Abu Ishak as-Syirazi adalah ahli
fikih yang sangat zuhud dan wara'. Suatu ketika ia singgah di sebuah masjid
untuk sekadar makan seperti yang biasa dilakukatmya. Namun baru sejenak berada
di rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala itu, ia sadar jika beberapa dinar miliknya
raib dari sakunya. Setelah mengingat-ingat sejenak, ulama bermadzhab Syafi'I
ini yakin jika uangnya terjatuh dijalan. la pun kembali menyusuri jalan yang
dilewatinya tadi, dengan harapan bisa menemukan uangnya tersebut.
Betul uang itu memang ada di
jalan sesuai dugaannya. Namun pengarang kitab al-Muhadzab ini tiba-tiba merasa takut
mengambil uang itu. la khawatir uang itu ternyata bukan miliknya, tapi milik
orang lain yangjuga tertinggal atau terjatuh di tempat itu. (Tahdzibul Asma',
An-Nawawi, 1/737).
Di kalangan salafussaleh perkara
syubhat menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Pasalnya, perkara-perkara
syubhat tak ubahnya sebuah jembatan yang akan mengantarkan seseorang pada
perkara yang haram. Wajar jika mereka selalu berusaha menghindarinya seperti
menghindari perkara yang haram.
Cara Tepat Menyikapi Syubhat
Menjauhi perkara syubhat termasuk
salah satu ajaran Islam yang sangat penting dan fundamental. Jauh-jauh hari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sail am (SAW) sudah berusaha membekali
umatnya agar bisa selamat dari jerat-jerat syubhat itu. Secara lisan beliau
menegaskan, "Siapa yang terjebak dalam perkara syubhat, maka akan
terjerumus pada yang haram." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Seolah peringatan lisan itu belum
cukup, beliau pun menguatkannya melalui sikap dan perilaku. Pernah suatu kali
Adi bin Hatim bertanya kepada beliau tentang buruan yang didapat oleh
anjingnya, namun ada anjing lain yang menyertai anjingnya itu.
Rasulullah SAW melarang
sahabatnya itu memakan binatang buruan yang pada asalnya halal. Status binatang
buruan itu menjadi samar-samar antara halal atau haram (syubhat) dengan hadirnya
anjing lain. Adi bin Hatim hanya mengucapkan basmalah ketika melepas anjingnya,
tidak pada anjing yang menemani anjingnya.
Beliau juga pernah menemukan
kurma di jalan: Secara hukum bisa saja kurma itu dimakan sebagai barang
luqathoh (pungut). Tapi beliau tidak melakukannya karena khawatir kurma itu
adalah kurma sedekah yang tidak halal- untuknya. Menghadapi perkara syubhat,
beliau memang sangat tegas. Jika sudah terbukti perkara itu syubhat, beliau
langsung menghindarinya tanpa banyak pertimbangan.
Waspadai Syubhatisasi
Setan tak akan pernah lelah
mencari pengikut. Segenap cara dan taktik pasti akan dikerahkannya. Salah satu
cara yang cukup disenanginya adalah dengan mencemari kehidupan manusia dengan
perkara-perkara syubhat.
Sasaran utama yang akan
disyubhatkan adalah perkara yang haram. Setan berusaha menghiasi perkara yang
haram itu, hingga tampak seperti sesuatu yang halal. Jika keharamannya sudah tersamarkan, maka usaha
untuk menyeret orang ke dalamnya akan lebih mudah.
Ketika seorang mulai bergelimang
perkara syubhat, maka akan banyak keburukan yang akan didapatnya. la akan
menjadi penikmat syubhat yang tidak akan pernah risih dengan perkara syubhat
yang dilakoninya. Dalam tingkatan tertentu, seorang yang telah menjadi korban
syubhat akan merasa aktivitasnya menerjangi perkara syubhat sebagai sebuah
kebaikan yang akan mendatangkan pahala.
"Katakanlah: 'Apakah akan
Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al-Kahfi
[18]: 103-104)
Saat ini kita bisa menyaksikan,
betapa banyak perkara haram namun diklaim mubah hanya karena diolesi dengan
hal-hal yang berbau syariat atau Islam. Padahal, substansi dan isinya tidak berubah
sedikit pun, tetap merupakan perkara yang haram.
Hiburan-hiburan clan acara di
televisi misalnya. Kebanyakannya sudahjelas-jelas haram, tapi keharamannya
menjadi samar-samar karena melibatkan wanita berjilbab (jilbab gaul) dan'ustadz'.
Masyarakat awam pun yang melihat itu dengan mudahnya akan tertipu lalu
menganggap hiburan-hiburan itu sesuatu yang mubah, islami dan halal untuk
dinikmati.
Hal yang sama juga bisa
kitajumpai dalam ritual-ritual yang banyak ditekuni oleh masyarakat kita. Sudah
jelas tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW, tapi dengan alasan tujuannya baik,
ritual-ritual itu pun akhirnya dilakukan. Awalnya, mungkin sekadar sebagai
sebuah rutinitas biasa. Namun lama kelamaan akhirnya diklaim sebagai ibadah
yang akan mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Sasaran lain dari proyek
syubhatisasi yang dijalankan oleh' setan adalah perkara-perkara yang
disyariatkan. Yaitu perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu
wata'ala dan Rasul-Nya.
Setan-setan beruwujud jin dan
manusia berusaha mengaburkan dan melakukan cap negatif terhadap syariat sehingga
terkesan sebagai sebuah keburukan dan kejahatan yang harus dijauhi dan dibasmi.
Diopinikan sebagai teroris, radikal dan lainnya. Jenggot, cadar dan celana di
atas mata kaki diidentikkan dengan pelaku terror atau bersimpati dan setuju
dengan terorisme.
Menyaksikan hal itu, sebagian
umat ini -terutama yang pemahaman agamanya masih minim- akan mudah termakan dengan
propaganda sesat itu. Motivasi untuk lebih iltizam dan komitmen terhadap
agamanya yang tadinya cukup kuat akhirnya kendor lagi. Mereka pun akhirnya
berkesimpulan, beragama itu cukup ala kadarnya, tidak perlu totalitas.
Totalitas dalam beragama justru menjadikan orang radikal dan teroris. Bisikan iblis
seperti inilah yang berusaha ditumbuh suburkan di tengah umat.
Membentengi Diri
Kebodohan terhadap urusan agama
merupakan lahan subur bagi tumbuhnyasyubhat. Semakin orang jauh dari agama,
maka akan semakin meningkat pula perkara syubhat yang akan menggerayanginya.
Langkah penting untuk
menyelamatkan diri dari perkara 'syubhat adalah dengan mengenali hakikat
syubhat itu. Sebab, tidak semua perkara yang berstatus syubhat atau samar itu
akan terus tertahan dalam kesamar-samarannya. Dengan bekal ilmu, sebuah perkara
syubhat akan hilang kesamar-samarannya kemudianjelas hakikatnya.
Makanya Syaikh Utsaimin berpendapat,
bisa jadi sebuah perkara itu samar-samar pada seseorang tapi pada orang
tertentu tidak samara-samar karena ilmu yang dimilikinya. Jadi, untuk mengenali
perkara syubhat itu kita harus membekali diri dengan ilmu agama .
Dalam memahami agama ini pun kita
harus selalu merujuk kepada pemahaman generasi terbaik umat ini. Jika tidak,
maka siap-siaplah menerima gempuran syubhat lain yang tak kalah berbahayanya. Kondisi
seperti itu bisa kita temukan pada kelompok sesat. Mereka berusaha memahami
agama ini dengan pamahamannya sendiri. Hasilnya, mereka mengaku Islam tapi
Islamnya tidak seperti Islamnya Rasulullah SAW, sahabat dan tabi'in.
Namun, jika bekal ilmu yang kita
miliki tetap tidak sanggup menyingkap hakikat syubhat, maka kita pun
diperintahkan untuk meninggalkannya. Karena terjerumus dalam perkara syubhat akan
memerosokkan kita dalam perkara yang haram, Semoga kitabisa selamat dari
perkara syubhat! Amin!
[Suara Hidayatullah, Januari
2010]
No comments:
Post a Comment