Kebijakan pemerintah kolonial Belanda dalam menangani masalah Islam sering disebut dengan istilah Islam politiek, di mana Snouck Hurgronje disebut-sebut sebagai peletak dasarnya. Dengan bekal pengalamannya di Timur Tengah dan Aceh, Snouck, sarjana yang punya andil besar dalam penyelesaian perang Aceh ini berhasil menemukan suatu pola dasar bagi kebijakan pemerintah kolonial Belanda menghadapi Islam di Indonesia.
Saat itu Islam dianggap sebagai unsur yang paling berbahaya dan mengancam hegemoni Penjajah Belanda di Nusantara yang sudah berlangsung ratusan tahun. Dan perang Aceh memperkuat asumsi tersebut, di mana Islamlah faktor yang membuat perlawanan paling sengit dan paling lama dalam sejarah penjajahan Belanda di Nusantara.
Snouck Hurgronje tidak hanya pandai dalam bidang politik, di mana dari pengalamannya di Aceh ia merumuskan apa yang kemudian dikenal sebagai “politik Islam”. Namun dalam bidang akademik pun pemikiran Snouck sangat berpengaruh, terbukti dari beberapa karyanya yang digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai panduan wajib untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diberlakukan di Hindia Belanda. Dialah ilmuwan yang dijuluki “dewa” dalam bidang Arabistiek-Islamologi dan Orientalistik, salah satu pelopor penelitian tentang Islam, Lembaga-Lembaganya, dan Hukum-Hukumnya.
Namun di samping berbagai kelebihannya dia banyak dikritik dengan segala kekurangannya. Seringkali ia begitu membabi buta membela kepentingan kolonial. Seringkali tindakannya tidak sesuai dengan teori yang ia tulis. Contohnya dalam pernikahan, di mana dia sangat menentang poligami bagi penduduk pribumi, tapi dalam kenyataannya dia sendiri mempraktekkan poligami. Ketika dia selalu mengkampanyekan moral di sisi lain dia tidak mengakui anak-anaknya dari keturunan pribumi.
Selengkapnya, download Laporan Khusus Lembaga Kajian Syamina Edisi 1/Januari 2017 tentang “Snouck Hurgronje Mengalahkan Jihad di Nusantara” di sini.
No comments:
Post a Comment