Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Monday, March 19, 2018

    Fitnah

    Kenalkah Tuan dengan Nashr ibn Hajjaj?

    Pada suatu hari Sayyidina ‘Umar ibn Al Khaththab berada dalam perondaan kelilingnya di kota Madinah, hingga beliau mendengar dari sebuah loteng rumah suara seorang gadis bersyair:

    هل من سبيل إلى خمر فأشربها
    ام هل من سبيل إلى نصر بن حجاج

    “Adakah jalan yang mengantarku pada khamr hingga dapat meminumnya? Atau adakah jalan untuk menyampaikan diriku pada Nashr ibn Hajjaj?”

    Keesokan paginya, Al Faruq memerintahkan agar Nashr ibn Hajjaj dipanggil. Maka terenyaklah Sang Amirul Mukminin, rupanya pemuda ini memiliki paras yang telah menjadi fitnah bagi para pemudi Madinah.

    Perintah pertama, “Gunduli rambutnya!”

    Dan ketika Nashr ibn Hajjaj dibotaki hingga pelontos kepalanya, sungguh pesona ketampanannya justru kian bersinar. Rupanya bukan rambut yang menjadikannya rupawan. Dihilangkannya rambut bukan penyelesaian, malah kian runyam.

    Maka keluarlah perintah kedua, “Pakaikan sorban!”

    Harapannya, jika dipakaikan sorban dia akan tampak lebih tua. Seperti pakai baju batik di zaman kita, memberi kesan umur lebih dari aslinya. Tapi ini tak berlaku untuk Nashr ibn Hajjaj. Memakai sorbanpun menjadikannya kian kuat menebarkan daya tarik.

    Maka perintah ketiga adalah, “Buang dia ke Bashrah!”

    Kisah ini diriwayatkan melalui begitu banyak jalur serta menghiasi banyak kitab dan antara lain disebutkan oleh Imam Ad Daruquthni, Ibn ‘Abdil Barr, Ibn ‘Asakir, Ibn Al Atsir, Ibn Makula, Abu Nu’aim, Al Kharaithi, Al Aluusi, Ibn Al Jauzi, Ibn Taimiyah, As Sarkhasi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar Al ‘Asqalani, dan Imam Az Zarkasyi.

    “Jika Imam telah memutuskan untuk mengasingkan seseorang”, demikian Imam As Sarkhasi menjelaskan dalam Kitab Al Mabsuth, “Maka yang demikian itu boleh jadi atas dasar kemaslahatan dan kebaikan bersama, bukan hanya atas dasar pemberian dan penegakan sanksi. Sebagaimana dahulu Rasulullah telah mengasingkan orang yang disebut-sebut sebagai waria dari Madinah, dan juga Khalifah Umar mengasingkan Nashr Bin Hajjaj dari Madinah.”

    Imam Az Zarkasyi dalam kitabnya, Al Mantsuur Fil Qawa’idil Fiqhiyyah, mengomentari kisah ini dengan menukil perkataan Imam Ibn Ad Daqiq Al ‘Id, “Di antara kaidah besar dan mencakup hajat manusia secara umum adalah mencegah dan menghalangi dua kerusakan dengan memilih yang lebih ringan di antara keduanya jika memang salah satu dari keduanya pasti akan terjadi. Hendaklah dicari kemaslahatan yang lebih besar dengan meninggalkan yang lebih ringan dari keduanya.”

    No comments:

    Post a Comment