu jika Yesus Tuhan, kenapa dia tidak muncul ketika Adam pertama kali diciptakan?

    Aku memiliki kesimpulan dari pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul di benakku. Yesus itu dilahirkan sehingga dia tidak mungkin sebagai Tuhan.

    Menurut definisi penciptaan memang membutuhkan pencipta. Bagi ciptaan harus memiliki pencipta untuk mewujudkannya. Tuhan tidak mungkin membutuhkan pencipta karena Tuhan adalah Pencipta. Jadi, ada kontradiksi yang jelas.

    Malam itu, aku habiskan dengan memikirkan kata-kata anakku. Anakku kemudian menyuruhku untuk berdoa kepada Tuhan supaya Dia memberku petunjuk sehingga bisa berjalan di atas kebenaran. Terakhir, anakku memberiku sebuah buku kecil tentang konsep ketuhanan dan memintaku untuk membacanya dengan pikiran yang jernih.

     Aku beranjak ke kamarku dengan pikiran yang mulai terbuka. Selanjutnya aku membuka terjemah al-quran dan mulai membacanya. Sepertinya ada sesuatu yang terangkat dari hatiku. Aku merasa berbeda. Aku melihat kebenaran yang sejati hanya ada di dalam islam. Apa yang telah saya lalui selama tahun-tahun yang telah aku habiskan selama ini?

    Untuk pertama kalinya, malam itu aku berdoa kepada Tuhan, bukan kepada Yesus, bukan kepada Maria, bukan kepada malaikat atau Roh Kudus. Hanya kepada Tuhan aku menangis dan meminta bimbingan. Aku berdoa jika islam adalah pilihan yang tepat, maka tolong ubah hati dan pikiranku. Aku pergi tidur dan keesokan paginya aku bangun dan mengumumkan kepada kedua anakku bahwa aku siap untuk memeluk islam.

    Putri dan menantuku tentu saya sangat terkejut dengan keputusan yang aku ambil. Karena mereka tidak tahu diskusi yang telah aku lakukan bersama kakak mereka malam tadi.

    Mereka semua menangis haru dan memeluk saya dengan pelukan yang sangat erat. Sungguh, belum pernah aku melihat mereka bahagia seperti kebahagiaan mereka di hari itu.

    Hari itu juga aku bersyahadat dengan dibimbing anak-anakku dan cucuku dalam bahasa arab, Italia dan Inggris.

    “Asyhadu An La Ilaha Illa-Allah, Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”
    "Non c'è altro Dio al di fuori di Dio, e Mohammed è il Messaggero di Dio;"
    "Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad (saw) adalah hamba dan utusan-Nya yang terakhir.”

    Aku kini telah berubah. Aku merasa bahagia dan seakan-akan seseorang telah mengangkat selubung kegelapan yang selama ini menutupi hati saya selama puluhan tahun lamanya. Setiap orang yang mengenal saya tidak percaya bahwa saya telah berubah dan menjadi seorang muslim seutuhnya. Baik teman muslimku atau teman katolikku.


    No comments:

    Post a Comment