Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Tuesday, September 26, 2017

    Sejarah Natal

    Setiap menjelang akhir tahun, seluruh dunia tersihir oleh gempita menyambut Natal dan Tahun Baru. Banyak umat Islam yang ikut-ikutan tanpa mengetahui sejarah sesungguhnya dari perayaan ini. Bahkan banyak pula kalangan Non-Muslim yang juga tidak mengetahuinya. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga 25 Desember dirayakan sebagai Hari Natal lengkap dengan berbagai aksesorisnya?

    Secara etimologis, istilah “Natal” berarti “Kelahiran”. Ini diambil dari bahasa Portugis. Dalam bahasa Inggris, disebut “Christmas” yang berasal dari istilah “Mass of Christ”, atau “Hari Perayaan Kelahiran Yesus”. Istilah ini berasal dari ajaran Gereja Katolik Roma pada abad ke-4 M. Banyak yang tidak mengetahui jika perayaan ini sama sekali tidak ada dalilnya di dalam Alkitab.

    “Pemeluk Kristen abad pertama sampai keempat pun tidak pernah merayakan Natal, baru pada abad kelima Natal dirayakan, “ demikian Herbert W. Amstrong, Pastur Worldwide Church of God (AS), di dalam bukunya “The Plan Truth About Christmas” (Worldwide Church of God, California, 1984).

    sinter2“Para pemeluk Kristen sampai sekarang masih beselisih pendapat apakah Yesus dilahirkan pada 25 Desember, 6 Januari, atau 25 Maret,” ujar Amstrong lagi.

    Asal-Usul Natal

    Catholic Encyclopedia edisi 1911, dalam artikel berjudul “Natal Day”, mengatakan, “Di dalam Kitab Suci, tidak seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari lahirnya Yesus. Hanya orang-orang kafir saja—seperti Firaun dan Herodes—yang biasa berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”

    Menurut Encyclopedia Americana (1944), “Pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut… Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan pada abad ke empat Masehi. Pada abad kelima, Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.”

    Perayaan Natal memiliki akar keyakinan paganisme bangsa Roma Kuno. Natal berasal dari kepercayaan penyembahan berhala masyarakat Babilonia kuno di bawah Raja Nimrod (cucunya Ham, anak nabi Nuh). Nimrod, sang pendiri Menara Babel, membangun kota Babilonia, Niniweah, dan sebagainya, dan membangun sistem kehidupan, ekonomi dan dasar-dasar pemerintahan, yang seluruhnya didedikasikan sebagai pembangkangan terhadap Tuhan. Nimrod ini penguasa yang lalim dan mengawini ibu kandung­nya sendiri, Semiramis.

    Setelah Raja Nimrod meninggal, Semiramis menyebarkan ajaran Nimrod jika roh Nimrod tetap hidup abadi walau jasadnya telah mati. Semiramis menunjuk pohon Evergreen yang tumbuh diatas sebatang pohon kavu yang telah mati, yang ditafsirkan oleh Semiramis sebagai bukti kehidupan baru bagi Nimrod.

    Semiramis akhirnya membuat satu perayaan untuk mengenang hari kelahiran Nimrod tiap tanggal 25 Desember. Pada hari itu, Semiramis menghias pohon evergreen dan menggantungkan aneka bingkisan pada ranting-ranting pohon itu sebagai peringatan hari kelahiran Nimrod. Inilah asal usul Pohon Natal. Melalui pemujaan kepada Nimrod, akhirnya Nimrod dianggap sebagai “Anak Suci dari Surga’.

    Dari perjalanan sejarah, pergantian generasi ke generasi, dari masa­kemasa, dan dari satu bangsa ke bangsa lainnya, perayaan ini diadopsi bangsa pagan Roma sebagai hari penyembahan terhadap Dewa Baal, anak Dewa Matahari, atau God of Sun. Hari sucinya hari Minggu yang disebut sebagai Sunday. Di hari Minggu inilah kaum pagan Roma melaksanakan ibadah.

    Kepercayaan Babilonia yang menyembah “Ibu dan anak” (Semiramis dan Nimrod yang dibangkitkan kembali), menyebar luas dari Babilonia ke berbagai bangsa di dunia dengan cara dan bentuk berbeda-beda, sesuai dengan bahasa di negara-negara tersebut. Di Mesir dewa-dewi tersebut bernama Isis dan Osiris, di Asia bernama Cybele dan Deoius, di Roma bernama Fortuna dan Yupiter, juga di negara-negara lain seperti di China, Jepang, Tibet bisa ditemukan adat pemujaan terhadap dewi Madona. Ini terjadi jauh sebelum Yesus dilahirkan.

    Akhirnya, pada abad ke-4 dan ke 5 Masehi, agama baru bernama “Kristen” lahir dan berkembang di Kekaisaran Romawi. Padahal Romawi telah memiliki sistem kepercayaan yang sangat kuat pada dewa dan dewi. Setiap tanggal 25 Desember, kaum pagan Romawi berpesta merayakan hari kelahiran anak Dewi Isis bernama Osiris (nama lain dari Semiramis dan Nimrod). Perayaan ini asing bagi Yesus dan orang-orang Kristen abad pertama, sebab itu dalam Alkitab kita tidak akan menemukan satu ayat pun yang menyatakan Yesus memerintahkan untuk merayakan Natal, sebab perayaan setiap tanggal 25 Desember, adalah perayaan agama Paganis (penyembah berhala) yang dilestarikan oleh umat Kristiani hingga kini.

    New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge dalam artikel berjudul “Christmas” menulis, “Sungguh banyak tanggal perayaan yang terkait pada kepercayaan pagan Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dan menjelang perayaan akhir tahun, serta festival menyambut kelahiran matahari baru. Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah mendarah daging di masyarakat Romawi ini diadopsi kekristenan dengan mengubah sedikit jiwa dan ritualnya. Sebab itu, para pendeta Kristen di Barat dan Timur Dekat menentang prosesi perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu, Kristen Mesopotamia menuding jika Kristen Barat telah mengadopsi ritual penyembahan terhadap Dewa Matahari.”

    Yang perlu diingat, menjelang abad pertama sampai abad keempat Masehi, dunia dikuasai Imperium Romawi yang paganis politeisme. Agama Kristen sendiri saat masih kecil dan berkembang, pemeluknya selalu dikejar-kejar penguasa Romawi. Namun setelah Konstantin naik tahta menjadi Kaisar, dan dia memeluk Kristen di abad ke-4 M, dia menempatkan Kristen sejajar dengan agama pagan. Namun karena rakyatnya sudah terbiasa merayakan hari kelahiran dewa-dewinya pada 25 Desember dengan pesta pora yang sangat disukai mereka, maka perayaan itu pun dilestarikan dengan memberi nama baru sebagai Hari Perayaan Kelahiran Yesus. Padahal tidak ada satu pun ayat dalam Alkitab yang menyatakan kapan tepatnya hari lahirnya Yesus. 

    Pastur Herbert W. Amstrong, pemimpin Worldwide Church of God AS, menegaskan jika tidak ada satu dalil pun, termasuk dari Alkitab, yang menyebutkan Yesus dilahirkan pada 25 Desember. Amstrong mengutip Injil Lukas 2:11 yang menceritakan suasana ketika Yesus dilahirkan:

    “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di kota Daud.”

    Lalu Amstrong menulis, “Tidak mungkin para penggembala ternak itu berada di padang rumput Yudea pada bulan Desember yang teramat dingin. Biasanya mereka melepas ternak ke padang dan lereng-lereng gunung dan paling lambat tanggal 15 Oktober, ternak-ternak itu sudah dimasukkan kembali ke kandang untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Dalam kitab Kidung agung 2 dan Ezra 10:9, 13, dijelaskan bahwa jika musim dingin tiba, tidak mungkin para gembala dan ternaknya berada di padang terbuka di malam hari.”

    “Di ensiklopedia manapun atau juga di kitab suci Kristen sendiri, kita tidak akan pernah menemukan bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember. Encyclopedia Catholic sendiri dengan tegas mengakui fakta ini,” tandas Amstrong.

    suasana natalDitetapkannya tanggal 25 Desember sebagai Hari Lahir Yesus (Natal) dilakukan penguasa Roma pada tahun 354 M, dengan mengganti perayaan kelahiran anak dewa Matahari-Mithra, dengan hari kelahiran Yesus. Rakyat Mesir Kuno sendiri juga sudah terbiasa merayakan hari kelahiran anak Dewi Isis (Dewi Langit) bernama Osiris pada 25 Desember jauh sebelum Yesus lahir. Tindakan ini membuat marah para pemuka Gereja Kristen Syiria dan Armenia yang telah terbiasa merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Mereka ini mengecam penguasa Roma. “Penyusupan ajaran pagan ke dalam agama Kristen ini dilakukan oleh Cerinthus…,” ujar Amstrong.

    Pohon Terang

    Saat ini, setiap menjelang Natal, selalu saja di mana-mana didirikan Pohon Terang, yakni pohon cemara yang diberi kerlap-kerlip lampu dan aneka hiasan di dahan-dahannya, dan di puncak paling tinggi biasanya dihiasi dengan hiasan bintang terang. Bahkan pertama kali dalam sejarah negeri ini, di halaman Istana Negara di Medan Merdeka Utara, Jokowi merestui pendirian dua Pohon Terang yang berukuran besar.

    Lantas dari mana asal usul Pohon terang ini? Sama seperti Natal 25 Desember, Pohon Terang atau Pohon Natal, juga tidak ada dan tidak pernah dianjurkan oleh Tuhan maupun Yesus untuk mengadakan atau merayakannya. Semua itu diadopsi dari ajaran pagan Babilonia, di mana ajaran sihir Kabbalah—ruh dari Talmud dan Zionisme, berasal. Pohon itu sendiri disebut dengan istilah “Mistleto” yang biasanya dipakai pada perayaan musim panas, sebagai persembahan suci kepada matahari.

    Dalamperayaan itu ada tradisi berciuman di bawah pohon itu yang merupakan awal acara di malam hari, yang dilanjutkan dengan pesta makan dan minum sepuas-puasnya, sebagai perayaan yang diselenggarakan untuk memperingati kematian “Matahari Tua” dan kelahiran “Matahari Baru” di musim panas.

    Rangkaian  bunga  suci  yang  disebut  “Holly  Berries”  juga  dipersembahkan kepada dewa Matahari. Sedangkan batang pohon Yule dianggap sebagai wujud dari dewa matahari. Begitu pula menyalakan lilin yang terdapat dalam upacara Kristen hanyalah kelanjutan dari kebiasaan kafir pagan, sebagai tanda penghormatan terhadap dewa matahari yang bergeser menempati angkasa sebelah selatan.

    Encyclopedia Americana menjelaskan sebagai berikut: “Rangkaian bunga Holly, pohon Mistletoe dan batang pohon Yule… yang dipakai sebagai penghias malam Natal adalah warisan dari zaman sebelum Kristen.”

    Frederick J. Haskins dalam bukunya Answers to Questions menyebutkan, “Hiasan yang dipergunakan saat upacara Natal adalah warisan dari tradisi agama penyembah berhala (paganisme) yang menghiasi rumah dan tempat peribadatan mereka, yang waktunya bertepatan dengan malam Natal sekarang. Sedangkan pohon Natal, itu berasal dari kebiasaan Mesir Kuno yang sudah ada jauh sebelum lahirnya agama Kristen.”

    Sangat disayangkan, kebanyakan orang-orang Kristen tidak memahami asal-usul Pohon Terang yang sesungguhnya dilarang oleh Alkitab. Tentang Pohon Terang, Bibel menyatakan:

    “Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa­bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adaIah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun tidak dapat. ” Tidak ada yang sama seperti Engkau, ya Tuhan! Engkau besar dan nama-Mu besar oleh keperkasaan. ” (Yeremia 10:2-6)

    Sinterklas

    Sinterklas atau Santa Claus juga bukan berasal dari Alkitab, namun mahluk ini diciptakan oleh Pastur bernama Santo Nicolas yang hidup pada abad ke-4 M. Encyclopedia Britannica edisi XI halaman 648-649 menulis:

    “St. Nicholas, adalah seorang pastur di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember. Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga orang anak wanita miskin. Untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu, hal ini digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus…”

    Jadi jelaslah, jika Natal pada 25 Desember beserta dengan pernak-perniknya sama sekali bukan berasal dari Bibel, melainkan dari ajaran kafir paganisme. Soal Natal 25 Desember, Yesus tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang ini semua.

    Bahkan Bibel berkata, “Maka hati-hatilah, supaya jangan engkau kena jerat dan mengikuti mereka, setelah mereka dipunahkan dari hadapanmu, dan supaya jangan engkau menanya-nanya tentang tuhan mereka dengan berkata: Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada illah mereka? Aku pun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap Tuhan, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi Tuhan, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi illah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi illah mereka. (32) Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu Iakukan dengan setia, jangan­lah engkau menambahinya ataupun menguranginya. ” (Ulangan 12:30-32)

    “Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perin!ah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia. ” (Markus 7: 7-8)

    “Bukan setiap orang yang berseru kepada­Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapaku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:21-23) 

    [Sumber: Eramuslim.com]

    No comments:

    Post a Comment