Malik bin Dinar Al-Sami terlahir dari seorang budak keturunan Persia dan Sijistan (Kabul), meski terlahir dari seorang budak, namun ia adalah seorang yang merdeka. Dalam riwayatnya, Malik bin Dinar merupakan seorang polisi yang gemar mabuk sehingga khamr pun minuman yang sukar dijauhkan darinya. Ia terjerembab dalam dosa-dosa. kemaksiatan dan kejahatan pun senantiasa Ia lakukan.
Hingga pada suatu hari, ia menikah dengan seorang budak yang cantik dan melahirkan seorang anak perempuan, naluri Malik bin Dinar sebagai seorang ayah untuk buah hatinya tercurah untuk sang putri, ia sangat menyanginya. Ketika putrinya sedang belajar berjalan, rasa sayangnya pun bertambah.
Namun setiap Malik bin Dinar hendak meminum khamr di hadapan putrinya, putrinya menjatuhkan khamr ke bajunya, dan itu terjadi berulang kali tapi tak sedikit pun Malik bin Dinar marah pada putrinya. Lalu putrinya meninggal ketika berusia dua tahun, meninggalnya buah hati kesayangannya membuat Malik bin Dinar berada dalam kesedihan yang mendalam.
Pada malam jumat di pertengahan bulan syaban, Malik bin Dinar bermimpi tentang kiamat, suara sangkakala berbunyi dan orang-orang yang telah mati kembali bangkit. Dalam mimpinya, Malik bin Dinar merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangnya, Ia mendapati seekor ular besar dengan mulut terbuka lebar merayap kearahnya, ia pun pontang-panting berlari ketakutan, menebaskan semua yang ada di depannya hingga ditengah perjalanan dirinya berjumpa dengan seorang syekh yang sedang berjalan mengenakan pakaian serba putih. Ia kemudian memohon pertolongan darinya , namun syekh tersebut berkata,
“Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu”.
Mendengar jawaban tersebut, Malik bin Dinar menambah laju kakinya karena ular besar itu semakin mendekat, ia pun memanjat tebing tinggi yang ada di hadapannya. Di balik terbing itu, terlihat kobaran apa yang menyala-nyala, tempat kembalinya orang-orang yang ingkar pada TuhanNya, yakni neraka.
Tatkala telah berada di ujung langkah terjerumus pada neraka, seseorang memanggil namanya dan menyuruh kembali, ia pun bergegas pulang. Namun ular besar itu mengejarnya kembali, hingga Malik bin Dinar berlari terpontang panting. Langkahnya semakin cepat dan bertemu kembali dengan seorang syekh, ia pun kembali memohon untuk menyelamatkan dirinya dari kejaran ular besar, kedua matanya pun nampak basah, namun syekh tersebut berkata,
"Aku seorang yang lemah, tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di sana maka barang itu akan menolongmu."
Malik bin Dinar pun menuruti perkataan Syekh, ia melihat gunung itu berwarna perak dan banyak terdapat tirai-tirai yang bercahaya, berdaun pintu emas yang memiliki tira sutra. Ular besar itu kembali terlihat dan menuju arahnya, terdengar ucapan malaikat, “Bukalah pintunya dan angkatlah kain penutupnya. Keluarlah kamu sekalian, barangkali ada di antara kamu yang dapat menolong orang jahat ini”. Kemudian Malik bin Dinar selamat dari kejaran ular besar dan menemukan putrinya. Putrinya berkata, “Ayahku, Demi Allah”.
Putrinya pun meragkul Malik bin Dinar dengan raut bahagia dan membacakan sebuah Firman Allah yang artinya,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S Al-Hadid : 16)
Malik bin Dinar pun menangis teringat dosa-dosa yang berada di pelupuk matanya, dan meminta putrinya menceritakan tentang ular juga syekh yang tadi ia temui di tengah perjalanan. Putrinya pun menjelaskan bahwa ular tersebut adalah amalan jelek yang mengantarkan ke neraka, sedangkan syekh yang mengenakan baju putih adalah amal baik. Malik pun berkata, "Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?” dia menjawab : “Kami adalah anak-anak orang muslim yang disini hingga terjadinya hari kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafaat pada kalian.”
Ia pun terbangun dari mimpinya, Lalu pun bergegas meninggalkan semua keburukan yang menemani hidupnya selama ini. Ia memohon ampunan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh kesungguha hati, hingga mengantarkan dirinya menjadi murid Hasan al-Bashri, ia termasuk sebagai ahli Hadits Shahih dan merawikan Hadits dari tokoh-tokoh kepercayaan di masa lampau seperti Anas bin Malik dan Ibnu Sirin. Malik bin Dinar adalah seorang kaligrafer al-Qur'an yang terkenal. Ia pun menyusul putrinya sekitar tahun 130 H/748 M.
Hingga pada suatu hari, ia menikah dengan seorang budak yang cantik dan melahirkan seorang anak perempuan, naluri Malik bin Dinar sebagai seorang ayah untuk buah hatinya tercurah untuk sang putri, ia sangat menyanginya. Ketika putrinya sedang belajar berjalan, rasa sayangnya pun bertambah.
Namun setiap Malik bin Dinar hendak meminum khamr di hadapan putrinya, putrinya menjatuhkan khamr ke bajunya, dan itu terjadi berulang kali tapi tak sedikit pun Malik bin Dinar marah pada putrinya. Lalu putrinya meninggal ketika berusia dua tahun, meninggalnya buah hati kesayangannya membuat Malik bin Dinar berada dalam kesedihan yang mendalam.
Pada malam jumat di pertengahan bulan syaban, Malik bin Dinar bermimpi tentang kiamat, suara sangkakala berbunyi dan orang-orang yang telah mati kembali bangkit. Dalam mimpinya, Malik bin Dinar merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangnya, Ia mendapati seekor ular besar dengan mulut terbuka lebar merayap kearahnya, ia pun pontang-panting berlari ketakutan, menebaskan semua yang ada di depannya hingga ditengah perjalanan dirinya berjumpa dengan seorang syekh yang sedang berjalan mengenakan pakaian serba putih. Ia kemudian memohon pertolongan darinya , namun syekh tersebut berkata,
“Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu”.
Mendengar jawaban tersebut, Malik bin Dinar menambah laju kakinya karena ular besar itu semakin mendekat, ia pun memanjat tebing tinggi yang ada di hadapannya. Di balik terbing itu, terlihat kobaran apa yang menyala-nyala, tempat kembalinya orang-orang yang ingkar pada TuhanNya, yakni neraka.
Tatkala telah berada di ujung langkah terjerumus pada neraka, seseorang memanggil namanya dan menyuruh kembali, ia pun bergegas pulang. Namun ular besar itu mengejarnya kembali, hingga Malik bin Dinar berlari terpontang panting. Langkahnya semakin cepat dan bertemu kembali dengan seorang syekh, ia pun kembali memohon untuk menyelamatkan dirinya dari kejaran ular besar, kedua matanya pun nampak basah, namun syekh tersebut berkata,
"Aku seorang yang lemah, tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di sana maka barang itu akan menolongmu."
Malik bin Dinar pun menuruti perkataan Syekh, ia melihat gunung itu berwarna perak dan banyak terdapat tirai-tirai yang bercahaya, berdaun pintu emas yang memiliki tira sutra. Ular besar itu kembali terlihat dan menuju arahnya, terdengar ucapan malaikat, “Bukalah pintunya dan angkatlah kain penutupnya. Keluarlah kamu sekalian, barangkali ada di antara kamu yang dapat menolong orang jahat ini”. Kemudian Malik bin Dinar selamat dari kejaran ular besar dan menemukan putrinya. Putrinya berkata, “Ayahku, Demi Allah”.
Putrinya pun meragkul Malik bin Dinar dengan raut bahagia dan membacakan sebuah Firman Allah yang artinya,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S Al-Hadid : 16)
Malik bin Dinar pun menangis teringat dosa-dosa yang berada di pelupuk matanya, dan meminta putrinya menceritakan tentang ular juga syekh yang tadi ia temui di tengah perjalanan. Putrinya pun menjelaskan bahwa ular tersebut adalah amalan jelek yang mengantarkan ke neraka, sedangkan syekh yang mengenakan baju putih adalah amal baik. Malik pun berkata, "Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?” dia menjawab : “Kami adalah anak-anak orang muslim yang disini hingga terjadinya hari kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafaat pada kalian.”
Ia pun terbangun dari mimpinya, Lalu pun bergegas meninggalkan semua keburukan yang menemani hidupnya selama ini. Ia memohon ampunan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh kesungguha hati, hingga mengantarkan dirinya menjadi murid Hasan al-Bashri, ia termasuk sebagai ahli Hadits Shahih dan merawikan Hadits dari tokoh-tokoh kepercayaan di masa lampau seperti Anas bin Malik dan Ibnu Sirin. Malik bin Dinar adalah seorang kaligrafer al-Qur'an yang terkenal. Ia pun menyusul putrinya sekitar tahun 130 H/748 M.
No comments:
Post a Comment