Ada banyak Penyebab Saling Benci Dan Dengki yang menjadikan hati yang bersih itu menjadi keruh serta dipenuhi oleh kedengkian dan kebencian. Sebagaimana dikatakan bahwa tindakan preventif itu lebih baik daripada tindakan kuratif, di sini saya akan sebutkan beberapa penyebab orang muslim yang sangat peduli terhadap kebersihan hatinya bisa bersikap hati-hati. Kemudian ia berusaha untuk mengetahui media dan penyebab yang dapat mengantarkannya kepada kebersihan hati, lalu mengamalkannya.
Karena tujuan dari pemaparan penyebab kedengkian dan kebencian adalah untuk dilaksanakan bukan sekadar pengetahuan belaka. Pasalnya, sekadar mengetahui tidak akan berarti apa-apa. Di antara penyebab-penyebab tersebut adalah sebagai berikut.
1. Setan
Allah Ta’ala berfirman, ”Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaknya mereka mengatakan perkataan yang lebih baik, karena sesungguhnya setan itu menebarkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Israa’: 53).
Rasulullah bersabda, ”Sesunggulmya setan itu menjadi putus asa untuk membuat orang-orang yang shalat di Jazirah Arab itu menyembahnya, akan tetapi ia menebarkan benih perselisihan di antara mereka.” (HR Muslim).
3. Bid'ah
Dalarn kitab Al-Bid’ah, Asbabuha wa Mudlarruha halaman 85, Syekh Mahmud Syaltut berkata, ”Ahli bid’ah itu akan mempertahankan bid’ahnya, dan ahli sunnah pasti akan menjadi suatu golongan yang memperjelas masalah bid’ah dan meluruskannya. Dengan demikian, dengan sendirinya umat akan menjadi berkelompok-kelompok dan bergolong-golongan. Lalu permusuhan antar kelompok akan semakin memanas dan mereka pun terperangkap ke dalam pengkafiran dan penghalalan darah antara yang satu dengan lainnya. Pada akhirnya umat pun saling membunuh.”
lbnu Aliyah rahimahullah (dalam kitab Al-Ibanah 1/299, 338) berkata, ”Pelajarilah Islam, apabila kalian telah mempelajarinya, maka janganlah kalian berpaling ke kiri dan ke kanan. Hendaklah kalian menempuh jalan yang lurus dan hendaklah kalian berpegang pada sunnah Nabi kalian dan para sahabatnya. Waspadalah terhadap hawa nafsu yang menebarkan permusuhan dan kebencian di antara kalian.”
lbnu Baththah rahimahullah (dalam kitab al-Ibanah1/ 388) berkata, ”Kami berlindung dan hendaklah kalian juga berlindung kepada Allah dari pendapat yang memecah belah, hawa nafsu yang menjadi panutan, dan golongan yang berbuat bid’ah. Karena pelakunya keluar dari persatuan menuju kepada percerai-beraian, dari suatu tatanan menuju kepada perpecahan, dari keramahan menuju kepada keliaran, dari kelemahlembutan menuju kepada persengketaan, dari cinta menuju kepada kebencian, dan dari nasihat serta persahabatan menuju kepada kedengkian dan permusuhan. Kami berlindung dan hendaklah kalian juga berlindung dari perkembangan yang mengarah kepada setiap bentuk yang menyalahi Islam dan sunnah.”
3. Marah
Ketahuilah bahwa kemarahan itu apabila mesti dibendung, pasti tidak akan mampu disembuhkan ketika itu juga. Ia akan kembali ke hati dan tertahan di dalamnya kemudian menjadi dengki. Kemarahan itu merupakan tempat masuknya setan yang sangat besar untuk menebarkan perselisihan di antara kaum muslimin. Biasanya ada orang-orang yang kesal terhadap dirinya sendiri. Kemudian terkadang setan mengemas kemarahan tersebut dengan sesuatu yang membuatnya melecehkan agama Allah serta antusias mengharamkannya.
Abu Ja’far bin Muhammad berkata, ”Marah itu merupakan kunci setiap kejahatan.” Oleh karena itu, ketika seseorang meminta nasihat kepada Nabi saw., beliau berkata kepadanya, “Jangan marah”. ’ Orang tersebut selalu mengulangi pertanyaannya, Nabi saw. tetap saja mengatakan, “Jangan marah”. Karena, orang yang tidak mampu menguasai dirinya ketika marah apabila ia marah, orang yang dimarahi itu mengatakan bahwa di dalam kemarahannya itu tidak memberikan keuntungan apa-apa. Dia mengetahui bahwasanya perkataannya itu bohong, barangkali orang lainpun mengetahui kebohongan tersebut. Kemudian kedengkian dan kekacauan pikirannya membawanya untuk tetap marah.”
Oleh karena itu, hendaklah bagi seorang muslim bertakwa kepada Allah ketika marah. Jangan sampai kemarahannya tersebut mengeluarkannya kepada sesuatu yang diharamkan Allah.
Ibnu Rajab berkata, ”Allah sungguh memuji orang yang dapat memaafkan ketika marah.” Lalu ia membaca firman Allah Ta’ala, ”Apabila mereka marah, mereka memberi maaf.” (al-Hasyr: 37).
Karena, kemarahan itu menggiring pelakunya untuk berkata yang tidak benar dan berbuat tidak adil. Barangsiapa yang mampu berkata benar ketika ia sedang marah dan senang, berarti hal itu menunjukkan kekuatan imannya dan kemampuannya dalam mengendalikan dirinya.
Di antara doa Rasulullah saw. ada yang berbunyi, ”Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu untuk takut kepada-Mu ketika dalam kesendirian dan keramaian. Aku mohon pada-Mu perkataan yang benar ketika dalam keadaan senang dan marah.”
4. Adu Domba
Sifat ini sangat dijauhi oleh fitrah yang suci dan perangai yang baik. Berapa banyak sifat ini telah mencabik-cabik pelakunya, menyalakan fitnah, rnengobarkan kemarahan yang jauh dari kehormatan orang-orang muslim, sehingga ia menjadi penjilat. Oleh karena itu, sifat ini termasuk kategori dosa besar yang dapat mendatangkan siksa kubur bagi pelakunya sebelum ia diproses.
Dari Hudzaifah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata, ”Sesungguhnya kedua-duanya akan disiksa dengan siksaan yang tidak ditimpakan kepada pelaku dosa besar, salah seorang di antaranya disebabkan oleh suka mengadu domba.”
Waki’ (dalam kitab az-Zuhdu) meriwayatkan dari bapaknya, dari Atha' bin Saib bahwa ia berkata, ”Aku datang dari Mekah, kemudian asy-Sya’biy menemuiku dan berkata, ’Wahai Abu Yazid, beri tahukan padaku tentang apa yang engkau dengar.’ Aku berkata, ’Aku mendengar Abdurrahman bin Abdullah bin Sabith berkata,
’Tidak boleh tinggal di Mekah orang yang mengalirkan darah, orang yang rnemakan riba, dan orang yang suka mengadu dornba.’ Lalu aku merasa heran karena orang yang suka rnengadu domba disamakan dengan orang yang mengalirkan darah dan memakan riba. Kemudian asy-Sya’biy berkata, ’Apa yang membuatmu heran dalam masalah ini ?. Apakah darah akan mengalir dan tulang akan remuk selain dengan adu domba ?”
Allah melarang Nabi-Nya saw. patuh kepada orang yang mempunyai sifat adu domba. Maka, kami lebih pantas untuk dilarang dan saling melarang dari sifat tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
”Dan jangan kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela dan menyebarkan fitnah ke mana-mana.” (al-Qalam: 10-11).
Dalam kitab Tafsir Ibnu Kasmir 4/403 disebutkan, "Mereka berjalan di antara orang-orang, menebarkan fitnah di antara mereka, dan memutar perkataan ke sana kemari untuk merusak hubungan antar sesama.”
Memang benar apa yang dikatakan seseorang, ”Langgarlah nasihat orang yang menebarkan fitnah di antara kalian karena ia adalah racun yang mematikan. Menempelkan ekornya untuk membangkitkan di antara kalian peperangan sebagaimana tipuan yang menyerupai barang aslinya”.
5. Perdebatan
Imam aI-Ajari rahimahullah berkata, ”Menurut orang-orang bijak bahwa kebanyakan perdebatan itu dapat mengubah hati saudaranya, menyisakan perpecahan setelah sebelumnya bersatu, dan mendatangkan arogansi setelah sebelumnya bersikap Iemah-lembut." Imam Malik rahimahullah berkata, ”Perdebatan itu mengeraskan hati dan meninggalkan dendam."
Apa yang dikatakan oleh Imam al-Ajari dan Imam Malik telah jelas. Karena itu, para ulama salaf memberi peringatan baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan mereka akan bahayanya banyak perdebatan.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, ”Di antara hal-hal yang diingkari oleh ulama salaf adalah perbantahan, permusuhan, dan perdebatan dalam masalah halal dan haram. Perbuatan itu bukan perilaku para Imam Islam, itu hanya dilakukan oleh generasi setelah mereka.” Dari Abu Amamah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Tidaklah sesat suatu kaum setelah sebelumnya mereka mendapat petunjuk kecuali mereka melakukan perdebatan.” (HR. Tirmidzi).
Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat, “...Mereka tidak memberikan perumpamaan kepadamu meIainkan dengan maksud hanya membantah saja. Sebenarnya mereka kaum yang suka bertengkar.” (az-Zukhruf: 58)
Sebagian ulama salaf (dalam Padhlu ’IImi As-Shalaf ‘Ala Al-Khalaf, 23) berkata, ”Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, Dia akan membuka pintu amal dan menutup pintu perdebatan baginya. Dan, jika Allah menghendaki kejelekan kepada seorang hamba, Dia akan menutup pintu amal dan membuka pintu perdebatan baginya.” Dalam Fadhlu’IImi As-Shalaf ‘Ala Al-Khalaf, 35 disebutkan bahwa ketika Hasan mendengar suatu kaum yang berdebat, ia berkata, ”Mereka telah bosan beribadah, bicara itu ringan bagi mereka, waranya sedikit sehingga mereka berdebat.”
No comments:
Post a Comment