Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Thursday, September 28, 2017

    Jauhi Syubhat Agar Selamat


    Abu Ishak as-Syirazi adalah ahli fikih yang sangat zuhud dan wara'. Suatu ketika ia singgah di sebuah masjid untuk sekadar makan seperti yang biasa dilakukatmya. Namun baru sejenak berada di rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala itu, ia sadar jika beberapa dinar miliknya raib dari sakunya. Setelah mengingat-ingat sejenak, ulama bermadzhab Syafi'I ini yakin jika uangnya terjatuh dijalan. la pun kembali menyusuri jalan yang dilewatinya tadi, dengan harapan bisa menemukan uangnya tersebut.
    Betul uang itu memang ada di jalan sesuai dugaannya. Namun pengarang kitab al-Muhadzab ini tiba-tiba merasa takut mengambil uang itu. la khawatir uang itu ternyata bukan miliknya, tapi milik orang lain yangjuga tertinggal atau terjatuh di tempat itu. (Tahdzibul Asma', An-Nawawi, 1/737).

    Di kalangan salafussaleh perkara syubhat menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Pasalnya, perkara-perkara syubhat tak ubahnya sebuah jembatan yang akan mengantarkan seseorang pada perkara yang haram. Wajar jika mereka selalu berusaha menghindarinya seperti menghindari perkara yang haram.

    Cara Tepat Menyikapi Syubhat

    Menjauhi perkara syubhat termasuk salah satu ajaran Islam yang sangat penting dan fundamental. Jauh-jauh hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sail am (SAW) sudah berusaha membekali umatnya agar bisa selamat dari jerat-jerat syubhat itu. Secara lisan beliau menegaskan, "Siapa yang terjebak dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus pada yang haram." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
    Seolah peringatan lisan itu belum cukup, beliau pun menguatkannya melalui sikap dan perilaku. Pernah suatu kali Adi bin Hatim bertanya kepada beliau tentang buruan yang didapat oleh anjingnya, namun ada anjing lain yang menyertai anjingnya itu.

    Rasulullah SAW melarang sahabatnya itu memakan binatang buruan yang pada asalnya halal. Status binatang buruan itu menjadi samar-samar antara halal atau haram (syubhat) dengan hadirnya anjing lain. Adi bin Hatim hanya mengucapkan basmalah ketika melepas anjingnya, tidak pada anjing yang menemani anjingnya.

    Beliau juga pernah menemukan kurma di jalan: Secara hukum bisa saja kurma itu dimakan sebagai barang luqathoh (pungut). Tapi beliau tidak melakukannya karena khawatir kurma itu adalah kurma sedekah yang tidak halal- untuknya. Menghadapi perkara syubhat, beliau memang sangat tegas. Jika sudah terbukti perkara itu syubhat, beliau langsung menghindarinya tanpa banyak pertimbangan.
    Waspadai Syubhatisasi

    Setan tak akan pernah lelah mencari pengikut. Segenap cara dan taktik pasti akan dikerahkannya. Salah satu cara yang cukup disenanginya adalah dengan mencemari kehidupan manusia dengan perkara-perkara syubhat.

    Sasaran utama yang akan disyubhatkan adalah perkara yang haram. Setan berusaha menghiasi perkara yang haram itu, hingga tampak seperti sesuatu yang halal.  Jika keharamannya sudah tersamarkan, maka usaha untuk menyeret orang ke dalamnya akan lebih mudah.

    Ketika seorang mulai bergelimang perkara syubhat, maka akan banyak keburukan yang akan didapatnya. la akan menjadi penikmat syubhat yang tidak akan pernah risih dengan perkara syubhat yang dilakoninya. Dalam tingkatan tertentu, seorang yang telah menjadi korban syubhat akan merasa aktivitasnya menerjangi perkara syubhat sebagai sebuah kebaikan yang akan mendatangkan pahala.

    "Katakanlah: 'Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al-Kahfi [18]: 103-104)

    Saat ini kita bisa menyaksikan, betapa banyak perkara haram namun diklaim mubah hanya karena diolesi dengan hal-hal yang berbau syariat atau Islam. Padahal, substansi dan isinya tidak berubah sedikit pun, tetap merupakan perkara yang haram.

    Hiburan-hiburan clan acara di televisi misalnya. Kebanyakannya sudahjelas-jelas haram, tapi keharamannya menjadi samar-samar karena melibatkan wanita berjilbab (jilbab gaul) dan'ustadz'. Masyarakat awam pun yang melihat itu dengan mudahnya akan tertipu lalu menganggap hiburan-hiburan itu sesuatu yang mubah, islami dan halal untuk dinikmati.

    Hal yang sama juga bisa kitajumpai dalam ritual-ritual yang banyak ditekuni oleh masyarakat kita. Sudah jelas tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW, tapi dengan alasan tujuannya baik, ritual-ritual itu pun akhirnya dilakukan. Awalnya, mungkin sekadar sebagai sebuah rutinitas biasa. Namun lama kelamaan akhirnya diklaim sebagai ibadah yang akan mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wata'ala.

    Sasaran lain dari proyek syubhatisasi yang dijalankan oleh' setan adalah perkara-perkara yang disyariatkan. Yaitu perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata'ala  dan Rasul-Nya.

    Setan-setan beruwujud jin dan manusia berusaha mengaburkan dan melakukan cap negatif terhadap syariat sehingga terkesan sebagai sebuah keburukan dan kejahatan yang harus dijauhi dan dibasmi. Diopinikan sebagai teroris, radikal dan lainnya. Jenggot, cadar dan celana di atas mata kaki diidentikkan dengan pelaku terror atau bersimpati dan setuju dengan terorisme.

    Menyaksikan hal itu, sebagian umat ini -terutama yang pemahaman agamanya masih minim- akan mudah termakan dengan propaganda sesat itu. Motivasi untuk lebih iltizam dan komitmen terhadap agamanya yang tadinya cukup kuat akhirnya kendor lagi. Mereka pun akhirnya berkesimpulan, beragama itu cukup ala kadarnya, tidak perlu totalitas. Totalitas dalam beragama justru menjadikan orang radikal dan teroris. Bisikan iblis seperti inilah yang berusaha ditumbuh suburkan di tengah umat.

    Membentengi Diri

    Kebodohan terhadap urusan agama merupakan lahan subur bagi tumbuhnyasyubhat. Semakin orang jauh dari agama, maka akan semakin meningkat pula perkara syubhat yang akan menggerayanginya.
    Langkah penting untuk menyelamatkan diri dari perkara 'syubhat adalah dengan mengenali hakikat syubhat itu. Sebab, tidak semua perkara yang berstatus syubhat atau samar itu akan terus tertahan dalam kesamar-samarannya. Dengan bekal ilmu, sebuah perkara syubhat akan hilang kesamar-samarannya kemudianjelas hakikatnya.

    Makanya Syaikh Utsaimin berpendapat, bisa jadi sebuah perkara itu samar-samar pada seseorang tapi pada orang tertentu tidak samara-samar karena ilmu yang dimilikinya. Jadi, untuk mengenali perkara syubhat itu kita harus membekali diri dengan ilmu agama .

    Dalam memahami agama ini pun kita harus selalu merujuk kepada pemahaman generasi terbaik umat ini. Jika tidak, maka siap-siaplah menerima gempuran syubhat lain yang tak kalah berbahayanya. Kondisi seperti itu bisa kita temukan pada kelompok sesat. Mereka berusaha memahami agama ini dengan pamahamannya sendiri. Hasilnya, mereka mengaku Islam tapi Islamnya tidak seperti Islamnya Rasulullah SAW, sahabat dan tabi'in.

    Namun, jika bekal ilmu yang kita miliki tetap tidak sanggup menyingkap hakikat syubhat, maka kita pun diperintahkan untuk meninggalkannya. Karena terjerumus dalam perkara syubhat akan memerosokkan kita dalam perkara yang haram, Semoga kitabisa selamat dari perkara syubhat! Amin!


    [Suara Hidayatullah, Januari 2010] 

    No comments:

    Post a Comment