Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Friday, August 2, 2019

    Puasa Menjadi Tameng Saat Kiamat

    IBNU Katsir menceritakan bahwa Rauh bin Zanba’, salah seorang gubernur pada masa dinasti Umawiyyah, melakukan perjalanan menuju Mekah untuk melaksanakan umrah. Ketika ia bersama rombongannya siap menyantap makanan yang lezat, tiba-tiba ia melihat seseorang yang acapkali berwudu dan mendirikan shalat dua rakaat selama melakukan perjalanan. Rauh berkata, “Panggil orang itu.”

    Salah seorang anggota rombongannya mendatangi orang yang dimaksud dan membawanya ke hadapan Rauh bin Zanba’.

    “Saudaraku,” sapa Rauh, “malam ini, aku ingin kau menjadi tamuku, dan aku akan menjamumu.”

    “Biarkan aku memenuhi undangan orang yang lebih mulia darimu,” jawab orang itu.

    “Siapa yang lebih mulia dariku? Di lembah ini tak ada orang yang lebih mulia dariku.”

    “Biarkan aku malam ini. Sebab Tuhan Penguasa Alam memberiku makanan untuk berbuka.”

    “Apakah kau berpuasa?” tanya Rauh.

    “Ya”

    “Hari ini berbuka saja di sini, besok baru berpuasa kembali.”

    “Apakah kau menjamin diriku besok masih hidup?”

    “Tidak.”

    “Kalau tidak bisa, maka demi Allah aku tidak akan berbuka puasa hari ini, sebab aku takut besok mati.”

    Mendengar perkataan itu, Rauh bin Zanba’ langsung menangis. “Rauh, usiamu terbuang-buang percuma di meja makan. Puasa merupakan salah satu jalan menuju surga yang selalu ditempuh oleh orang-orang pilihan dan orang orang saleh,” gumamnya lirih.

    Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, sungguh, suara Abu Thalhah di tengah-tengah pasukan lebih baik dari seratus penunggang kuda.” (HR Ahmad).

    Hanya sebuah suara, suara Abu Thalhah. Jika suara itu bertakbir dan bertahlil di tengah gemuruh gemerincing pedang dan hujaman tombak, maka suara itu sebanding dengan suara seratus ekor kuda. Kalau suaranya saja seperti itu, lantas bagaimana dengan orangnya?

    Menurut riwayat, pada masa perjuangan, Abu Thalhah hanya berpuasa pada bulan Ramadhan. Ketika Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam meninggal, dia kemudian berpuasa selama 40 tahun, kecuali pada hari yang diharamkan berpuasa.

    Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Puasa adalah tameng.”

    Diriwayatkan Abu Said berkata, “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka dengan hari itu Allah akan menjauhkan panas neraka Jahanam darinya sejauh tujuh puluh musim gugur.” (HR Muslim).

    Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Ibnu ‘Umar berpuasa di Madinah yang cuacanya panas. Tidak ada penyejuk udara, pendingin ruangan, salju, atau benda lain yang dapat melindungi diri dari terik panas matahari. Dia hanya meletakan kantong air di atas pohon, agar tetesan airnya mengenai dadanya. Ketika ada yang menganjurkan agar dia menunda puasa hingga datang musim dingin, dengan tegas Ibnu ‘Umar berkta, “Aku takut mati sebelum musim dingin datang. Sebab ini merupakan umur yang akan diperhitungkan.”*

    Dari buku Bertaubatlah Agar Menang Dunia Akhirat karya Dr. Aidh bin ‘Abdullah al-Qarni.

    No comments:

    Post a Comment