Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Sunday, December 10, 2017

    Cerita Dibalik Intifadah Pertama: 'Mereka Mematahkan Tulang Saya'

    Sudah 30 tahun sejak intifada palestina pertama terjadi, bara perlawanan masih terus berlanjut. Membawa pesan-pesan heroik di setiap penjuru Palestina. Intifada adalah gambaran total dari pemberontakan terhadap pendudukan dan sebagai simbol perlawanan rakyat Palestina.

    Gambaran yang begitu akrab di mata kita, bagaimana orang-orang Palestina yang hanya bersenjatakan batu, melempari tentara Israel yang lengkap dengan kendaraan militernya.

    Bagaimana Intifadah Pertama Kali Muncul?

    Pada tanggal 8 Desember 1987, sebuah kendaraan Israel melindas sebuah mobil yang membawa empat pekerja Palestina di kamp pengungsi Jabalya, di Jalur Gaza utara. Keempat orang Palestina terbunuh, disusul oleh demonstrasi spontan yang dengan cepat menyebar melintasi tepi Barat.

    Ketegangan sudah meninggi sebelum pecahnya demonstrasi, yang didukung oleh iklim politik yang buruk. Selain pengambilalihan lahan secara terus menerus, Israel memiliki kontrol penuh atas pembangunan sosial, ekonomi dan politik Palestina. Hingga kemudian muncul Intifadah enam tahun ditandai oleh mobilisasi dan demonstrasi massa yang populer.

    Ketika pasukan pendudukan Israel memberlakukan jam malam yang berjalan lama di kota-kota, warga Palestina menjalankan universitas, sekolah, dan klinik bawah tanah. Boikot produk dan bisnis Israel menyebabkan munculnya ekonomi nasional yang didorong oleh barang-barang rumahan dan peningkatan produktivitas pertanian.

    Menurut organisasi hak asasi manusia Israel B'Tselem, 1.070 orang Palestina dibunuh oleh pasukan Israel selama tahun-tahun Intifada, termasuk 237 anak-anak. Pemukim Yahudi juga membunuh 54 warga Palestina.

    Lebih dari 175.000 warga Palestina juga ditangkap pada periode yang sama, dan 2.000 rumah dihancurkan dengan metode penghukuman kolektif Israel.

    Di bawah perintah menteri pertahanan Israel Yitzhak Rabin, komandan tentara Israel diinstruksikan untuk tidak ragu dalam melumpuhkan pemrotes Palestina. Saat ini, kebijakan ini telah berevolusi untuk secara khusus menargetkan lutut dan kaki pemuda Palestina untuk melumpuhkannya.

    Di bawah ini, tiga orang Palestina yang mengalami intifadah pertama, berbagi pengalaman mereka.

    Wael Joudeh ( 46) desa Irak al-Tayeh, Nablus


    Pada tanggal 26 Februari 1988, Wael Joudeh yang berusia 17 tahun dan sepupunya Osamah pulang ke rumah selepas menggembalakan domba mereka. Saat itu mereka melihat sekelompok tentara Israel mengikuti mereka kembali ke desa mereka, sebelah timur Nablus.

    Saat tentara berhasil menyusul mereka, mereka mulai memukul mereka.

    Hari ini, Wael duduk di tempat yang sama dimana dia diseret dan dipukuli oleh tentara Israel. Menerawang masa lalunya yang begitu menyakitkan.

    "Awalnya, salah satu tentara melepaskan topi militernya dan memukulkannya ke kepala saya hingga saya terjatuh ke tanah. Kemudian setelah itu dia memukuli saya dengan bertubi-tubi.” kata Wael kepada Al Jazeera.

    "Saya lahir untuk membunuh orang-orang Palestina," teriak tentara itu kepada Wael.

    "Salah satu dari mereka memutar lenganku ke punggungku, sementara yang lain mulai menumbuk pergelangan tanganku dengan sebuah batu, mencoba mematahkan tanganku sepenuhnya," terang Wael.

    Sementara itu, Osamah berusaha melarikan diri, namun langsung terseret oleh tiga tentara Israel dan dipukuli di tanah.

    "Mereka memukuli kita dengan semua energi yang mereka punya. Mereka tidak hanya ingin mematahkan tulang kita dan untuk menyakiti fisik kita, mereka juga ingin merendahkan kita dan menghancurkan semangat kita," kata Wael.

    "Batu-batu Palestina itu penuh belas kasihan," kenangnya. "Karena itulah kita selamat."

    Mereka berdua tidak sadar, pada saat itu, bahwa seorang pria di sebuah bangunan yang berjarak 200 meter mendokumentasikan setiap saat siksaan menyakitkan mereka.

    Meskipun ada seorang wanita dari desa terdekat berusaha menghentikan serangan tersebut, tentara Israel menyeret Wael dan Osamah ke kendaraan yang akhirnya memindahkan mereka ke pusat penahanan Tubas di al-Faraa, di Tepi Barat yang diduduki.

    Malam itu, seorang perwira Israel menyerbu masuk ke sel Wael dan bertanya, "Apakah Anda yang tulangnya hancur oleh tentara itu?"

    "Sekarang seluruh dunia mengira Anda sudah mati," katanya pada Wael.

    Wael dan Osama kemudian dibawa ke sebuah ruangan di pusat penahanan, di mana mereka terkejut melihat kerumunan wartawan bergegas menuju mereka. Kamera dihadapkan ke wajah mereka sementara pertanyaan diteriaki tentang kejadian yang tertangkap di kaset.

    "Kami tidak tahu itu didokumentasikan, kami shock," kata Wael, yang berbicara tentang apa yang terjadi padanya.

    Tak lama setelah itu, keduanya dilepaskan. Israel mendapat tekanan setelah pemberitaan media dan tersebarnya dokumentasi penyiksaan Wael dan osama.

    Ini bukan kali pertama Wael selamat dari penculikan. Pada tanggal 31 Desember 1985, sekelompok pemukim Israel menculiknya saat dia dalam perjalanan ke sekolah.

    Ketika pasukan Israel melakukan intervensi, mereka dengan cepat menahan dan menginterogasinya. Pada usia 17 tahun, Wael divonis tujuh bulan penjara.

    Selama rentang waktu enam tahun selama Intifadah, Wael ditangkap lima kali dan menghabiskan banyak waktu di penjara dan pusat penahanan Israel.

    Kini 46 tahun, Wael bekerja sebagai pegawai Kementerian Keuangan Palestina. Ia menikah pada tahun 1996 dan memiliki empat anak, dua di antaranya saat ini adalah mahasiswa.

    "Saya selalu mengatakan kepada anak-anak saya apa yang terjadi pada saya, saya tidak pernah mencoba menyembunyikannya," katanya. "Mereka selalu menceritakan kisah saya kepada rekan dan teman mereka."

    Wael dan Osamah dianggap sebagai ikon menonjol dari Intifadah pertama. Apa yang mereka lalui memicu demonstrasi dan pemberontakan di tingkat akar rumput, yang memaksa Liga Arab mengadakan pertemuan darurat mengenai nasib orang-orang di wilayah Palestina yang diduduki.

    Tapi Wael yakin dia dan Osamah tidak pernah mendapat kehormatan yang pantas mereka dapatkan.

    "Penghormatan terhadap rakyat adalah hal yang paling penting, tapi sayangnya, Otoritas Palestina belum menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada kami," katanya.

    No comments:

    Post a Comment