Oleh: Alwi Shahab
Belakangan ini masyarakat ramai membincangkan masalah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Padahal, LGBT sebenarnya bukan fenomena baru.
Di Jakarta, tepatnya di Batavia, fenomena penyuka sesama jenis itu sudah marak di kalangan warga Belanda. Ketika itu, masyarakat menyebutnya sebagai kaum homoseksual atau homo.
Komunitas homo biasanya tertutup. Mereka tidak berani tampil terang-terangan di depan masyarakat.
Berbeda dengan sekarang, di mana kelompok homo, baik gaymaupun lesbian, berani bermesraan bersama pasangannya di muka umum.
Homo Indo Pilih-Pilih Pasangan
Pada zaman Belanda, tempat-tempat hiburan selalu diisi dengan pertunjukan dansa-dansi yang dilakukan oleh para kelompok homo ataupun bencong. Mereka beroperasi di tempat hiburan, termasuk Pekan Raya Jakarta di Gambir. Orang-orang homo datang ke Pekan Raya Jakarta untuk menikmati hiburan.
Di pemerintahan Belanda, mereka itu banyak yang bekerja di kantor-kantor. Tetapi, mereka tidak berani menunjukkan identitasnya secara terang-terangan.
Bahkan, ada juga beberapa pejabat Belanda yang ketahuan pengidap homo. Saya pernah melihat orang Indo (keturunan Belanda dan Indonesia) yang termasuk homo.
Pria homo terlihat dari gaya penampilannya. Meski penyuka sesama jenis, orang homo Indo tetap pilih-pilih.
Homo Indo Cari Mangsa di Trem
Mereka enggan berpasangan dengan orang homo pribumi karena dianggap jelek. Sifat diskriminasi itu yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh Pemerintah Belanda, seperti naik trem, di mana orang Belanda dan Eropa masuk kelas 1, orang Cina dan Arab masuk kelas 2, dan warga pribumi masuk kelas 3, terbawa dalam prinsip orang homo Indo.
Mereka maunya berpasangan dengan orang homo keturunan Belanda atau Eropa lainnya. Namun, kalau ada orang homo pribumi berwajah ganteng, kadang bisa juga jadi pasangannya.
Saya punya pengalaman bersentuhan dengan orang homo Indo ketika Indonesia sudah merdeka. Orang homo itu tiba-tiba mendekati dan berusaha menempelkan badannya dari arah belakang. Beruntung saat itu saya tahu ulah orang homo itu.
Biasanya orang orang itu beroperasi ketika trem dalam kondisi penuh penumpang. Bahkan, ada yang beroperasi di trem jurusan Pasar Ikan (Kota Tua) menuju Jatinegara, yang waktu itu menjadi rute paling banyak penumpangnya.
Tetapi, waktu itu anak-anak muda kelompok homo tidak terang-terangan tampil. Homo itu penyakit. Tetapi, jumlah orang homo sekarang malah bertambah banyak dan semakin berani unjuk identitas.
(trenmuslim.web.id)
Sunday, May 15, 2016
Slider
No comments:
Post a Comment