Kisah ini diceritakan oleh Abdullah bin Abdurrahman di dalam
kitabnya Kisah Salaf. Dikisahkan bahwa pada zaman kekhilafahan umawiyah
terdapat sepasang pengantin yang baru saja menikah. Setelah tiga bulan
pernikahan mereka, farukh sang suami berniat untuk ikut ekspedisi jihad ke
tanah asia. Istrinya yang bernama suhaila merasa keberatan dengan keberangkatan
suaminya.
Sebelum berangkat suaminya meninggalkan istrinya yang sedang
hamil. Ia menitipkan ratusan dirham dan berpesan untuk tidak menggunakannya
sebelum dia pulang dari medan perang. Adapun untuk kebutuhan sehari-hari, ia
memberi suhaila beberapa dirham.
Bertahun-tahun lamanya farukh tidak pulang. Setiap ada
pejuang dari tanah asia datang, suhaila menanyakan kabar suaminya. Hingga suatu
hari ada yang mengatakan bahwa farukh suaminya telah gugur di medan perang.
Suhaila pasrah dengan takdir. Akhirnya ia memfokuskan
dirinya untuk mendidik anaknya yang bernama Rabi’ah. Dia didik anaknya dengan
didikan yang baik. Ia juga mengirimkan anaknya yang yatim itu kepada
ulama-ulama setempat. Suhaila menggunakan uang ratusan dirham yang dititipkan
suaminya untuk membiayai pendidikan anak semata wayangnya. Walaupun ada
kekhawatiran jika suaminya masih hidup dan kembali pulang. Lalu bisa saja
suaminya menanyakan uang ratusan dirham tersebut. Padahal suaminya sudah
mewanti-wanti untuk tidak menggunakannya sampai dia pulang.
Benarkah farukh sudah gugur di medan perang? Ternyata dia
masih hidup di datasan asia. Dan ia juga masih disibukan dengan perang
perluasan wilayah. Sehingga islam berkibar di penjuru asia. Suatu hari
tiba-tiba farukh merasa rindu untuk pulang menemui istrinya. Tapi ia ragu,
benarkah istrinya masih menunggunya? Bagaimana jika istrinya telah menikah
dengan lelaki lain?
Tapi akhirnya farukh tetap pulang. Setelah tiga bulan
menempuh perjalanan akhirnya dia sampai di kotanya. Ia singgah sebentar ke
masjid tempat dia shalat dulu. Setelah selesai shalat, ratusan orang berkerumun
di hadapan syaikh muda untuk mendengarkan kajian. Tapi farukh tidak bisa melihat
syaikh itu saking banyaknya orang yang berkerumun. Lalu farukh berkata kepada
salah seorang jamaah,”siapa syaikh yang mengisi kajian ini ?’’
Jamaah yang ditanya farukh merasa heran,”kamu tidak kenal
syaikh ini? Padahal dia syaikh yang mayshur dengan keluasan ilmunya. Namanya
rabi’ah.” Jamaah itu menjelaskan.
Farukh mengikuti kajian hingga selesai, setelah itu ia pun
bergegas pergi ke rumahnya. Ketika telah sampai di ambang pintu, ia melihat
seorang pemuda masuk mendahuluinya. Farukh marah mengetahui ada laki-laki asing
yang masuk ke rumahnya. Ia berdebat hebat dengan lelaki itu. Hingga suara
berisik mereka terdengar oleh orang-orang sekitar. Orang-orang sekitar menyuruh
farukh pergi. Bahkan ada yang menganggapnya orang gila.
Hingga suara berisik itu membuat suhaila keluar dari kamarnya.
Hingga suara berisik itu membuat suhaila keluar dari kamarnya.
Betapa terkejut Suhaila ketika melihat sosok Farukh yang
dikerumuni orang-orang. Ia masih mengenal suaminya. “itu Farukh suamiku!” seru
suhaila dan segera memeluk suaminya. Adapun lelaki yang bertengkar hebat dengan
farukh tadi adalah anaknya sendiri. Saking kesalnya, anaknya pun pergi dari
hadapan mereka.
Malamnya farukh menceritakan tentang kekagumannya pada
syaikh yang mengisi kajian di masjid kota. Sayangnya ia tidak bisa melihat
wajahnya. Kemudian suhaila berkata,”ketahuilah, syaikh yang mengisi kajian itu
adalah anakmu. Yang tadi engkau bertengkar dengannya di ambang pintu rumah. Maafkan aku, aku telah menghabiskan harta
titipanmu untuk pendidikannya.”
Betapa bahagianya Farukh mendengar penuturan istrinya. Ia tak
sabar menunggu anaknya pulang ke rumah dan memeluknya. Ia bahagia mempunyai
istri yang konsisten mendidik putranya dan sabar menunggu dirinya.
No comments:
Post a Comment