Maksiat akan menggelapkan hati sehingga jika sudah terbiasa
bermaksiat maka kita tidak lagi peka dengan cahaya iman. Sehingga sudah
terbiasa dalam melakukan maksiat menyebabkan melemahnya semangat ibadah dan
meremehkan dosa-dosa.
Yang lebih bahaya lagi adalah ketika kita diam-diam
bermaksiat didalam kesepian, tapi di keramaian kita berusaha menampakan
kesholehan. Tak ubahnya seperti orang-orang munafik.
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku
datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun
Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban
berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya
kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun
mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka
menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah
kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada
Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan).
Hadits di atas semakna dengan ayat,
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ
مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ
اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak
bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam
mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah
Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’:
108).
Sebagaimana kata pepatah, ada asap pasti ada api. Segala sesuatu
itu pasti tidak lepas dari sebab akibat. Termasuk dalam hal melakukan dosa atau
maksiat. Oleh karena itu kita bisa mendeteksi terlebih dahulu sebab-sebab
kenapa kita mudah menerjang hal-hal yang diharamkan.
1. Lemahnya iman
Lemah iman bersumber dari kurangnya ilmu, kurangnya ma’rifatullah
dan sadar akan hakikat penciptaan diri sendiri. Jika keimanan kuat, maka dia
akan mengedepankan rasa takut kepada Allah dibanding kesenangan sesaat yang
menggodanya.
2. Teman bergaul yang jelek
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh
karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu
Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, Ahmad 2/344, dari Abu Hurairah. Syaikh
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kita bisa melihat ada orang yang awalnya shalih, tapi
berubah menjadi orang yang gampang dalam melakukan maksiat hanya karena salah
memilih teman bergaul.
3. Pandangan yang tidak dijaga
Karena pandangan adalah panah iblis yang begitu mudah
dimainkan. Makanya Allah subhanahu wata'ala perintahkan,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat.” (QS. An-Nuur: 30)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku
supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim, no. 2159)
4. Banyaknya waktu luang
Orang yang tidak memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal
yang baik, niscaya dia akan terjerumus kepada hal-hal yang buruk dan dosa. Setan
akan mudah menggoda seseorang yang tidak disibukan dengan kegiatan yang
bermanfaat.
5. Bermudah-mudah dalam hal yang haram
Kadang ada orang yang menganggap remeh dosa. Sehingga dia
dengan gampang melanggarnya. “Ah, cuman dosa kecil kok.” Dan jika hal ini sudah
menjadi mindset, maka dia lama-lama akan mulai mencoba melakukan dosa yang
besar. Tidak terjadi pelanggaran dosa besar, kecuali dimulai dengan melakukan
dosa kecil.
Contohnya zina. Mungkin saja seseorang mengawali dosa
zinanya dengan sekedar lirikan, kemudian obrolan dan seterusnya. “Ah, cuman
ngobrol di telepon kok.” Begitu dalihnya di awal.
6. Dekat dengan tempat-tempat yang dapat menjerumuskan ke dalam
dosa.
Contohnya adalah nongkrong di pinggir jalan, atau
mengunjungi tempat-tempat yang biasa terjadi kemungkaran.
Dari Abu Sa’id
Al-Khudri radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ
» . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا .
قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا »
قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ
السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ
»
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka
bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi
majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau
meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka
bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan,
menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.”
(HR. Bukhari no. 2465)
Termasuk juga yang mudah membangkitkan syahwat adalah musik
dan berada di tempat yang melalaikan dari Allah.
Itulah 6 Sebab yang bisa menyebabkan terjadinya maksiat.
Semoga dengan mengetahuinya kita bisa lebih aware terhadap panah-panah setan
dan jeratannya berupa godaan untuk bermaksiat.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ
وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan
kebaikan dan meninggalkan kemungkaran). (HR. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5:
243. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
No comments:
Post a Comment