Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Monday, August 28, 2017

    Usaha Pembongkaran dan Pencurian Jasad Nabi Shallallahu’alaihi Wassalam

    Seperti diketahui, buku-buku sejarah telah menceritakan kepada kita berbagai fenomena kedengkian musuh-musuh Islam sejak kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Demikian itu adalah setelah kegagalan mereka dalam menghadapi beliau dengan dalil dan bukti-bukti kebenaran. Di antara fenomena terburuk ini adalah upaya mereka dalam membunuh Nabi
    Muhammad dan berakhir dengan kegagalan. Sebab Allah telah menjanjikan hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: “Dan Allah akan melindungimu dari (gangguan) manusia.”  (QS: Al-Maa’idah: 67)

    Setelah mereka gagal membunuh Nabi ketika masa hidupnya, maka mereka senantiasa melakukan rekayasa dan permusuhan setelah wafatnya. Demikian itu tercermin dalam upaya-upaya mereka untuk mencuri jasad Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam dari makamnya.

    Tulisan ini akan menjelaskan upaya-upaya mencuri jasad orang yang dimuliakan umat Islam sedunia ini.

    Pertama, upaya pencurian jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dari makamnya di Madinah untuk dipindahkan ke Mesir. Upaya keji ini diperintahkan oleh khalifah ke-6 dari Dinasti Ubaidiyin –yang memerintah di Mesir pada tahun 386 H dan meninggal pada tahun 411 H dengan gelarAl Hakim Biamrillah– kepada Abul Futuh Hasan bin Ja’far yang menjadi gubernurnya untuk wilayah Makkah dan Madinah.

    Kisah ini disebutkan dalam KitabTarikh Bagdhad karya Ibnu An Najjar dengan sanadnya. Ia mengatakan, “Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Abdullah bin Mubarak Al Muqri’, dari Abul Ma’ali Shalih bin Syafi’ AlJili, dari Abul Qasim Abdullah bin Muhammad bin Muhammad Al Mu’allim, dari AbulQasim Abdul Halim bin Muhammad Al Maghribi, bahwa sebagian orang zindiq mengisyaratkan kepada Al Hakim Al Ubaidi pemimpin Mesir, agar memindahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, dari Madinah ke Mesir, dengan mengatakan kepadanya, “Jika demikian itu bisa engkau lakukan, maka manusia akan melakukan perjalanan dari segala penjuru bumi ke Mesir, dan akan menjadi kemakmuran bagi penduduknya.”

    Maka Al Hakim dalam waktu tidak lama berupaya keras membangun gedung di Mesir dengan dana yang sangat besar. Lalu Al Hakim memerintahkan Abul Futuh untuk melakukan penggalian makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Ketika Abul Futuh sampai ke Madinah dan duduk di masjid, maka datanglah kaum Muslimin karena mereka telah mengetahui apa yang menjadi rencana  kedatangannya ke Madinah ini.

    Saat itu kaum muslimin disertai seorang qari’ (Hafizh Al-Qur’an) yang dikenal dengan nama Az Zalbani, dan dalam majelis pertemuan itu dia membaca firman Allah, “Jika mereka melanggar sumpah mereka setelah ditetapkan dalam janji mereka…” sampai firman Allah, “… jika kamu benar-benar orang yang beriman.”

    Maka bergemuruhlah suara manusia, dan hampir saja mereka membunuh Abul Futuh beserta pasukan yang menyertainya. Dan tidaklah menghalangi mereka dari segera melakukan hal tersebut, melainkan karena negeri menjadi wilayah kekuasaan mereka.

    Melihat hal tersebut, Abul Futuh mengatakan kepada mereka, “Allah lebih berhak untuk ditakuti. Demi Allah, seandainya Al Hakim Al Ubaidi tidak membunuhku, maka aku tidak akan mengusik tempat ini!” Dan terjadilah padanya sempit dada serta ketakutan karena melakukan perbuatan yang hina ini. Maka tidaklah siang bergeser pada hari itu, melainkan Allah mengirimkan angin yang mengguncangkan bumi karena sangat kuatnya. Hingga unta-unta dengan sekedupnya dan kuda-kuda dengan  pelananya bergelimpangan, sebagaimana menggelindingnya bola di atas muka bumi, dan binasalah mayoritasnya dan juga sebagian dari manusia.” (Dalam As Samhudi, Al Wafa Bima Yajibu Lihadhrati Al Mushthafa, hlm. 129)

    Kedua, Al Hakim Biamrillah Al Ubaidi berupaya lagi untuk membongkar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Namun upaya ini pun mengalami kegagalan serta kenistaan, dan Allah melindungi Nabi-Nya.

    Rincian kisah ini disebutkan para sejarawan dengan mengutip dari Kitab Ta’assi Ahlil Imam Fima Jara ‘Ala Madinati Al Qairuwan karya Ibnu Sa’dun Al Qairuwan, sebagai berikut:

    “Kemudian Al Hakim Biamrillah mengutus ke Madinah orang yang diperintahkan untuk membongkar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Ketika orang ini sampai di Madinah bertempat di rumah dekat masjid Nabawi, dan membuat galian terowogan agar sampai ke makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Lalu masyarakat melihat cahaya dan mendengar suara yang mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya makam Nabi kalian dibongkar!”

    Maka manusia mencari, dan mereka mendapati orang yang melakukan penggalian itu, lalu mereka pun membunuhnya.”

    Ketiga, rencana pembongkaran makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam diperintahkan oleh sebagian raja Kristen dan dilaksanakan oleh dua orang Kristiani dari Maghribi pada tahun 557 H. Di mana rencana upaya ini dan pelaksanaannya dilakukan dengan penuh kecermatan dan kemahiran. Lagi-lagi kekuasaan Allah di atas segala sesuatu, dan Dia telah menjanjikan untuk menjaga dan melindungi Nabi-Nya, sehingga beliau selamat dan terlindungi dari upaya keji yang dilakukan oleh umat Kristiani ini.

    ***

    PARA sejarawan juga mengungkap kejadian besar tahun 1164 M atau 557 H yang ditulis Al Allamah Jamaluddin Al Asnawi terkait tentang larangan menjadikan orang-orang Kristiani sebagai pemimpin:

    “Pada masa pemerintahan raja yang adil, Sultan Nuruddin  Mahmud  Zanki, bahwa orang-orang Kristiani ingin melakukan peristiwa besar yang mereka anggap bisa dilakukan dengan sempurna. Namun Allah menolak selain menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya. [Baca juga: Nuruddin Mahmud Zanki, Pahlawan Muslim yang Terlupakan (bag. 1) ]

    Demikian itu karena Sultan Nuruddin mimpi dalam tidurnya setelah shalat tahajjud yang menjadi kebiasaannya setiap malam. Ketika dalam mimpinya ini, Sultanmelihat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam mengisyaratkan kepadanya tentang dua orangberambut pirang,seraya mengatakan, “Selamatkan aku! Selamatkan aku dari dua orang ini!” Maka dia bangun dari tidurnya dengan keadaan takut. Kemudian dia berwudhu dan shalat lagi, lalu tidur. Dalam tidurnya ini juga bermimpi tentang hal yang sama, maka dia pun bangun, lalu berwudhu dan shalat lagi, Kemudian ketika tidur, dia juga mimpi yang sama untuk ketiga kalinya, maka dia bangun dan mengatakan, “Tidak mungkin aku tidur lagi.”

    Kisah ini juga tercatat dalam Kitab Fusul Min Tarikhi Al-Madinah Al Munawarah.

    Sultan Nuruddin memiliki menteri yang shalih bernama Jamaluddin Al Mushili. Maka dipanggillah menterinya itu pada malam itu juga sebelum Subuh, dan menceritakan kepadanya apa yang dilihatnya dalam mimpi, dan mengatakan kepadanya, “Rahasiakan apa yang aku ceritakan kepadamu.” Maka Sultan dan menterinya bersama rombonganpergi ke Madinah dengan membawa banyak harta.Di mana perjalanan ini ditempuh selama 16 hari.

    Ketika sampai di Madinah, Sultan Nuruddin mandi di luar masjid,kemudian masuk masjid Nabawi untuk sahalat diraudhah, lalu berziarah ke makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Kemudian dia duduk dan tidak mengerti apa yang akan dilakukan.Maka sang menteri berkata kepadanya, “Apakah engkau mengenali dua orang itu jika melihat keduanya?” Ia berkata, “Ya.” Lalu ketika penduduk Madinah berkumpul di masjid, sang menteri mengatakan, “Sesungguhnya Sultan bermaksud ziarah ke makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan membawa banyak harta untuk disedekahkan. Maka tulislah orang-orang yang ada di sekitar kalian!”

    Lalu mereka menulis seluruh nama penduduk Madinah, dan Sultan Nuruddin menyuruh agar menghadirkan mereka.

    Ketika mereka berkumpul untuk mengambil permberian dari Sultan, maka setiap orang yang hadir diperhatikan oleh Sultan untuk menemukan sifat yang diberitahukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dalam mimpinya. Namun Sultan tidak mendapatinya sama sekali. Lalu ketika sebelum habisnya orang-orang yang datang untuk mengambil sedekah, Sultan mengatakan, “Apakah masih ada yang tersisa seseorang yang belum mengambil sedekah?”Mereka menjawab, “Tidak!” “Cobalah pikirkan sekali lagi!” kata Sultan. Maka mereka mengatakan, “Tidak tersisa seorang pun kecuali dua orang dari Maghribi yang tidak mengambil pemberian dari siapapun.  Keduanya adalah orang shalih dan kaya serta banyak memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.”

    Maka Sultan Nuruddin menjadi lega dadanya, lalu dia mengatakan, “Datangkanlah kedua orang itu kepadaku.”

    Pada saat keduanya datang,Sultan melihat bahwa keduanya sama dengan ciri-ciri yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam kepadanya di  dalam mimpinya dengan mengatakan, “Selamatkan aku dari kedua orang ini.” Maka Sultan mengatakan kepada keduanya, “Darimanakah kalian?” Keduanya menjawab, “Dari daerah Maghribi. Kami datang untuk haji, dan pada tahun ini kami memilih tinggal di tempatyang dekat makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.”

    Sultan berkata, “Jujurlah kalian!” Tapi keduanya diam membisu, maka Sultan berkata, “Di mana tempat tinggal kalian?” Lalu Sultan diberitahu bahwa keduanya tinggal di pondokan dekat makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Maka Sultan memegang keduanya untuk dibawa ke tempat tinggal keduanya, dan di sana Sultan mendapati banyak harta, dua koper dan kitab-kitab tentang kelembutan hati, namun tidak melihat sesuatu pun yang selain itu. Lalu penduduk Madinah banyak memuji kedua orang tersebut dengan mengatakan, “Keduanya rajin puasa, selalu shalat di raudhah, ziarah ke makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan ke Baqi’ setiap pagi, datang ke masjid Quba’ setiap Sabtu, dan tidak pernah menolak orang yang meminta sama sekali. Di mana keduanya menutupi kebutuhan penduduk Madinah pada tahun paceklik ini.”
    Maka Sultan mengatakan, “Subhanallah!”

    Lalu Sultan mengelilingi rumah sendiri, kemudian mengangkat tikar yang terdapat di dalam rumah, betapa kagetnya, Sultan melihat galian terowongan ke arah kamar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam, maka bergemetarlah manusia karena itu. Ketika itulah Sultan mengatakan, “Jujurlah kalian berdua!” Dan Sultan memukul keduanya dengan sangat keras. Maka keduanya mengaku bahwa keduanya adalah orang Kristiani yang diutus oleh orang-orang Kristiani dengan berpenampilan jamaah haji dari Maghribi serta dibekali banyak harta, dan diperintahkan untuk melakukan hal besar yang menjadi khayalan mereka. Di mana mereka mengira akan bisa melakukan apa yang dihiaskan oleh Iblis dalam memindahkan jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan dampak yang terjadi karenanya.

    Lalu keduanya bertempat di rumah yang paling dekat ke makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan melakukan penggalian terowongan pada malam hari, di mana masing-masing memiliki tas koper kulit dan busana Maghribi. Lalu tanah yang terkumpul dimasukkan ke dalam koper, dan keduanya keluar seraya menampakkan ziarah ke Baqi’ dengan maksud membuang tanah hasil galian ke pemakaman Baqi’. Demikian itulah muslihat jahat yang dilakukan keduanya dalam tempo cukup lama dengan harapan bisa memindahkan jasad Nabi Shallallahu ‘alahi Wassallam agar bisa dibawa ke negeri mereka (ketika dipimpin raja Kristiani).
    Hingga ketika galian keduanya telah mendekati makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam, maka langit bergemuruh petir dan terjadilah guncangan besar.

    Paginya Sultan Nuruddin datang untuk menangkap kedua orang tersebut. Ketika keduanya mengaku dan nampak bukti-bukti perbuatan keduanya, maka Sultan memerintahkan keduanya dihukum mati yang eksekusinya dilakukan di bawah jendela di samping tempat pemakaman Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.

    Kemudian Sultan kembali lagi ke negerinya, dan memerintahkan untuk melemahkan kaum Nasrani dan tidak memberikan kepada orang kafir pekerjaan apa pun dalam pemerintahan, disamping itu juga memerintahkan untuk memotong semua pajak. (Dalam Wafa’ Al Wafa 2: 648-650).

    [Sumber: Hidayatullah.com]

    No comments:

    Post a Comment