Menyajikan Informasi dan Inspirasi


  • News

    Thursday, September 28, 2017

    Filosofi Mawar Berduri


    Pernah seorang pelatih memberikan tugas kepada peserta yang terdiri dari anak-anak SMA untuk membuat gambar yang menjelaskan tentang siapa diri mereka. Kalau ada yang bermaksud menggambar cita-cita, gambarlah cita-cita mereka. Kalau ada yang ingin menggambar untuk menjelaskan tentang keluarga, maka gambarlah itu.

    Dimulailah, semua peserta mengeluarkan jiwa imajinasi yang kreatif. Bereksplorasi dengan karya yang mungkin bisa disebut asal-asalan. Sebab tak sedikit dari mereka sambil bercanda ria bersama teman disampingnya.

    Ditengah canda dan tawa sambil mengerjakan tugas, nampak seorang murid perempuan menggambar dengan tenang dan terlihat cukup serius. Tak ada senda gurau tidak sebagaimana peserta lainnya. Dengan rasa penasaran, sang pelatih menghampirinya. Ia lihat murid yang satu itu sedang menggambar bunga mawar yang indah. Mawar itu dihiasi dengan ranting yang berduri dan warna latar belakang yang gelap.

    “Apa yang kamu gambar?” tanya sang pelatih sambil memperhatikan mawar yang sedang di gambar.

    “Saya sedang menggambar mawar berduri, kak”. Jawab anak gadis itu.

    “Apa maksudnya?”. Tanya pelatih dengan dahi mengkerut.

    Jawabnya, “Mawar lebih sempurna karena ada durinya. Mawar itu sempurna justru karena punya duri. Cuma banyak orang bilang, adanya duri mengganggu keindahan mawar. Duri itu merusak pemandangan mawar. Padahal justru duri itulah yang membuat mawar dikatakan mawar. Dan duri itulah membuat mawar dikatakan sempurna.”

    “Lalu apa hubungannya dengan kamu?” tanya sang Pelatih.

    “Saya menggambarkan diri saya sendiri seperti mawar. Dan duri seperti aturan Allah pada setiap wanita. Banyak orang bilang, bahwa aturan Allah bagi perempuan merusak keindahan perempuan. Membuat wanita susah kerja, sulit bergaul dan susah beraktifitas. Padahal seperti duri pada mawar. Aturan itu juga membuat wanita dikatakan wanita.“

    “Saya mawar berduri” Ia melanjutkan penjelasannya. “Apa yang Allah mau saya katakan, akan saya katakan. Apa yang Allah mau saya lakukan, akan saya lakukan. Apa yang Allah mau saya kenakan, akan saya kenakan. Dan apa yang Allah mau saya rasakan, maka akan saya rasakan. Saya mawar berduri dengan apa yang Allah mau ada pada diri saya.”

    Seluruh dalam ruang saat itu yang kurang lebih terdiri dari 200 peserta, seketika suasana menjadi hening. Semuanya tersedot dan teralihkan dengan penjelasan cerdas oleh salah satu peserta. Karena ternyata ada diantara mereka yang serius menggambar. Karyanya pun meski nampak sederhana, tapi memiliki filosofi yang penuh dengan makna.

    Kemudian pelatih itu bertanya, “Kenapa kok di background pada bunga berwarna hitam, kan bisa diberi warna hijau, merah atau warna lainnya?”

    Ia lantas berkata yang sekaligus membuat si pelatih takjub. “Saya tidak mau menjadi mawar berduri di tengah taman. Jika mawar di tengah taman, gampang seseorang akan memetik saya. Mungkin setelah memetik hanya di denda 50 ribu, atau di penjara tak lebih dari sebulan. Saya tidak mau seperti itu. Saya hanya mau menjadi mawar berduri di tepi jurang. Makanya saya warnai gelap dibelakangnya.”

    “Apa maksudnya?” Tanya pelatih ditengah penjelasannya.

    “Saya mau menjadi mawar di tepi jurang, karena suatu saat saya yakin, kalau kelak ada laki-laki yang memetik saya, adalah lelaki yang berani mengerahkan segenap usahanya untuk saya. Resikonya begitu besar karena berada di tepi jurang. Taruhannya bukan lagi denda atau kurungan. Tapi bisa jadi nyawa. “

    Serentak seisi rungan bertepuk tangan karena terkagum-kagum dengannya, yang cerdas mengaitkan sebuah benda, lantas difilosofikan pada bingkai dalam menjalani kehidupan. Kejadian ini terjadi pada tahun 1998.

    Dia bukan dari anak yang kaya dan hidup diatas rata-sata. Ia menjalani hidupnya dengan sederhana bersama keluarganya dengan ekonomi biasa-biasa saja. Dari segi fisik dan paraspun tidak ada yang istimewa. Bahkan dia memiliki penyakit jantung.

    Namun terdengar beberapa tahun kemudian, dia diterima kuliah di fakultas kedokteran Di kampus ternama, Universitas Indonesia (UI). Sekarang dia sudah memiliki anak, sudah berhasil meraih cita-citanya dan menjadi dokter spesialis di Depok.

    Dia menjadi indah, karena dia tidak pernah memburukkan gambarnya. Jika ada orang yang bertanya kepadanya, dia akan menjawab indah. Karena dia yakin, Allah akan membantu masa depannya. Kalau ada yang bertanya apa cita-citanya, dia akan katakan yang terbaik, karena dia yakin apapun keadaannya dia hari ini Allah akan bantu mengindahkan cita-citanya.

    Kisah ini menjadi pelajaran untuk kita akan kekuatan keyakinan. seorang bisa menjadi besar karena tidak pernah merasa kecil. Sebab telah menghujam tombak keyakinan, tidak ada yang lebih besar kecuali Allah yang maha besar. Kalau hari ini kita merasa miskin, toh Allah Maha Kaya. Jadi kenapa kita harus minder dengan kemiskinan kita. Jika kita merasa kecil, toh Allah lebih dekat dari pada urat nadi kita. Jadi kenapa kita takut, minder dan khawatir, hanya karena apa yang kita hadapi sekarang.

    Yakinlah, seberapapun ujian yang datang, semua akan meng indahkan kehidupan kita. Siapa tahu, semua ujian yang menimpa kita, adalah sekumpulan puzzle yang sedang Allah susun untuk mewujudkan cita-cita kita.

    Ada pelajaran cukup menarik di kisah perjalanan nabi Yusuf. Pada ayat 5 pada surat Yusuf, Nabi Yusuf mengatakan mimpinya kepada sang Ayah tercinta, “Ayahku, aku bermimpi melihat sebelas bintang, bulan dan matahari. Semua bersujud kepadaku.”

    Kemudian ayat ke 6 sampai ke 99, adalah kisah perjuangan Nabi Yusuf. Dimulai dari rencana jahat kakak-kakaknya, dimasukkan kedalam sumur. Lalu dijual dan dijadikan budak, digoda Zulaikha, di fitnah, menjadi bahan tontonan dari pemuka wanita Mesir, dan terakhir di penjara.

    Pada ayat 100, Nabi Yusuf menjadi raja dan memanggil orang tua dan saudara-sadaranya. Lantas ia dudukkan ayahnya ke singgasana. Nabi Yusuf Berkata, “Ayahku, inilah mimpiku yang dulu kukatakan kepadamu. Dan sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan.”

    Kisah yang mulia ini menjadi pelajaran untuk kita, bahwa kita harus yakin apapun cobaan yang berbentuk musibah, celaan, dan apa saja yang membuat keinginan besar menjadi terhalang, adalah upaya Allah membaikkan kita agar keinginan besar tercapai.

    Kisah kehidupan kita bermula bukan dari kapan kita lahir, dimana dulu kita sekolah dan kuliah, dan apa pekerjaan kita. Tapi kisah hidup kita dimulai saat kita mengatakan apa mimpi kita, dan apa yang kita inginkan nantinya. Kisah hidup kita pun pantas di ending sebagaimana perkataan nabi Yusuf, setelah kita berhasil seperti apa yang kita gambarkan dan cita-citakan, kita katakan kepada orang-orang yang dulu pernah kita sampaikan cita-cita kita kepada mereka, “Sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan.” Wallahu a’lam. [Islampos/ Rohmat Saputra]

    *Kisah dan hikmahnya diintisarikan dari kisah nyata seorang motivator berbentuk audio.

    No comments:

    Post a Comment