Khadijah Abu Shreifa, 65, kamp Jalazone, Ramallah
Khadijah berjalan perlahan, menyeret kakinya yang lumpuh
setelah ditembak oleh
tentara Israel.
Anak-anaknya dan cucu-cucunya berkumpul di sekelilingnya di
rumahnya di kamp Jalazone, sebelah utara Ramallah, dan dia menceritakan kisah
perjuangannya selama Intifadah pertama.
Dia adalah seorang yang selamat ketika penindasan yang mengerikan itu
terjadi. Ketika itu tentara Israel melakukan berbagai macam cara untuk
membendung perlawanan Intifadah. Parahnya mereka tidak membedakan antara pria
dan wanita, anak-anak dan orang tua. Semua diperlakukan sama sadisnya.
Khadijah Abu Shreifa adalah pengungsi Palestina. Keluarganya
dipaksa keluar dari rumah mereka di desa Safriyya pada tahun 1948. Mereka
pindah ke kamp Aqabat Jabr di Yerikho, lalu ke kamp Wahdat di Yordania, dan
akhirnya ke kamp Jalazone setelah perang pada bulan September 1970.
Khadijah (65) tidak ingat tanggal pastinya, tapi dia ingat setiap detailnya hingga hari ini. Dia mengingat bagaimana
warga Palestina di kamp
Jalazone memimpin sebuah demonstrasi besar, yang berakhir dengan penindakan secara keras oleh pasukan Israel yang menyebar ke
seluruh kamp.
"Saya mendengar salah satu tentara melecehkan sekelompok
gadis muda secara verbal, mereka mengatakan hal-hal seksual kepada mereka. Hal itu membuat saya marah, jadi saya
mencoba untuk menghadapinya. Tentara itu mulai mengutuk saya dan bergerak ke
arah saya untuk memukul saya."
Khadijah mengatakan kepada Al Jazeera seluruh pasukan militer
Israel menyerangnya, tentara tersebut memukulinya dan menarik rambutnya. Salah
satu tentara menembaknya dari jarak dekat, berniat membunuhnya. Tapi ternyata
dua peluru yang mereka tembakan hanya bisa melukainya, satu di bahu dan yang lainnya di
kaki. Hal ini membuatnya menjadi orang pertama yang terluka di kamp Jalazone
selama Intifadah pertama.
Para wanita kamp bergegas untuk menyelamatkan Khadijah dari
tentara Israel. "Salah satu wanita merobek jilbabnya untuk mengikat luka
saya. Kemudian orang-orang di kamp tersebut membawa saya ke rumah sakit di
Ramallah, di mana seorang perwira Israel datang untuk mencoba menangkap saya.
"Tapi saya diselundupkan keluar dari rumah sakit,"
kenangnya.
Khadijah menambahkan bahwa para wanita kamp berangkat untuk menunjukkan dan mengungkapkan
kemarahan mereka atas serangan tersebut. Pasukan Israel menekan demonstrasi
dengan perlakuan
keras, dan 40 perempuan
terluka oleh peluru karet.
Begitu Khadijah kembali ke Jalazone, dia disambut oleh warga
dengan parade besar yang mengaraknya ke seluruh kamp.
Dia dibawa di pundak mereka sembari meneriakkan "Kita
tidak akan takut!"
dan penduduk bernyanyi bersamanya.
Ini bukan akhir dari keterlibatan Khadijah; Dia melanjutkan
perjuangannya bersama dengan wanita kamp lainnya.
"Tentara Israel selalu mengejar anak-anak, mereka akan
menangkap mereka dan memukul mereka. Setiap kali saya melihat mereka menangkap
seorang anak, saya akan menariknya menjauh dari mereka, dengan mengklaim bahwa
dia adalah anak saya."
Selama Intifadah pertama, pasukan Israel sering memberlakukan
jam malam, kadang selama 40 hari berturut-turut. Ketika jam malam itu lama,
warga akan kehabisan makanan di rumah mereka, dan saat itulah Khadijah akan
keluar dari kamp untuk mengambil makanan dan mendistribusikannya.
"Saya mengatakan kepada tentara Israel bahwa anak
perempuan saya sakit dan membutuhkan obat-obatan, dan saya mendapat izin untuk
pergi menggunakan mobil
keluarga kami. Dalam perjalanan pulang, saya mengisi mobil dengan makanan dan
sayuran dan membagikannya kepada penduduk di kamp tersebut."
Apa yang diceritakan Khadijah
diaminkan oleh Presiden
Uni Komite Wanita Palestina, Khitam Saafin. Khitam Saafin mengatakan kepada Al Jazeera bahwa
perempuan Palestina memainkan peran penting selama Intifadah pertama.
Yang terpenting di antara peran ini adalah pembentukan
komite, di berbagai lingkungan, yang mendidik anak-anak selama serangan umum yang
terjadi pada tahun pertama Intifadah.
Perempuan memainkan peran sentral dalam demonstrasi dan
konfrontasi dengan pasukan pendudukan Israel. Saafin menceritakan
banyak perempuan yang mengangkut batu dan berdiri di garis depan. Kemudian melemparkan
batu-batu tersebut ke arah tentara Israel.
"Wanita juga berhasil
mencegah pasukan Israel menahan pemuda dan anak-anak, tanpa rasa takut, para
wanita palestina akan menyerang tentara dan menarik anak atau pemuda itu dengan
paksa, sehingga mereka bisa lolos dari cengkeraman tentara israel."
Saafin menambahkan bahwa para
wanita Palestina juga berhasil dalam menggerakan pemboikotan produk israel
sehingga menghasilkan produk alternatif Palestina. Ia juga berbicara tentang sekelompok
tetangga wanita yang akan bertemu secara teratur untuk menghasilkan produk
buatan tangan lokal, sebagai pengganti orang-orang Israel.
"Produk Israel stagnan di toko-toko, tidak ada yang
membelinya. sementara
produk Palestina mulai menggantikannya."
"Jika seseorang memiliki sebidang tanah kecil, mereka akan
memberikannya secara sukarela kepada wanita yang akan menanamnya dan
memanfaatkannya. Para wanita akan melakukan penanaman dan pemanenan dan
membagikan hasil panen mereka kepada orang-orang di lingkungan mereka,"
jelasnya.
No comments:
Post a Comment