Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • Friday, January 27, 2017

    kisah seru syaikh al-arifi

    Jawaban Syaikh Al Arifi Ini Membuat Remaja Arab Saudi Urung Bunuh Diri

    "Syaikh, bagaimana hukum bunuh diri?” sebuah SMS masuk ke HP Syaikh Muhammad Al Arifi.

    Segera ia menelepon pengirim SMS itu. “Bagaimana hukumnya bunuh diri?” kata remaja itu setelah diminta mengulangi pertanyaannya. Rupanya ia ingin bunuh diri.

    Syaikh Muhammad Al Arifi menduga, jika dijawab dengan jawaban biasa, remaja itu akan tetap bunuh diri sebab pada dasarnya tentu ia sudah tahu apa hukumnya.

    “Mustahab (dianjurkan),” jawab Syaikh Muhammad Al Arifi.

    “Apa?” Remaja itu kaget. Ia tak mengira akan dijawab seperti itu.

    “Bagaimana jika kita bekerja sama, kita akan menemukan cara bunuh diri yang paling baik. Bisakah kita bertemu?”

    Akhirnya Syaikh Al Arifi bertemu dengan remaja itu. Ia kemudian mau menceritakan mengapa dirinya hendak bunuh diri. Alhamdulillah... niat keji untuk mengakhiri hidupnya sendiri itu tertunda. [Ibnu K/Tarbiyah.net]

    *Disarikan dari buku Istamti' bihayatik (Nikmati Hidupmu) karya Syaikh Muhammad Al Arifi

    -----------------------

    Kisah Lucu dari Syaikh Al-Arifi: Si Pemimpi Surga

    Banyak hikmah yang keluar dari lisan Syaikh Muhammad Al-Arifi. Selain itu, kisah-kisah lucu kerap kali diceritakan oleh beliau. Bukan untuk sekedar bersendau gurau, namun untuk melunakkan hati pendengar dengan kisah-kisah lucu yang penuh hikmah. Di bawah ini, ada satu kisah yang bisa mengocok perut pembaca, tentang Seorang Pemimpi Surga.

    kisahnya sebagai berikut

    Dia (orang yang lemah) itu langsung melakukan thawaf di sekitar Ka’bah sambil berkata, “Ya Allah ampuni kami dan nikahkanlah kami (??)” Orang ituterus memohon. [Akhirnya] Ia menjadi kepanasan dan menjadi stroke karena saking panasnya, lalu ambruk di tanah.

    Kemudian, mereka (orang-orang) mengangkatnya dan membawanya ke Rumah Sakit Ajyaad, yang berhadapan dengan Haram (Masjidil Haram, red). Mereka menempatkannya di rumah sakit yang dingin dengan ranjang yang berwarna putih dan disertai bed cover, serta udara yang dingin sejuk – dari AC – berhembus menerpanya.

    Setelah 4-5 jam, ia terbangun. Setelah bangun, ia menengok ke kanan dan kiri dan mendapati ruangan yang serba putih. Ia lihat bed cover, kasur dan tempat tidur, semuanya juga berwarna putih. Orang lemah itu mencium bau (di ruang itu) – tentu saja itu bau dettol – yang jelas bau itu lebih wangi daripada dirinya. Bau itu membuatnya senang.

    Ia menyangka bahwa dirinya berada di Jannah! (Surga). Ia langsung berseru, “Allahu Akbar! Aku bersaksi bahwa janji Allah itu benar-benar nyata! AL JANNAH! Al Jannah!”

    Ia kemudian menoleh ke kanan dan menemukan 5 perawat asal Filipina berdiri di sana. Ketika ia melihat mereka mengenakan seragam putih, ia berkata,“Allahu Akbar! Huurul ‘iin! Huurul ‘iin! Huurul ‘iin!” (Allah Maha Besar! Bidadari surga! Bidadari surga! Bidadari surga!)

    Para perawat tidak mengerti apa yang dikatakan orang ini. Mereka menganggap bahwa ia gila. [Orang ini kemudian] mencoba untuk beranjak dari tempat tidurnya, ia mengambil bed cover dan menaruhnya di bawah– berniat untuk mengajak “Huurul ‘iin” –.

    Para perawat bergegas ke arahnya untuk menahannya. Ia pun mengatakan kepada mereka, “Jangan bebarengan, satu per satu, satu per satu!”

    Hmmm…. Dia pikir kalau dirinya itu masuk ke jannah. Dan para perawat itu adalah para bidadari surga.
    -----------

    Kisah Inspiratif dari Syaikh Al-‘Arifi untuk para Dokter dan Orang yang Sakit

    Syaikh Al ‘Arify berkisah,  

    Suatu hari teleponku berdering, “Assalamu’alaikum Syaikh Muhammad.”

    “Ya, wa’alaikumussalam.”

    “Wahai Syaikh, saya seorang dokter dan dosen pascasarjana di Malmo, Swedia. Saya juga sudah praktek selama lima tahun di salah satu rumah sakit Swedia. Di sini, wahai Syaikh di rumah sakit tempat saya tugas jika datang seorang pasien sakit keras dan si pasien sudah lama mengidap penyakit ini sementara peluang hidupnya sudah kecil maka mereka memberinya suatu gizi dan mencampurnya dengan zat penghilang rasa sakit dan suatu zat mematikan. Setelah dua atau tiga hari ia akan meninggal. Keluarga pasien pun hanya bisa pasrah menerima karena mereka menyangka bahwa kematiannya itu wajar.

    Saya jawab, ”A’udzubillah (Aku berlindung kepada Allah)”

    Kemudian dia menyela, “Maaf, wahai Syaikh pertanyaan saya belum selesei. Hari ini juga Syaikh saya bertugas di UGD lalu datanglah kepada kami seorang pasien muslim Warga Negara Swedia asli Pakistan yang menderita salah satu penyakit kronis. Penyakit ini parah dan sudah menjalar seluruh tubuhnya. Lalu mereka segera saja masukkan pasien tersebut ke unit khusus penderita-penderita yang sama dan memberinya zat pembunuh semisal tadi. Apa yang harus saya lakukan wahai Syaikh? Apakah sebaiknya saya beri tahu keluarga pasien atau tidak? Rekan saya sendiri pernah bilang kepada saya tentang jumlah orang yang telah mati terbunuh dengan cara ini dan dia pun bercerita tentang mereka dengan penuh emosional.

    Saya benar-benar tak habis pikir dengan semua ini. Apa sebenarnya yang ada di benak mereka tentang arti kehidupan? Jabatan, Uang, Istana? Lalu jika ada di antara mereka yang mulai tak berdaya hanya karena sakit lantas mudah saja mereka menganggap baginya hidup sudah tak ada lagi gunanya. Lalu kenapa mereka mau hidup? Apa gunanya mereka juga hidup? Apakah makan untuk hidup ataukah hidup untuk makan?

    Mereka sama sekali tak memahami bahwa keadaan seseorang itu meskipun ia terbaring sakit tak berdaya tetaplah nyawa sangat berharga. Apalagi seorang mukmin boleh jadi karenanya Allah naikkan derajatnya. Bukankah apabila ia bertasbih bernilai sodaqoh? Bertahmid juga sodaqoh? Bertahlil pun sodaqoh?

    Tidakkah ia tahu bahwa setiap sakit yang ia rasa sampai duri pun menusuknya melainkan Allah hapus dosa-dosanya. Berapa banyak orang yang sakit tetapi sakitnya itu menjadi pintu baginya masuk surga.

    Imam Ahmad berkata, ”Kalaulah bukan karena cobaan di dunia ini tentulah kita datang pada hari kiamat dalam keadaan pailit (merugi).”

    Lihatlah pula kabar gembira dari baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,“tidaklah seorang mukmin ditimpa rasa letih, kecemasan, kesedihan, rasa sakit hingga duri yang menusuknya melainkan Allah hapuskan sebagian dari kesalahannya.” [Bukhari & Muslim]

    “Cobaan itu akan senantiasa menimpa seorang mukmin pada keluarganya, harta dan anaknya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa. [HR. Ahmad]”

    “Hari kiamat kelak segenap manusia menginginkan andaikan dahulu kulitnya dipotong-potong dengan gunting di dunia karena mereka melihat betapa besar balasan bagi ahli musibah.” [HR. Baihaqi]

    “Besarnya balasan setimpal dengan beratnya ujian dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum Dia akan mengujinya. Barangsiapa yang ridha maka Dia pun ridha denganNya dan barangsiapa yang murka (tidak ridha) maka dia akan peroleh kemurkaanNya.” [HR. Turmudzi]

    “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin bahwa seluruh urusannya adalah baik baginya dan tidaklah memperolehnya kecuali seorang mukmin. Tatkala mendapat kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu kebaikan baginya. Sebaliknya manakala dia tertimpa kesusahan ia pun bersabar maka yang demikian itu juga kebaikan baginya.” [HR. Muslim]

    Wahai saudara-saudariku yang sedang sakit -apapun sakitnya- ridha lah dengan apa yang Allah taqdirkan padamu. Ketahuilah jika dirimu mampu bersabar dan mengharap pahala padaNya jadilah ia penebus dosa-dosa dan naiklah derajatmu.

    Dengan keridhaan dan tawakkalmu kepada Allah Yang Maha Penyayang kau tunjukkan bagi siapa pun yang mengunjungimu agar mereka tahu bahwa Allah memiliki hamba-hamba luar biasa sepertimu yang selalu mencintaiNya, ridha dengan ketentuanNya, bersabar atas ujianNya. Orang-orang seperti inilah yang senantiasa Allah banggakan di depan penghuni langitNya dan menjadikan mereka suri tauladan yang baik bagi seluruh penduduk dunia.

    Untaian Nasihat dari Kitab ‘Aasyiqun Ila Ghurfatil ‘Amaliyat. [AH/ganang]

    panjimas.com

    No comments:

    Post a Comment